All Chapters of Terpaksa Menikahi Pacar Adikku: Chapter 21 - Chapter 30
32 Chapters
Bagian 21
Pagi-pagi, Freya sudah terjaga. Dia membantu Tyas untuk menyiapkan barang bawaannya. Kinasih dan Adam sudah sangat memenuhi kamar gadis itu dengan semua kebutuhan anaknya. Dengan harapan saat nanti, Freya yang mereka ketahui tengah terbaring di rumah sakit sembuh, ia tidak perlu merasa bahwa orang tuanya tidak memberikan apa pun untuknya.Sekarang, Freya yang mendapatkan semuanya. Dia telah memiliki semua hal.Ponselnya berdering lagi setelah semalam. Ia melihat nama Dinda di sana.Wajah Freya tersenyum tipis dan menggeser ikon hijau untuk menjawab panggilan sang adik."Kakak benar-benar tidak pulang, ya? Hari ini, Dinda tidak masuk sekolah. Dinda demam, Kak," keluhnya di seberang.Freya terenyuh, biasanya dia yang selalu merawat adiknya ketika hendak ke sekolah, bahkan juga saat tengah demam. Gadis cilik itu memang sangat sering sakit ringan seperti sekarang."Mas Raja ada? Maafin kakak, ya, Dinda," sesal Freya. Dia tidak seharusnya memutus
Read more
Bagian 22
Sean termangu di depan cermin. Sungguhkah tidak ada yang sepaham dengannya? Berulangkali dia mengatur napas, menarik dan mengembuskannya perlahan agar dia lebih tenang.Sampai saat ini semua tidak berjalan dengan mudah. Setelah ini semuanya akan semakin sulit. Sean tidak bisa bayangkan bagaimana perasaannya setelah Freya bertemu dengan kekasihnya— kekasih yang sesungguhnya."Zia—" rintih Sean. Air matanya mengembun. Pandangannya kabur. Sean berusaha untuk membendung tangisnya."Tuan? Apakah semuanya baik?" panggil seseorang dari balik pintu.Siapa yang kira bahwa pria itu pergi dan berada di salam sana sudah terlalu lama.Pria itu lekas membasuh wajahnya. Menyingkirkan sisa-sisa air mata yang membuat wajahnya terlihat mengenaskan."Maaf," jawab Sean setelah berhasil membuka pintu.Seorang pramugari tersenyum tipis seraya mengangguk."Jika butuh sesuatu Anda bisa katakan pada kami," tambahnya.Akan tetapi, Sea
Read more
Bagian 23
Pukul sembilan waktu London, Sky sudah sadarkan diri. Gea menyuapinya, sementara Zia duduk dengan tenang di sisi ranjang memainkan ponsel di tangan.“Kenapa muka lo tegang gitu, sih?” seloroh Gea. Dalam diam ia memerhatikan raut wajah sang kaka yang tidak seceria biasanya.“Ada job dadakan? Enggak ‘kan?” tambah Gea. Tahu betul bagaimana jadwal syuting gadis centil itu.Zia menggeleng. “Enggak. Aku udah batalin semuanya. Lagian, kita udah bahas masalah ini ‘kan kemarin?”“Ya terus kenapa? Dari kemarin kamu pantengin hp terus!” dengus, Gea. Ia melanjutkan tugasnya memberikan suap demi suap kepada kakak tersayangnya.Saat itu juga pintu ruangan Sky terbuka. Freya berdiri di ambang pintu dengan senyum yang berbinar. Matanya langsung menyorot ke tempat di mana Sky terbaring dengan kaki terangkat. Dibebat oleh sesuatu yang terlihat sangat keras.Freya mendekat dan senyum Sky melebar. Ia bahkan terlihat sangat antusias dan hendak menegakkan tubuhnya. Gea mencoba melarang, tetapi tidak dihirau
Read more
Bagian 24
