All Chapters of Penebusan Dosa Istri Kedua: Chapter 11 - Chapter 20
64 Chapters
BAB 11
Setelah malam yang awalnya penuh kecemasan, Dzurriya akhirnya bisa tidur dengan pulas. Hatinya menjadi damai dengan ucapan sederhana Eshan malam itu.Paginya, ia bangun dengan perasaan jauh lebih baik. Dzurriya bahkan berjalan ke ruang depan dengan senyum-senyum sendiri. Bisikan lirih Eshan kemarin malam terus terngiang di kepalanya.“Kenapa kamu mengajaknya? Dia nanti jadi besar kepala.” Suara rendah Eshan membuatnya mengurungkan niat untuk berbelok ke lorong tersebut.Dzurriya berhenti di balik tembok, dan tetap mendengarkan percakapan Dzurriya dengan seseorang. Pagi ini Tikno memang memberitahunya bahwa dia harus ikut kegiatan amal perusahaan ke salah satu Yayasan Panti Asuhan di Bogor. “Ayolah, Kak… Katanya Kakak ingin menggunakan rahimnya. Tak baik menyimpan istri mudamu itu di rumah terus, dia bisa stres nanti.” Suara itu sepertinya tak asing, itu suara Dokter Ryan. ‘Jadi Dokter Ryan itu adiknya?’ batin Dzurriya bertanya-tanya.“Benar, Sayang. Kita juga tidak boleh menekannya
Read more
BAB 12
Dzurriya terdiam, tak bisa menjawab pertanyaan itu. Benar, namanya Dzurriya, tapi… kenapa wanita ini mengenalnya? Seingat Dzurriya, ini adalah pertemuan pertama mereka.“Kamu kenal Nona ini?” tanya salah satu wanita tua yang tadi menyambut mereka kepada wanita muda itu.“Ya kenal,” jawab wanita muda itu dengan yakin. “Dia ini yang tersesat waktu di Bandung itu lho, Bu.”‘Tersesat? Di Bandung?’Mata Dzurriya begetar. Semua infomasi baru ini membuat dadanya berdebar cepat, hingga membuatnya sesak. Kepalanya pun mulai berdenyut nyeri.Wanita muda itu tersenyum lebar dengan wajah penasaran. “Jadi gimana? Sudah ketemu tunangan kamu—Oh!” ia berhenti mengoceh dan nyengir ketika melihat Ryan berdiri di belakang Dzurriya.“Jadi mas ini ya calon suami kamu?” Wanita muda itu kembali bertanya sambil mengangkat alisnya beberapa kali di depan Dzurriya.Sekali lagi mereka salah mengira bahwa Ryan adalah calon suaminya. Namun kali ini berbeda, Dzurriya tidak langsung membantahnya, dan malah berpikir.
Read more
BAB 13
“Baik.” Akhirnya, Asiyah menghela napas dan mulai bercerita.Intinya, Asiyah hanya mengetahui nama Dzurriya karena pernah menolongnya saat tersesat di Stasiun Bandung. Asiyah mengantar Dzurriya sampai terminal bus. Dari situlah cerita mengapa Dzurriya bisa datang ke Bandung mengalir.“Saat itu kamu sedang mencari tunanganmu,” cerita Asiyah, yang membuat dada Dzurriya lagi-lagi terasa sesak. “Itu saja, karena kita cuma bersama sebentar.”Dzurriya kecewa, tapi ia tidak bisa juga mendesak Asiyah. Benar, mungkin mereka hanya bertemu sebentar, lantas apa yang ia harapkan?Meskipun masih merasakan kekecewaan, Dzurriya tetap berterima kasih kepada wanita itu. Asiyah pun membalasnya singkat, sebelum akhirnya keluar dari ruangan itu lebih dulu.Sedangkan Dzurriya meminta izin untuk menenangkan pikirannya sebentar di sini.‘Setidaknya aku tahu namaku dan tujuanku di Bandung,’ Dzurriya menghela napas panjang. Semakin dipikirkan, ini semakin rumit.Siapa tunangannya? Jadi, dari mana dia berasal?
