All Chapters of Penebusan Dosa Istri Kedua: Chapter 21 - Chapter 30
64 Chapters
BAB 21
Hacih!Setelah siang itu, Dzurriya tetap berada kamar sampai waktu makan malam. Namun, karena ia basah-basahan tengah hari, dan tidak langsung mandi setelah itu, badannya mulai mengalami demam.Puncaknya adalah pagi ini. Kepala Dzurriya terasa berat dan berdenyut, seluruh tubuhnya tiba-tiba juga terasa nyeri. Ia terus bersin sejak bangun tidur, hingga membuat hidungnya itu memerah.Setelah mandi dan berganti pakaian, Dzurriya berniat untuk sarapan. Ini sudah hampir jam setengah 8, Alexa dan Eshan pasti sudah selesai sarapan. Ia tidak ingin merepotkan pelayan yang membawa makanannya ke kamarnya lagi.Dzurriya bersin sekali lagi ketika membuka pintu.Tepat saat itu, seorang lelaki tiba-tiba berhenti melangkah di depan kamarnya karena terkejut. Dzurriya ikut terkejut sampai berhenti menggosok-gosok hidung, dan mengangkat kepalanya. Suaminya ada di sana tengah menatapnya dalam-dalam. Dzurriya yang masih merasa kesal, berlalu begitu saja tanpa menghiraukan atau balik menatapnya. Ia melen
Read more
BAB 22
‘Aku tahu ini rumahmu, tapi tak bisakah kau cari tempat lain di rumah sebesar ini?’Sekarang, dibanding berdebar, Dzurriya malah merasa kesal sendiri. Niatnya untuk mencari udara segar, terancam gagal. Jika bersama Eshan di sini, bisa-bisa dirinya malah semakin pusing.Dzurriya mendengus saat suaminya itu menyadari kehadirannya. Ia segera berbalik, tetapi tiba-tiba Ryan sudah berdiri di balik punggungnya.“Astaga!” pekik Dzurriya saat menabrak dada Ryan. “M-maaf!” ucap Dzurriya terbata sambil menyilangkan tangan di atas dadanya. “Kau mau cokelat?” tanya Ryan sambil menunjukkan dua batang coklat almond.Dzurriya tidak langsung mengambilnya, hanya menatap Ryan bergantian dengan cokelat itu. “Kenapa kau memberiku cokelat?”Dzurriya meraih cokelat itu perlahan, tapi tidak bisa menghilangkan perasaan herannya. “Te… rima kasih,” sahutnya canggung.“Itu cokelat favoritmu, sudah pasti kau suka—”“Apa?”Ryan langsung menggeleng. “Maksudku, cokelat itu pasti akan jadi favoritmu.”Walaupun masi
Read more
BAB 23
Napas wangi lelaki itu membentur pipinya dengan lembut, membuat mata Dzurriya menutup secara otomatis. Ia tidak tahu ekspresi apa yang Eshan tunjukan sekarang. Ia takut, tapi perasaan takut ini berbeda dari biasanya.Napas Eshan semakin panas, dan sekarang terasa mendekat ke arah telinga Dzurriya. Ujung bibirnya yang basah terasa menyentuh kain kerudung Dzurriya dengan lembut. Matanya terpejam semakin rapat.Lantas, suara rendah dan serak lelaki itu terdengar.“Jangan keras kepala! Kalau sakit, minumlah obat!”Lelaki itu berdesah di telinganya.Setelah itu, tekanan itu seperti hilang sepenuhnya ketika Eshan menjauhkan diri. Dzurriya membuka mata. Lelaki itu tampak memunggungi sekarang.“Ambil obatmu di Tikno.” Itu adalah kalimat terakhir Eshan sebelum meninggalkan Dzurriya yang kacau dengan wajah memerah di atas meja kerjanya.***Hari itu, setelah Dzurriya keluar dari ruang kerja Eshan, ia langsung disambut Tikno yang berdiri di sana. Awalnya, Dzurriya terkejut, takut Tikno bertanya
Read more
BAB 24