“Lo nggak mau ngomong?” sergah Sky pada Freya.”“Aku sudah katakan yang harus aku katakan, Sky. Tapi kamu selalu menyangkalnya. Kita bisa lakukan tes DNA kalau anaknya sudah lahir nanti,” kata Freya dengan menahan air matanya.Dia tidak ingin terlihat membela Sean, karena tidak ada sedikitpun cinta untuk lelaki itu. Hanya ada rasa kemanusiaan, hanya ada rasa kasihan untuk pria yang sangat baik itu.“Tidak perlu. Aku akan rawat anak itu. Jangan sakiti bayinya , lakukan apa pun yang kalian mau. Tugasku hanya menjaganya sampai anak itu lahir ‘kan?” tukas Sean.“Ya emang kudu lo yang jaga ‘kan? Dia anak lo, setan!”“Sky, cukup! Jaga ucapanmu. Bagaimanapun aku— tetap lebih tua darimu. Kau boleh tidak anggap aku sebagai kakakmu, tapi— tolong ucapkan kata yang sedikit sopan,” papar Sean.“Bullshit,” gumamnya. Pria itu memalingkan wajah tidak ingin menatap sang kakak.“Sky, aku minta maaf untuk kesalahanku. Asal kamu tahu, dia sangat mencintaimu. Dia selalu memujimu, dia selalu menginginkanmu
Read more
Bagian 25
"Abang jauh lebih baik dari Kak Sky. Kapan Abang akan menyadari hal itu?" Zia menyentuh punggung tangan Sean. "Kenapa Abang suka sama dia? Kenapa Abang mau sama wanita yang udah punya pacar?" Zia sungguh tidak mampu menahan keingintahuannya. "Abang tidak tahu. Dia datang begitu saja dalam hidup abang. Dulu— Freya adalah wanita humoris, Zie. Dia adalah wanita yang ceria sama sepertimu. Kukira dia akan menjadi penerusmu. Gadis terbaik yang Abang miliki."Zia menggeleng. "Tidak akan ada wanita sebaik Zie. Tidak ada wanita yang bersyukur memiliki Abang. Cuma Zie, tapi— aku pastikan sebentar lagi, Abang akan temukan wanita ke duanya," kata Zia menyemangati. "Ya, kamu benar. Ternyata memang tidak ada yang sebaik little pony abang. Mungkin jodoh abang bukan wanita. Tapi, kematian."Lagi-lagi Zia menggeleng. "Tidak boleh! Abang tidak boleh mati. Abang harus tetap hidup sampai Zie menikah dan beranak pinak! Zie ingin anak-anak Zie kenal sama paman terbaiknya. Zie pengen mereka seperti Abang
Read more
Bagian 26
Gea mendekati sang kakak dan mencekal tangannya. "Kita pergi dari sini. Abang nggak perlu lakukan apa pun buat mereka! Perempuan seperti itu tidak layak buat Abang!" pekik Gea. Sean yang semula menekuk mukanya sangat dalam seketika kebingungan dan melangkah bersama tarikan Gea. Setelah keluar dari ruangan itu, dokter yang menangani Sky berpapasan dengan mereka. "Sean? Benar?"Sean menoleh dan menatap wajah pria berambut blonde tersebut. "Mas Rayyan?" Pria itu mengangguk. Keduanya berpelukan setelah Sean melepaskan jeratan tangan Gea.Gadis itu mendengus kesal melihat dua pria yang saling berpelukan itu, ia geli dan jijik. "Kamu apa kabar? Aku kira kamu nggak akan datang." Tentu masih ingat Rayyan bukan? Dia adalah anak dari Ivy, sahabat terbaik Divya. "Datanglah, Sky adikku. Bagaimana aku tidak datang. Apakah semuanya baik-baik saja, Mas?""Baru saja aku mau mengajakmu ngobrol masalah ini. Ayo!" ajak Rayyan. Sean mengangguk dan Gea membuntuti keduanya. Setibanya di ruangan Ra
Read more
Bagian 27
"Cari apa, Bang?" seru Zia saat mendapati sang kakak kebingungan. Mereka, Zia dan Sean sama-sama memiliki perasaan yang lebih peka.“Ponsel Abang,” jawab Sean tanpa menoleh ke arah adiknya. Ia sibuk celingukan merogoh ke dua sakunya secara bergantian. Dia lupa, bahwa pagi tadi, ia langsung pergi begitu saja tanpa memedulikan benda persegi panjang itu.Zia lekas mengulurkan ponsel miliknya. "Pakai punya Zie aja," katanya dengan ceria.Sean menerimanya dan mencari kontak milik Ivy. Matanya melihat deretan pesan yang dikirim Zia pada bibinya itu. Ternyata gadis cantik dengan rambut panjang itu jauh lebih sering bertukar kabar dengan sang bibi."Iya, Sayang," seru Ivy saat menerima panggilannya. Akan tetapi matanya membola saat tahu siapa yang memenuhi layar ponselnya."Sean?!" pekiknya. "Apa kabar, Nak? Kenapa tidak pernah telepon, Ibu? Kamu sehat kan? Kalian di London?" Pertanyaan memberondong itu memenuhi telinga Sean, Zia, dan Gea."Iya, Bu. Maaf untuk itu. Sean— ya, Sean salah—”“Suda
