Semua Bab Transmigrasi Menjadi Karakter Paling Sampingan dalam Game: Bab 11 - Bab 17
17 Bab
Chapter 11
Apakah karena kemarin adalah hari pertama dan banyak yang fokus dengan artefak kepala sekolah? Pandangan mereka kepadaku hari ini jauh lebih banyak dan intens. Berusaha mengabaikan semua hal itu, aku berjalan sampai akhirnya ada di depan pintu kelas. Kreak Semua tatapan menuju ke arahku. “Huh.” Menghela napas singkat aku berjalan ke kursi yang tampak kosong dan jauh dari kerumunan. Baru setelah aku duduk mereka mengalihkan pandangan mereka. Sepertinya pilihanku benar. Beberapa menit kemudian wali kelas 1-B, Profesor Hubert, masuk ke dalam ruangan dia menjelaskan singkat kejadian kemarin dan melanjutkan kelas seperti tidak ada apa-apa. Sama seperti di game, Arcadia tidak ingin membahas perihal pengkhianatan ini secara terang-terangan. Dari kejadian kemarin aku mengetahui satu hal, yaitu betapa tidak sempurnanya informasi yang aku ketahui perihal skenarionya. Seberapa kuat ingatanmu, kau tidak akan bisa tahu apa yang belum pernah kau lihat. Yang artinya, aku merasa seperti berd
Baca selengkapnya
Chapter 12
Walaupun kepala sekolah menyayangkan penolakanku, Bertha yang ada di sampingku membantuku meyakinkan kepala sekolah.Dengan senyum menyerah, kepala sekolah melepas kami berdua dan aku pun berjalan kembali ke asrama. Aku sendirian sejak Berha kembali ke perpustakaan sebelum aku keluar dari ruangan. Pada saat aku berjalan menuruni tangga, ada seorang perempuan dengan rambut putih bersih disana melihatku. Silhouette Cloak yang menggantung di pundaknya masih terlihat kaku dan canggung untuknya.Menundukkan kepala memberikan salam kepada Amelia, aku berjalan melewatinya berusaha menuruni tangga. Tapi saat kita saling sejajar dia memanggilku.“Edward. Kita sekelas bukan?”Walaupun terkejut aku menjawab, “Kamu…Amelia. Ya, kita sekelas.”Kemudian dia melirik saku kanan celanaku, “Di sakumu, terdapat artefak.”“Apa yang kau maksud?” tanyaku bingung.Amelia melihatku dengan tatapan tajam, “Tidak perlu bohong. Jubah ini bisa mendeteksi keberadaan artefak.”Aku tidak menyangka dia sudah bisa men
Baca selengkapnya
Chapter 13
Hari demi hari berlalu kulalui dengan membantu anggota osis menyelesaikan masalahnya. Karena aku tidak punya kegiatan lain selain ke perpustakaan atau kelas, aku tidak begitu punya masalah. Aku juga tidak perlu khawatir mengganggu progres Nova karena osis seingatku tidak terlalu disinggung dalam gamenya. “Edward. Terima kasih selama 2 minggu ini.” Kata Ethan sambil memberikanku teh panas. Akhirnya setelah 2 minggu lamanya, permasalahan di hari pertama semester 2 mendekati akhirnya. “Terima kasih, ketua.” Aku menerima tehnya. Menyeruput teh panas itu dengan hati-hati aku merilekskan tubuhku di ruangan osis. Berkat aku yang setiap hari datang kesini setiap ada waktu luang, aku mengingat semua wajah dan nama para anggota osis. Hubunganku dengan para anggota inti osis juga menjadi lebih dekat selama 2 minggu. Rasanya aneh, aku bukan anggota osis tapi aku malah sering ke sini bagaikan orang dalam. Para anggota lain yang mengenal Edward sebelumnya juga menghindariku pada awalnya, t
Baca selengkapnya
Chapter 14
