All Chapters of JANGAN MENCINTAIKU, PAMAN!: Chapter 151 - Chapter 160
287 Chapters
Kebenaran yang Seharusnya Membuat Mengerti
Hide kali ini memaki dalam hati, sesuai dugaan. Sakura datang membawa kabar buruk.“Undangan untuk kapan?” tanya Hide.“Seminggu lagi! Rencana sinting macam apa ini?!” Sakura jelas terdengar panik.“Kau berpura-puralah sakit atau apa, mundurkan jadwal itu. Tidak perlu memilih undangan. Pernikahan itu tidak akan terjadi,” kata Hide.“Kau pikir gampang melakukannya?! Ibuku sudah sangat bersemangat menghubungi puluhan butik yang bersedia membuat gaun pernikahan kilat!” bentak Sakura.“Mundurkan satu atau dua hari. Aku akan membatalkan pernikahan itu!” Hide menyudahi panggilan itu, dengan kasar.Meski Sakura telah bertindak benar dengan menghubunginya, tapi bentakannya, membuat amarah Hide semakin buruk.Hide menunduk, berpikir keras. Pali
Read more
Belum Menemukan yang Benar
Ayu melirik ke arah Hide, karena ia melamun. Mereka sudah selesai sarapan dan masih ada beberapa waktu sebelum sesi terapi hariannya dimulai.Biasanya Hide akan mengajaknya mengobrol, menjawab pertanyaan tentang apa saja yang ingin diketahuinya, tapi hari ini ia diam. Ayu sempat melihatnya mengetik pesan yang cukup panjang, tapi setelah itu meletakkan ponsel, dan tampak berpikir.Hide terus memandang ke arah meja, sambil mengangkat cangkir teh di tangannya. Tapi cangkir itu tidak pernah bergerak, hanya melayang di udara tanpa menyentuh bibirnya.“Mm… Hide… Anata–san..” Ayu memperbaiki panggilannya.Beberapa hari ke belakang, Ayu belum pernah sekalipun memanggil Hide, karena percakapan mereka terjadi secara alami tanpa perlu Ayu memanggil.Tapi selain belum perlu, Ayu merasa salah saat memanggil Hide dengan nama saja, baik itu dengan tambahan –kun, –chan, atau —san, maka Ayu sekarang mencoba
Read more
Langkah Benar dan Tertata
“Sudah cukup lumayan, tapi memang harus sering berhati-hati. Saya yakin fungsi reflek berjalannya akan kembali normal.”Dokter saraf yang ada di samping Hide memberi kepastian. Hide memintanya datang dan bicara tentang detail pelatihan yang harus dilakukan Ayu. Hide sudah memastikan ia mengingat semua, tanpa ada yang terlewat,“Terima kasih atas penjelasannya.” Hide mengulurkan tangan, dan dokter itu terlihat sedikit kaget. Hide bukannya pernah membentaknya, tapi tidak juga ramah selama ini. Ucapan terima kasih dan jabat tangan itu cukup mengagetkan.“Tentu. Saya harap Tanaka-san akan cepat sehat.” Dokter itu berbasa-basi pada umumnya, lalu berpamitan keluar dari ruang terapi.Hide juga kembali pada Ayu yang sedang menyelesaikan sesi berjalannya yang terakhir. Saat latihan seperti ini Ayu ha
Read more
Alasan yang Tidak Benar
Hide tentu saja langsung menuju jalan tol. Ia harus sampai di luar kota sebelum ayahnya melakukan hal paling gila—yaitu meminta polisi melakukan pemeriksaan di jalan. Skala besar tapi mungkin dilakukan. Hide harus keluar dari Karuizawa sebelum hal itu terjadi.Selama setengah jam pertama, perjalan itu sunyi.Ayu masih kebingungan, tapi ia menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mencoba berpegangan erat. Cara menyetir Hide menakutkan.“Sebentar.” Hide menghentikan mobil saat mereka sampai di persimpangan jembatan tol. Hide menepi di jalur darurat, dan turun.Ia menatap ke bawah, ke arah jalan raya yang ada di bawah jembatan tol. Saat menemukan sasaran yang tepat, Hide merogoh ponselnya. Ponsel itu bergetar sejak tadi dan diabaikan tentunya. Hide melihat Ayahnya menghubungi. Berita pelariannya sudah sampai ke Osaka.Hide menatapnya layar yang menyala itu sejenak, sebelum melepaskan ponsel itu ke bawah. Ponsel itu tidak jatuh di
Read more
Keputusan Benar dan Tidak Berubah
Hide tersenyum, lalu meraih dagu Ayu. Membuatnya menoleh memandangnya.“Aku bukannya tidak ingin mencium, tapi kau sadar bukan kalau aku laki-laki? Kau pikir apa yang aku inginkan setelah menciummu?” tanya Hide.Jawaban muncul dalam kepala Ayu dengan sangat cepat, dan perlahan ia melepaskan tangan Hide, karena ingin berpaling. Wajahnya terlalu merah,“Jadi sekarang kau mengerti kenapa aku tidak mungkin melakukannya saat kau sedang sakit,” kata Hide, melengkapi.Ayu terus menunduk, dan jawaban itu berhasil membungkamnya dengan mudah. Tawa Hide kembali terdengar, tapi sedikit terpotong oleh pelayan yang membawa makanan pesanan mereka.“Kenapa kita harus lari? Kita lari dari apa?” tanya Ayu, setelah pelayan itu pergi. Ayu sudah terlalu malu untuk membahas ciuman lagi, dan akhirnya be