Read more
Bagian 28
Setelah usai dengan makan siang. Mereka memisahkan diri. Sean berkeliling rumah bibinya. Zia memutuskan untuk membaca buku di ruangan milik anak bungsu Ivy. Sementara Gea, gadis itu melamun di pinggir danau yang ada di belakang rumah Ivy. Cukup jauh sehingga dia terlihat menyendiri.“Melamun, Nak?” seru Ivy yang membuat Gea terperanjat dan lekas menoleh ke asal suara.“Ibu, bikin kaget,” protesnya kecil. Ia kembali mengayun ayunan dari kayu tersebut. Menyandarkan kepalanya pada tali tambang yang masih kokoh menopang penumpang ayunan itu.“Apa yang kamu pikirkan, Nak? Ibu juga Mamamu. Percayalah kamu bisa cerita sama Ibu, Nak.” Ivy duduk di bangku yang tidak jauh dari ayunan sedikit ke kiri tepat di samping pohon besar nun rindang. Tangan tua itu sibuk mengupas apel.“Gea bingung. Gue sadar kalau salah sama Abang. Gue jauhin dia karena gue kesel sama dia. Dia itu harapan Papa, Bu. Harusnya dia yang balapan, dia anak pertama, kudunya dia rela lakukan apa pun untuk adik-adiknya dan Papa
Read more
Bagian 29
“Menurut ibu, sebaiknya kamu mundur, Zha. Kamu hanya akan melukai diri sendiri. Sebesar apa pun cintamu kalau ternyata pria itu bahkan tidak melirikmu, untuk apa? Kamu cantik, kamu mandiri, kamu hebat dan juga keren. Kenapa harus mencintai pria yang sama? Dunia ini luas, Sayang,” tutur Ivy.Lagi-lagi Gea tersenyum kecut. Harusnya dia tidak perlu bertanya, karena dia sendiri pun berpikir hal yang sama seperti Ivy, bahwa Sean terlalu baik untuk Freya. Gadis itu bahkan tidak layak mendapatkan secuil perhatian Sean.“Terima kasih, Bu. Jangan bilang sama Zie, ya,” pintanya.Ivy mengangguk sambil menarik kedua sudut bibirnya. Tentu saja dia akan jaga rahasia dusta itu, karena cerita itu hanya manipulasi Gea semata.“Bu— di sini kalian rupanya. Kita harus pulang, Zha. Mas Rayyan bilang persiapannya sudah maksimal. Jadi, kemungkinan besok malam kita akan terbang,” cakap Sean seraya berjalan mendekati dua wanita beda usia itu.“Yakin secepat itu?” Ivy sedikit sedih, mereka belum tuntas melepas
Read more
Bagian 30
Penerbangan yang memakan waktu cukup menjenuhkan. Sky diantarkan langsung menggunakan pesawat milik rumah sakit tempat dirinya dirawat sebelumnya. Tidak satu menit pun, Freya meninggalkan laki-laki itu. tubuhnya terbaring nyaman di ranjang yang hanya muat untuknya. Matanya terpejam dengan ringan.“Hati-hati,” pinta Freya pada Sean yang membantu petugas menurunkan Sky.Pria itu tersenyum sambil mengangguk. Tentu saja, ia akan berhati-hati. Sky tetaplah adiknya.Kini tubuh itu telah dibaringkan di brankar. Sky kembali digeledek ke ruangan pemeriksaan untuk memastikan bahwa kondisinya tetap stabil selama penerbangan yang baru saja dilewati.Mereka semua harap-harap cemas menantikan kabar berikutnya. Selama perjalanan, Sky diberi obat tidur agar tidak membuatnya semakin banyak bergerak dan menghambat proses pengobatannya. Kendati semua tahu bahwa Sky sempat mengalami koma. Mereka tetap tenaga medis profesional dan tahu yang lebih baik dan dibutuhkan oleh Sky.“Boleh saya ikut masuk, Dok?”
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status