Sore harinya, masih tetap senyap.Dzurriya duduk di halaman belakang, sedang membaca buku yang ia temukan di ruang depan tadi. Ia tak benar-benar memahami buku yang bercerita tentang seni berbisnis itu. Ia hanya membacanya karena bosan.Dari serambi belakang, ia melihat seorang pelayan tengah membawa baki dengan sebuah cangkir dan mangkok di atasnya. Ia mendekat ke arah Dzurriya.“Nyonya, Pak Tikno meminta saya membawakan ini untuk Nyonya,” ujar pelayan itu sesampainya di depan Dzurriya sambil menyodorkan baki tersebut.Itu aroma bubur yang tidak asing.Bubur itu tampak sangat polos, hanya ada potongan ayam dan jagung yang berwarna pucat. Melihatnya saja tidak berselera. Sudah hampir 3 hari Dzurriya memakan bubur yang sama.“Terima kasih,” ucap Dzurriya, dan pelayan itu pun pergi setelah memberikan baki tersebut. Dzurriya memandang bubur yang masih panas itu, dan menaruhnya di atas meja. Perutnya bergejolak bukan karena lapar, tapi karena ia merasa mual. Selama lima belas menit, ia
Read more
BAB 25
Berbeda dengan Dzurriya yang sempat bengong beberapa saat, Tikno langsung bersikap professional. Ia menegakkan tubuhnya dan menunduk sopan kepada Eshan. “Lakukan pekerjaanmu, Tikno,” ucap Eshan kepada Tikno, yang membuat Dzurriya akhirnya kembali ke alam nyata. “Baik, Tuan,” jawab Tikno. Tikno pun meninggalkan keduanya. Dzurriya mengalihkan perhatiannya dari Tikno, dan sekarang menatap wajah Eshan dengan takut. Ia ingin segera menutup pintu dengan pelan sebelum suaminya itu sadar, tapi gagal. Eshan sudah memegang sisi pintu itu dan menahannya. Dzurriya meringis malu sambil berusaha menarik pintu itu. Namun, tenaganya terlalu kecil dibanding suaminya, apalagi tangannya terlihat begitu kekar di balik kemeja birunya. “A–apa…” Belum lagi ia selesai berucap, tangannya sudah ditarik suaminya menuju dapur. Dzurriya memandang tangan yang digandeng itu. Rasanya begitu hangat dan nyaman meski jantungnya berdetak kencang. Setelah sampai di dapur, Eshan melepaskan tangannya. Dzurriya y
Read more
BAB 26
“MAS?” ulang Eshan tampak heran. Dzurriya terkesiap, takut salah bicara. “A-aku tak pernah memanggilmu sejak kita menikah… j-jadi… maaf.” Eshan tidak menanggapi, hanya memalingkan wajahnya sejenak dari Dzurriya. Melihat itu, Dzurriya pun menggigit bibir bawahnya, terlebih ketika melihat telinga Eshan memerah. Sepertinya lelaki itu sangat emosi. “Kau memang tak perlu memanggilku, kita hanya menikah di atas kertas,” ucap Eshan berikutnya, sambil berjalan menuju ujung meja. Ia pun duduk di sana. “Maksudku, akan tidak sopan memanggilmu Eshan, juga akan aneh kalau aku memanggilmu Tuan, sedangkan kau tak terlihat sepert Bapak bagiku,” Dzurriya mencoba untuk menjelaskan. Eshan tetap tak menjawab, membuatnya semakin berpikir kalau dirinya memang salah ucap. Apalagi ia tak bisa melihat ekspresinya dengan jelas dalam jarak sejauh itu. “Setidaknya ketika kita hanya berdua,” lanjut Dzurriya pelan. “M-maksudku seperti sekarang saat tak ada orang lain. Apakah boleh aku memanggilmu…. Mas?” Dz
Read more
BAB 27
“Ada apa ini?!”Kehadiran Tikno langsung membuat para pelayan menjaga sikapnya kembali. Mereka langsung mundur beberapa langkah menjauhi meja, dan menunduk dengan kedua telapak tangan saling bertumpu di atas perut.“Apa yang kalian lakukan? Kalian di sini digaji untuk melayani keluarga ini bukan dilayani,” lanjut Tikno dengan keras“Kami tidak—”“Aku yang meminta mereka, Tikno.” pembelaan salah satu pelayan langsung disela oleh Ryan.“Maaf, Tuan, saya hanya menjalankan tugas. Mohon mengerti,” tukas Tikno dengan ekspresinya yang tetap tenang.“Nanti aku yang ngomong ke tuanmu,” Ryan tetap bersikeras.“Mohon maaf, kalau memang begitu, saya akan memakluminya setelah Tuan Eshan memerintahkan sendiri kepada saya.”Dzurriya tercenung. Sepertinya Tikno bukan sekedar pelayan biasa di rumah itu karena dia terlihat tidak segan membantah perintah sepupu suaminya itu.Lalu, seolah tidak membiarkan Ryan menyahut lagi, Tikno segera berkata kepada Dzurriya. “Nyonya, mohon bersiap. Kita akan berangka