Read more
BAB 14
Dzurriya melihat bola mata Eshan bergerak memandang bibirnya yang polos itu. Ia pun semakin tegang. Apalagi ketika, Eshan kembali menatap matanya dalam-dalam. Napas panas itu terasa semakin dekat dan membentur pipinya. Tanpa sadar, Dzurriya pun menahan napasnya sendiri. Lalu, perlahan wajah Eshan mulai semakin mendekat.‘Apa ini?’Namun, tiba-tiba bayangan bagaimana Alexa mencium mesra bibir Eshan beberapa saat lalu, terlintas di kepalanya. Senyum Alexa yang mengejek, serta tatapan mata Eshan yang terkesan tidak keberatan masih teringat jelas. Seketika, Dzurriya merasa jijik sendiri.Dugh!Dengan agresif, dibenturkannya kepalanya ke dahi suaminya itu tanpa berpikir panjang.Eshan langsung menjauhkan kepalanya. Ekspresinya berubah marah. “Apa kau gila?!” hardik lelaki itu sambil mengusap-usap dahinya. Seperti disiram air dingin, Dzurriya tersadar apa yang baru saja ia lakukan. Saking ketakutannya, ia pun mendorong badan suaminya itu untuk keluar mobil. Entah dapat dari mana keberania
Read more
BAB 15
Dzurriya akhirnya masuk menuju kamar yang disediakan untuknya. Ia tidak peduli dengan baju yang belum diganti, atau udara dingin yang masuk dari celah jendela. Ia hanya bersembunyi di bawah selimutnya dan menangis sesenggukan sampai tertidur.Esoknya, sekitar jam 5 subuh, Dzurriya terbangun karena suara azan. Badannya terasa gatal-gatal dan dingin begitu bangun tidur. Ia terus menggaruk-garuk punggung dan lehernya sampai memerah sembari menguap beberapa kali. Ia pun memutuskan mandi air hangat, lalu disambung dengan berwudu dan solat. Namun, karena bajunya tidak diganti dari kemarin, tubuhnya masih terasa kotor saja.‘Ah! Rasanya baju ini sudah terlalu bau dan kotor. Mandi pun tak ada pengaruhnya. Aku masih gatal-gatal!’ Dzurriya mengeluh dalam hati sambil menarik kerah bajunya ke atas. Ia mengendusnya setelah keluar dari kamar mandi. “Berjalanlah dengan cepat,” sebuah suara berat menyahut dari arah samping, seolah bisa membaca isi kepalanya.Dzurriya kaget dan menoleh. Ada suaminy
Read more
BAB 16
Karena terus memaksa, Dzurriya akhirnya mengganti pakaiannya dengan baju yang dibawakan Ryan. Baru saja ia selesai memakai pasmina, ada seseorang mengetuk pintunya. Suara ketukan itu beradu lirih dengan ketukan air hujan di permukaan genteng dan kaca. Akhir-akhir ini hujan memang sering turun, sepertinya musim mulai berganti.Dzurriya membuka pintu itu, terlihat sedikit demi sedikit sosok punggung lelaki sedang menunggunya di depan kamar. Lelaki itu kemudian berbalik setelah mendengar suara pintu di buka. Ternyata Ryan.“Ada apa?” tanya Dzurriya pelan, berusaha menutupi rasa kecewanya. Ia pikir itu Eshan tadi.Ryan hanya bengong dan tak menjawabnya. Ia memandang Dzurriya dalam-dalam. Terlihat jakunnya naik turun seperti sedang menelan ludah. Sementara matanya yang berkaca-kaca terlihat berbinar-binar.“Aku tidak menyangka rasanya akan seperti ini….” gumam Ryan pelan.“Apa?” Dzurriya berusaha menyakinkan dirinya apa yang barusan samar-samar di dengarnya.Ryan mengerjapkan matanya samb
Read more
BAB 17
Eshan menatap keluar jendela mobil. Di luar tampak hujan begitu deras disertai petir menghiasi langit yang beranjak malam. Pikiran Eshan terus dipenuhi Dzurriya. Padahal dia sendiri tadi yang menyuruh Dzurriya naik mobil sendiri bersama pengawalnya. Ia bahkan melarang Ryan untuk menemani Dzurriya, dan malah memintanya mengantar Alexa duluan.Sekarang, wanita itu masih tertinggal di belakang bersama para pengawal. Sementara Eshan dan yang lain sudah lebih dulu berangkat.‘Apa dia baik-baik saja?’Lalu, ia mendesah sendiri, menyadari kalau rasa khawatir ini begitu konyol. Tidak mungkin dia mengkhawatirkan wanita jahanam itu.“Putarlah sesuatu!” perintah Eshan dingin, kepada anak buahnya.“Baik, Pak,” jawab pengawal yang duduk di sebelah sopir sambil memutar radio dan mencari saluran yang pas. Sebuah lagu mengalun merdu, membawa pendengarnya merasakan isi lagu tersebut. Suasana hujan menambah syahdu lagu yang bernada pelan itu.Pikiran Eshan semakin tak tenang. Padahal satu kilometer l
