Semua Bab Istri Tak Dianggap: Bab 71 - Bab 80
235 Bab
Tak Terlupa
Sepanjang sejaah hidupnya, ayah adalah sosok yang sangat dia idolakan, dia memang menyayangi ibunya dan selalu bisa jadi tempat untuk bermanja-manja, tapi tetap saja ketegasan dan ajaran sang ayah yang banyak meresap masuk dalam ingatannya, dan berhasil mempengaruhi setiap tindak tanduknya. Bahkan dulu waktu masih kecil dengan konyolnya Raffael meminjam baju dan asesoris sang ayah agar bisa seperti ayahnya. Saat ini sosok itu memang masih ada, tapi kekecewaan pada sikap sang ayah membuatnya menjadi curiga apa gerangan maksud pesan yang dikirim ayahnya, melihat sikap sang ayah yang memandang ibunya dengan hangat dan penuh cinta, kecurigaan Raffael kalau ada Affair di antara mereka langsung gugur sudah? Tapi bisa saja ayahnya bahkan melakukan hal yang lebih buruk dari itu, misalkan .... meminta Bella meninggalkannya.Raffael menggelengkan kepalanya, itu juga tak mungkin ayahnya pasti tahu kalau dia sangat mencintai Bella dan tak akan mungkin melakukan hal itu. Dan kesempatan untuk me
Baca selengkapnya
Kesempatan Lain
Setelah kejadian hari itu Adam sama sekali belum bertemu muka dengan Ana, hanya lewat telepon dan pesan singkat saja. Ana mengatakan ibu mertuanya sudah menerima penjelasan mereka waktu itu dan bebrapa hari ini akan tinggal di rumah Raffael, hal yang membuat Adam bahagia karena suara Ana juga terdengar bersemangat. Dia memang mencinatai Ana, cinta yang belum pernah dia rasakan pada perempuan mana pun, semenjak tumbuh dewasa, tapi dia sadar kalau dia tak bisa dengan semena-mena memaksakan perasaannya. Kali ini mobil yang dia kendarai mengambil jalur kiri, dia akan menyambangi salah satu artisnya yang lain, yang saat ini sedang melakukan syuting drama terbaru. “Wah Mas Adam, ini kejutan!” seru gadis yang belum genap berusia dua puluhan itu, menatap Adam dengan mata berbinar. Resti, gadis lain yang dia temukan memiliki bakat yang luar biasa, apalagi dia juga menguasai beberapa bela diri, dan sinetron laga anak SMA ini sangat cocok untu
Baca selengkapnya
Tak Seperti Biasa
Raffael dari tadi gelisah. Dipandangnya tumpukan dokumen yang harus dia tanda tangani itu, kenapa begitu banyak sekali seakan tak ada habisnya, padahal sedari tadi dia sangat ingin menyelesaikan semuanya dan pergi sebentar, tak mungkin juga dia harus meninggalkan semua ini, demi urusan pribadi. “Bapak sudah ditunggu di ruang meeting sekarang,” sekretarisnya memberitahukan jadwalnya setelah ini melalui telepon antar ruangan. “Apa tidak bisa ditunda, saya banyak pekerjaan.” kata Raffael. “Tidak bisa, Pak, Pak Adnan sudah datang.”Dia ingin bertemu dengan Bella kenapa sulit sekali. Himpitan pekerjaan ini hampir saja membuatnya gila, ditatapnya lagi layar ponselnya, ditekannya angka satu sebagai nomer darurat di ponselnya. “Kenapa juga tidak dijawab,” gerutunya kesal. Jika Bella memang sedang syuting biasanya ada asistennya yang menjawab telepon itu, tapi berkali-kali dia coba hubungi tak jua diangkat membu