Read more
Kebenaran yang Dulu Tersimpan
“Aku sudah…”Ayu yang baru membuka pintu kamar mandi, terdiam karena melihat Hide tergeletak di depan pintu samping kamar yang terbuka. Ia berbaring, tertidur di tatami tanpa menutup pintu setelah mencoba untuk memasukkan udara segar ke kamar.Ryokan itu tidak hanya bergaya klasik, tapi juga bangunannya memang tua. Ada sedikit aroma apak saat tadi mereka masuk. Tapi Ayu tidak mempunyai keluhan selain hal itu. Meski bangunan itu tua bentuknya tetap indah mereka mendapat kamar di samping taman, dan kamar mandinya masih sempurna. Ia tidak akan meminta lebih lagi.Dengan langkah perlahan, Ayu mengambil selimut di atas dua futon yang telah terhampar dan menyelimutkannya pada tubuh Hide. Ayu mematikan lampu, tapi tidak menutup pintu. Membiarkan udara malam sejuk masuk.Ayu duduk di samping tubuh Hide, dan memandan
Read more
Kecurigaan yang Benar
PLAK!Ryu memejamkan mata saat tamparan mendarat di pipinya, lalu bersujud di hadapan Masaki, yang perlahan kembali duduk, jantungnya tidak mampu menahannya lama berdiri.Tamparan itu masih harga yang murah menurut Ryu, daripada dia harus menerima apa yang diperintahkan Masaki padanya. Ia tidak akan mengkhianati Hide.“Kau sudah tidak bisa menjaganya dan sekarang kau menolak permintaanku?!” bentak Masaki, sambil mengelus dada.“Maaf, Nidaime. Saya rasa keputusan untuk mengangkat Ryu menjadi Sandaime benar-benar terlalu tergesa. Anda akan mendapat banyak pertentangan dari cabang keluarga lain.” Yui menyahut, sambil ikut bersujud di samping Ryu dengan kepala menempel pada tatami.BRAK!Masaki menggebrak meja, tapi hanya itu yang bisa dilakukannya. Yui sama sekali ti
Read more
Tujuan yang Sudah Benar
“Kita sebenarnya mau kemana?” tanya Ayu, saat mereka memasuki area penyeberangan ferry, setelah dua hari perjalanan.Sebelum ini Ayu sama sekali tidak percaya karena tidak terlalu peduli, dan memasrahkan semuanya pada Hide. Tapi saat mereka harus menyeberangi lautan, tentu saja Ayu jadi penasaran.“Kau belum bisa menembak? Kita menyeberang ke Hokkaido,” kata Hide, sambil menyerahkan tiket kepada petugas loket untuk memasuki kapal.Hide menekan pedal gas, dan membawa mobil ke area yang memang khusus ada untuk mobil dan truk yang akan menyebrang.“Ya, aku ingat sekarang. Kita tadi ada di Aomori, dan akan menyeberang ke Hokkaido.”Pengetahuan yang dibutuhkan Ayu kembali muncul berkat ucapan Hide. Kali ini tentang peta wilayah Jepang.Aomori berada di ujung utara p
Read more
Rumah yang Hampir Benar
“Apa kau menyukainya?” tanya Hide, sedikit khawatir karena Ayu sejak turun dari mobil hanya memandang rumah yang ada di depan mereka dan diam.Tapi setelah memutari mobil dan melihat wajah Ayu, Hide tahu ia bukan sedang diam. Ayu hanya sedang terlalu takjub. Matanya tampak berbinar riang.Rumah yang ada di depannya, tidak sangat bagus, tapi memiliki gaya klasik yang terlihat nyaman. Semua terbuat dari kayu dan bergaya rumah panggung seperti rumah Hide. Tapi sebenarnya dari segi luas dan bentuk masih sangat jauh dari rumah Hide yang dulu.Tapi Ayu tidak mengingat itu. Dalam ingatannya, hanya tersisa rasa nyaman saat melihat rumah dengan gaya yang sama.“Apa kau membeli ini?”Ayu bertanya, tapi tidak percaya Hide bisa melakukannya. Mereka kabur dengan begitu mendadak. Mustahil tidak bisa menyia
Read more
Dunia Baru yang Nyaris Benar
“A..apa maksudmu? Tentu kita tidur berpisah!” Ayu menyahut setelah sejenak terpana.Jika kemarin ia hanya tahu mereka sudah menikah, mungkin Ayu tidak akan ragu untuk membagi kamar bersama.Tapi untuk sekarang Ayu gugup luar biasa membayangkan mereka akan tidur dalam satu kamar. Jantungnya saat ini bahkan sudah memompakan terlalu banyak darah karena panik.“Hmm… Aku sedikit kecewa, tapi ya sudah kalau itu keputusanmu.” Hide mengangkat bahu.“Kecewa bagaimana? Kita memang belum menikah. Kita tidak… Oh…. Mmm… Apa kita…”Ayu menelan ludah, pertanyaannya tertinggal di tenggorokan. Menyangkut karena malu. Tapi sekaligus Ayu ingin tahu. Ayu berpura-pura mengambil ketel berdebu, memindahkannya ke wastafel agar terlihat sedang melakukan sesuatu.
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
29
DMCA.com Protection Status