Read more
BAB 18
“Jadi kalian semua meninggalkannya sendiri di mobil untuk mencari bantuan? Apa kalian tahu mobil itu ringsek dihantam pohon yang roboh! Hah!”Dzurriya mengernyitkan dahinya di antara sadar dan tidak sadar. Suara hardikan samar-samar itu mengusiknya. Ia membuka matanya pelan-pelan, mengintip keadaan sekitar. Sebentar saja ia sudah tahu jika sudah berada di kamarnya.“Enyah kalian! Jangan pernah muncul di depanku!” suara keras Eshan menggelegar, bahkan dengan pintu yang tertutup.Ini pertama kalinya Dzurriya mendengar Eshan semarah itu. Biasanya, lelaki itu hanya berkata dingin dan menusuk, kadang juga sarkas. Namun kali ini, Eshan benar-benar berteriak.Dzurriya jadi bertanya-tanya, apa yang membuat suaminya itu semarah itu.Selang tak berapa lama, terdengar gagang pintu di tarik turun. Sepertinya seseorang akan masuk. Dzurriya spontan menutup matanya lagi.‘Kalau itu Eshan, aku tak mau kena marah lagi. Lebih baik aku pura-pura tidur saja’Suara langkah kaki yang sangat dikenalnya ter
Read more
BAB 19
Kata-kata suaminya itu terdengar seperti ribuan petir yang menyengat habis isi otaknya, hingga ia hanya mampu terpaku lemas. Kakinya pun melunglai hingga hampir jatuh kalau saja tangannya tidak berpegangan pada tembok. “Hari ini kita ada cek lab telur dan sperma, kau tak boleh stres. Sudah, jangan berpikir macam-macam lagi!” suara Eshan berubah menjadi lembut, tapi itu malah membuat Dzurriya semakin terluka.Di sana, istri pertamanya sedang di tenangkan. Di sini, ia sendiri seperti istri yang tak diinginkan tapi harus bertahan….Lantas, Dzurriya segera menyeret langkahnya beranjak dari tempat itu. Ia mengusap air matanya yang tak mau berhenti. Tidak ada orang di sana yang pantas melihatnya menangis.“Dari awal, ini bukan pernikahan baginya , tapi apa yang sedang kamu lakukan, Dzurriya….”Dzurriya terus berjalan sambil terus mengusap air mata yang tak mau berhenti mengalir.Ia masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan keras, kemudian terduduk di belakang pintu itu. Tangannya y
Read more
BAB 20
Dzurriya pura-pura bersikap biasa saja, dan mengabaikan keberadaan Eshan. Ia melangkahkan kakinya menuju kulkas, dan melewati Eshan tanpa berbicara sepatah kata pun pada lelaki itu yang menoleh padanya.Ia buka pintu kulkas itu kemudian mengambil sebotol air dan meminumnya. Rasa laparnya langsung lenyap begitu saja, mungkin ia akan minum air saja dan kembali tidur. Dalam kesenyapan, ia menaruh botol itu dan menutup kulkas. Kemudian berbalik dan…“Astagfirullah!”Dzurriya memekik ketika Eshan sudah tiba-tiba berada di hadapannya. Tubuhnya yang tinggi tampak menjulang, menutupi bayangan Dzurriya sendiri. Matanya itu menatap Dzurriya yang lebih pendek darinya. Keduanya beradu pandang beberapa saat, bersamaan dengan detak jantungnya yang berpacu dengan cepat. Apalagi wajah lelaki itu benar-benar hanya berjarak beberapa centi dari dirinya. Dzurriya bisa merasakan hembusan napasnya yang begitu lembut menyentuh dahinya.Pada saat yang sama…“AKU TAK SUDI MENIKAHINYA.”Kalimat itu bergema
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status