Baca selengkapnya
Perlukah Menyesal
Setelah menyelesaikan serangkaian pertemuan penting yang tidak bisa ditunda lagi, Raffael kembali masuk ke dalam ruangannya. “Aku tidak ingin diganggu siapa pun, batalkan semua jadwalku hari ini,” kata Raffael saat melewati meja kerja sekretarisnya. “Tapi, Pak, ada-“ “Apa kata-kataku kurang jelas, bukankah kamu aku bayar untuk itu,” kata Raffael dingin. Hari ini memang bukan hari terbaiknya, mungkin juga tak akan pernah ada hari yang baik sejak dia menikahi Ana. Raffael begitu mengagumi orang di luar sana, bagaimana mereka bisa mendua dan terlihat baik-baik saja, bagaimana mereka bisa membagi hati dengan begitu enaknya? Sedangkan dia yang sudah punya dua istri sama sekali tidak menikmatinya. Raffael tidak pernah bermimpi untuk terperangkap dalam situasi seperti ini, sejak jatuh cinta pada Bella di masa remajanya, dia hanya berpikir untuk bersama Bella sampai akhir hidupnya. Kejadian hari ini juga merupakan rangkaian ketaku
Baca selengkapnya
Bukan Perbandingan
Raffael hari ini tidak akan pulang ke rumahnya, dia harus menemui Bella, dia tak mau ada kesalahpahaman lagi dan membuat hubungan mereka renggang, dia bahkan tak peduli kalau nanti ayah dan ibunya marah padanya, dia hanya ingin memperbaiki hubungannya dengan Bella. Raffael segera melajukan mobilnya ke rumah orang tua Bella, satpam dengan sigap membukakan pintu gerbang untuknya. “Ma, Pa,” sapa Raffael pada orang tua Bella yang sedang bercengkrama di ruang tengah. “Kamu pulang sendiri tidak bersama, Bella?” Raffael mengerutkan keningnya, jadi Bella belum pulang. “Saya dari kantor dan tidak bersama Bella, memangnya dia syuting sampai jam berapa?” “Entahlah dia tidak bilang mungkin sampai malam seperti biasa.” Tidak, Raffael tadi sempat bertanya pada asisten Bella, kapan akan selesai syuting, dia bilang hanya tinggal satu adegan, tak mungkin satu adegan memerlukan waktu sampai semalam ini, apa Bella sengaja menghindarinya.
Baca selengkapnya
Kembali Pulang
Raffael tersenyum senang saat ayahnya menghubungi dan mengatakan kalau Bella sudah boleh kembali ke rumahnya, asalkan Raffael bisa berlaku adil pada kedua istrinya, yang tentu saja itu disambut antusias olehnya. Dia tak sabar untuk mengatakan semua ini pada Bella, istrinya itu pasti sangat senang sekali, bagaimanapun di rumah itu Bella lah ratunya, dan ketikan dia kembali semuanya akan kembali seperti sedia kala. Tapi sayang sekretarisnya sudah masuk dan membacakan jadwal kerjanya hari ini yang sangat padat, oh dia tidak lupa dua hari melarikan diri seenaknya, kali ini semua sudah baik-baik saja, dan Raffael harus menahan diri dulu untuk memberi tahukan semuanya pada Bella. “Kamu yakin akan membiarkan mereka bersama lagi, Bella pasti akan membuat Ana stress dan tidak bisa segera hamil.” Sore itu pasangan Alexander senior itu sedang menikmati waktu santai mereka di taman belakang rumah, tak ada yang lebih indah selain duduk bercengkrama bersama orang terkasih di hari senja mereka,
Baca selengkapnya
Kecelakaan atau?