Read more
BAB 28
“Jalan!” Lelaki itu kembali menodongkan pistolnya di belakang Dzurriya.Dzurriya yang menegang sedari awal hanya bisa menurutinya. Ia berjalan perlahan, sambil melirik ke sana kemari. Ketika menuruni eskalator, lelaki itu berpindah ke sebelah Dzurriya dan merangkul bahunya dari samping. Sontak, wanita itu menjadi pucat, ini pertama kalinya ia bersentuhan dengan seorang lelaki selain Eshan. Belum lagi, ia bisa merasakan ujung pistol tetap mengarah di pinggangnya.Ia berharap Tikno mencarinya dan menemukannya di sini. Sayangnya hanya berpapasan dengan orang asing yang sama sekali tidak membantunya. Sepertinya, lelaki ini sangat ahli menyembunyikan pistol dan ekspresinya.Dzurriya masih tidak berani mengangkat kepala, sampai mereka sampai ke lantai tempat Dzurriya dan Tikno berpisah. Ia mencoba berhenti dan menoleh ke arah toilet tadi, sayangnya lelaki itu langsung menghardiknya, “Cepat jalan!” Akhirnya Dzurriya hanya bisa pasrah.‘Tikno, kamu di mana?’Dzurriya berjalan dengan hati ya
Read more
BAB 29
Ciiit!Suara ban yang bergesek dengan lantai basement itu berdecit dengan sangat keras. Lampu depan sebuah mobil hitam menyorot kuat ke arah Dzurriya dan lelaki di sebelahnya.Kemudian, seorang lelaki berkemeja putih dan bercelana hitam keluar dari mobil itu. Lelaki itu memakai masker, tetapi karena cahaya silau dari lampu mobil, ia jadi tidak bisa melihat jelas wajahnya. Ia berjalan mendekat dengan pelan. Sekarang, lelaki di belakangnya itu mendorong Dzurriya sampai jatuh.Lelaki bermasker itu tampak sangat terkejut, matanya membelalak marah. Namun, belum sempat dia menghampiri Dzurriya, lelaki yang memiliki pistol itu langsung mengarahkan pistolnya ke depan, seolah hendak menantang lelaki tadi.Dalam sekejap, lelaki itu menendang pistol itu dengan mudah, hingga benda itu jatuh beberapa meter darinya. Perkelahian pun tak terhindarkan. Mereka sama-sama kuat, sampai lelaki bermasker itu menendang perut lelaki jahat itu, dan membuatnya muntah darah.Melihat musuhnya jatuh, lelaki berma
Read more
BAB 30
Dzurriya yang menyadari Eshan keluar dari lift, pun berbalik ke belakang. Ia berusaha tersenyum dan menyapa suaminya, tapi lelaki itu malah hanya beranjak tanpa menghiraukannya. Dzurriya berjalan pelan mengikutinya, tapi Eshan terus saja berjalan menuju pintu depan. Dan sebelum dia keluar, Eshan berkata keras kepada Tikno: “Tikno, tutup pintu itu! Aku tak mau siapa pun keluar masuk rumah ini tanpa seizinku.”Tikno langsung menyanggupi perintah itu dan terlihat menutup juga mengunci pintu dari luar.*****Karena malam kemarin Dzurriya gagal berbicara dengan Eshan, pagi ini ia kembali bertekad. Mungkin kalau berbicara langsung akan terkesan aneh, jadi Dzurriya berniat membuatkan kopi juga sebagai alasan.Dzurriya memandang ke arah lift di depannya dengan was-was. Tangannya menggenggam nampan berisi secangkir kopi. Hatinya begitu penasaran dengan reaksi Eshan, tapi pikirannya begitu cemas. Mungkin saja Eshan akan mengabaikannya seperti malam tadi.Setelah keraguan yang panjang, Dzurriya
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status