Amelia menatap Edward yang berdiri di depannya menatap benci ke arahnya. “Apa?” tanya Edward. Pada awalnya Amelia hanya berencana mengintimidasi Edward karena dia tahu jika Edward tidak memiliki kemampuan sihir yang lebih. Jadi dia mengira Edward akan patuh saat dia berusaha mengancamnya. Tapi hal itu terbukti salah. ‘Wajahnya sama saat dia berhadapan dengan profesor Libert waktu itu.’ pikirnya. Edward pada saat berdebat dengan profesor Libert tidak banyak berekspresi seperti mesin. Tapi setiap tatapan, pilihan kata, dan gesturnya begitu kuat sampai sekelas profesor Libert pun bergetar saat itu. Edward mungkin tidak tahu dan menganggap jika Profesor Libert lah yang menjadikannya lebih terasingkan seperti sekarang. Tapi Amelia dan teman sekelasnya yang melihat perdebatan itu tahu, rasa yang muncul saat melihat Edward mengalahkan profesor Libert tanpa ampun adalah ‘Ngeri’. Walaupun tidak memiliki kemampuan praktik sihir yang bagus, otaknya menampung semua pengetahuan yang sekelas
Baca selengkapnya
Chapter 15
Tidak ada peraturan khusus yang diterapkan dalam duel Nova dan Liben. Selain tidak boleh membunuh satu sama lain, mereka bebas menggunakan sihir apa untuk memenangkan pertandingan mereka. Sampai lawan berkata menyerah atau tidak sadarkan diri, mereka bisa tetap bertarung.Aku berpikiran untuk memanfaatkan kesempatan ini untuk melihat dengan baik kemampuan protagonis. Tapi jadi tidak fokus saat kepala sekolah datang dan duduk dengan santai di sampingku.“Pertandingan antara murid kelas satu Nova, dan murid kelas 2 Liben akan dimulai.” Suara profesor yang menjadi wasit terdengar.“Hahaha! Tidak kusangka akan terjadi hal menarik saat aku diam mengurus dokumen di ruanganku.” Kepala sekolah sekarang menggunakan persona malas-malasannya dan melihat Nova dan Liben dengan ketertarikan.“Nova yang dipilih oleh kerajaan karena bakatnya dan Liben yang dididik keras oleh keluarganya sampai menjadi jenius saling bertarung. Menurutmu siapa yang menang?” tanya Kepala sekolah kepadaku.Aku tetap diam
Baca selengkapnya
Chapter 16
Pertandingan antara Nova dan Liben menjadi pembicaraan hangat di seluruh Arcadia. Dilabelkan sebagai pertandingan antara Jenius masa lalu Vs Jenius masa kini. Aku yang mendengarnya tidak bisa menahan untuk tertawa. Bagaimana tidak? Mereka bahkan tidak berbeda sampai 1 tahun tapi sudah dibedakan menjadi masa lalu dan masa kini. Ethan juga berkata jika itu terlalu membual dan segera menekan judul menggelikan itu. Selain hal itu, aku tidak mengalami hal-hal yang menarik untuk dibicarakan. Hari-hari berlanjut denganku yang pulang pergi Arcadia dan asrama serta mencari petunjuk tentang Edward bersama Estelle. Sayangnya, tidak ada petunjuk apapun yang memuaskan. Estelle juga kecewa karena dia tidak menyangka sesulit ini untuk mencari petunjuk untukku. “Akh!” Aku terpental saat Vintage melancarkan serangan kepadaku membuatku terjatuh ke tanah. Vintage melihatku dengan tatapan terkejut, “Belajarmu cepat Edward.” “Apa itu cemooh?” tanyaku sambil melihat langit pagi. Melihat pertandinga
Baca selengkapnya
Chapter 17
“Bagaimana dengan Libert?” Tanyaku kepada Bertha yang tergeletak malas di lantai perpustakaan. Rambut panjang berwarna biru lautnya tergerai lebar mengisi permukaan lantai dengan luas. Gaun yang biasanya dia pakai juga menjadi kusut saat di berguling-guling kesana kemari. “Aaaaaaa.” Bertha tidak menjawabku dan tetap berguling-guling dengan wajah kecewa. “Hei. Aku tanya bagaimana dengan Libert.” Aku cemberut dan bertanya lagi. Tapi tubuh Bertha tetap berguling mengabaikan kalimatku. Roh ini masih ngambek karena dia kalah. Aku mendengus, “Kau itu roh yang sudah hidup lebih dari ratusan tahun. Kenapa kau masih ngambek saat kalah permainan seperti ini?” Bertha berkedut dan berhenti berguling, bangkit ke posisi duduk dia melihatku dengan tatapan dengki, “Kalau aku kalah 1 atau 2 kali aku tidak akan sekecewa ini. Tapi ini sudah lebih dari 300 permainan dan aku belum menang. Bagaimana aku tidak kecewa?” “Bukannya malah kau seharusnya terbiasa?” Kali ini Bertha yang mendengus, “Hah! M
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status