“Bukankah itu hal yang wajar setidaknya kamu ada gunanya di rumah ini, bukan hanya pajangan saja, dan aku juga tidak memperbolehkanmu pergi berdua dengan Adam.” Kalau Raffael ingin mengancam Ana dia perlu usaha yang keras, ibu mertuanya memang sudah memberinya seorang asisten dan tentu saja wanita yang akan mengantarkannya ke mana saja, hanya untuk menjaga agar dia tidak berduaan bersama Adam dan terjadi kesalah pahaman. Ana tak bisa menolak karena alasan itu cukup logiis. “Kenapa? Aku tidak tahu apa masalahmu sampai melarangku ini itu?” tanya Ana lebih pada tidak terima. “Itu hakku sebagai suamimu, kamu tidak perlu tahu alasannya.” Jika Ana orang yang culas dia bisa saja memanfaatkan hal ini untuk membuat Bella cemburu dan memperburuk hubungan keduanya, tapi sayangnya Ana tak seperti itu, dia hanya menatap Raffael datar dan berjalan cepat kembali ke kamarnya. Ana bersandar dengan lemah di pintu kamar yang sudah tertutup ra
Baca selengkapnya
Kepercayaan pada Kebusukan
Bella menghambur memeluk Raffael dengan tubuh gemetar. “Bella, apa yang terjadi? Kenapa bibi bisa terluka?” Bella tak menjawab dia semakin terisak di dalam dekapan Raffael. “Kamu baik-baik saja kan, Sayang apa kamu terluka?” Raffael menghela napas panjang, Bella tak mau menjawab dia hanya memeluknya sambil menangis, tapi tubuhnya yang bergetar membuat Raffael tak sampai hati untuk menanyainya, Bella pasti sangat ketakutan. “Tenanglah, kita ke kamar saja, dan kalian tolong bereskan itu semua,” kata Raffael pada asisten rumah tangganya yang lain. Dengan masih berpelukan erat keduanya melangkah bersama ke kamar. Raffael menyodorkan segelas air putih yang memang selalu ada di kamar mereka pada Bella. “Minumlah biar kamu tenang,” katanya, dia lalu bergerak memriksa tubuh Bella apa ada yang terluka, dan baru menghembuskan napas lega saat tak didapati goresan sedikitpun. “Apa yang terjadi, katakanlah, kenapa pagi-pagi kamu ada di
Baca selengkapnya
Asam Manis
Dua hari ini Ana harus bolak balik ke rumah sakit. Luka bakar tingkat dua yang di derita bibi, mengharuskannya di rawat di sana, memang para asisten rumah tangga di rumah itu juga bergantian berjaga dengannya, tapi tetap saja Ana tak bisa lepas tangan, sebagai istri Raffael -meski Raffael sendiri tak menganggapnya begitu- Ana tetap harus bertanggung jawab pada apa yang terjadi di rumah itu, lagi pula mana tega dia membiarkan bibi sendiri di sini. “Saya tidak apa-apa, Mbak, nanti juga sudah boleh pulang,” kata bibi saat Ana masih saja menungguinya siang ini, bukan bibi tak suka Ana ada di sini, tapi dia tak sampai hati melihat Ana yang kelelahan menjaganya. “Aku tidak maslah di sini, lagi pula di sini lebih enak dari pada di rumah tidak ada yang bisa aku lakukan.” “Maaf.” “Maaf kenapa?” tanya Ana tak mengerti. “Maaf karena bibi sakit mbak Ana yang harus mengerjakan semua pekerjaan bibi, ditambah lagi harus menjaga bibi di
Baca selengkapnya
Istri Rasa Pembantu
Dini hari Raffael mengetuk kamar Ana, dan meminta dibuatkan makanan untuknya. “Aku kira kamu sudah makan?” “Memangnya aku harus makan apa, kamu tahu sendiri aku hanya membawa bubur untuk Bella.” Ana tak menjawab lagi, dia mengikuti langskah Raffael untuk ke dapur. “Apa kamu mau makan cumi asam manis tadi malam atau mau aku buatkan yang lain nasi goreng misalnya?” tawar Ana saat Raffael sudah duduk manis di meja makan, dan Ana sibuk melihat isi kulkas. “Aku ingin makan cumi asam manis yang tadi tapi makan nasi goreng di saat seperti ini pasti enak,” kata Raffael. Ana tersenyum, sejujurnya dia senang Raffael saat bersikap seperti ini, tidak lembut seperti saat bersikap pada Bella memang tapi setidaknya dia tidak memandang Ana dengan sinis, dan penuh penghinaan. Inilah Raffael yang dikenalnya beberapa tahun yang lalu, lalki-laki yang sudah menyelamatkan kehormatannya dari laki-laki tak bermoral di pesat itu. “Nasi go
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
24
DMCA.com Protection Status