All Chapters of Terpaksa Menikahi Pacar Adikku: Chapter 11 - Chapter 20
26 Chapters
Bagian 11
Mobil HRV putih yang dikendarai Sean dan Freya sudah memasuki halaman rumah. Kediaman yang masih menyimpan sejuta kenangan indah dari kedua orangtuanya.Sean memutar langkah guna membuka pintu untuk Freya.Sama layaknya Divya dulu, Freya pun dibuat takjub dengan tanaman yang memenuhi halaman rumah serta di bagian lantai peling tinggi, ia melihay tanaman hias yang bergelayut menjuntai ke bawah."Ayo!" Sean menggandeng tangan Freya sarat akan kasih."Ini rumahmu?"Sean mengangguk. "Juga Sky dan dua adikku yang lain.""Kalian empat bersaudara?""Ya. Sky tidak pernah bercerita?" Freya menggeleng, dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang kekasihnya.Sky hanya terus membahas tentang masa depan mereka kelak serta hobi dan keluarga Freya sendiri. Dia sangat tertutup tentang keluarganya."Mungkin Sky belum menerima kepergian orangtua kita," tandas Sean.Jemari kokoh itu mendorong tuas pintu. Dekorasi dan tatanan bufet se
Read more
Bagian 12
Sean tidak sabar menunggu kembalinya, Freya. Hingga tiba di ambang pintu ia melihat gadis yang dia nantikan tersungkur dengan muka memar di pipi. Tidak hanya itu, ada bekas tusukan kuku di lengannya.“Siapa yang lakukan ini, Freya?” Pria itu tidak habis pikir. Freya hanya seorang wanita. Dia patut dilindungi bukan justru dianiaya seperti itu. Sean juga penasaran siapa pelakunya. Jikalau pelakunya kabur seharusnya dia melihatnya di depan gang bukan?“Kita harus segera pergi, Sean. Aku sudah dapatkan apa yang dibutuhkan,” ajak, Freya tanpa mau menjelaskan rasa keingintahuan yang melanda oleh Sean.“Tunggu, aku ingin tahu kamu kenapa dan siapa yang melakukannya,” hadang, Sean.“Aku akan jelaskan nanti di mobil,” lirihnya.Tanpa diminta lagi, keduanya keluar dari rumah. Sean masih mengedarkan pandang di dalam rumah Freya, hingga gadis itu menarik tangan besarnya. Dia tidak rela melihat Freya yang tadinya
Read more
Bagian 13
Sebuah poster informasi tentang nobar yang akan diselenggarakan di resto tempat Freya berada saat ini. Minggu depan siaran langsung pertandingan balap motogp akan dipertontonkan dan tempat itu menggelar di rooftop restoran. Itulah yang menyita perhatian Freya, hingga dia tidak lekas memesan apa yang ingin dimakan olehnya.Sean menatap ke arah yang dituju oleh netra kekasihnya. Pria itu mengembuskan napas dengan perlahan.“Sebelum itu dimulai, kita sudah tiba di sana, Sayang. Kumohon jangan terlalu banyak pikiran,” pinta Sean. Dia sangat mencemaskan kondisi janin Freya. Kendati saat mereka cek up tadi, semuanya tampak normal. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan hasilnya akan berbeda jika, Freya terusa mermborbardir pikirannya dengan kecemasan pada orang lain— dengan kata lain, Sean cemburu.“Sedetik pun aku tidak pernah bisa mencegah memikirkan, Sky. Kamu yang katakan sendiri ‘kan? Aku boleh melakukan apa pun.”
Read more
Bagian 14
Pukul enam lebih dua puluh menit, Freya dan Sean menjauh dari kolam. Kulit mereka sudah mengerut karena terlalu lama berada dalam air. Ditambah lagi, Freya belum memasukkan sebutir nasi. Kini, masih dengan bathrobe yang membungkus tubuhnya, tangan kecil itu mencengkeram mi dalam cup.Menghirup uap panas mi serta menyeruput kuah pedas yang menghangatkan tubuhnya.Keduanya duduk di resto kecil yang menghadap ke ladang bunga sedap malam. Aroma wewangian alami dari bunga itu menyeruak menggelitik hidung. Menenangkan kendati sedikit mistis."Andai aku hidup di sekitar sini. Aku pastikan setiap hari akan berendam di sana," kelakar Freya sembari menunjuk ke arah kolam yang sebelumnya sudah merendamnya selama dua jam.Sean tersenyum tipis seraya mengangguk. Mulutnya masih penuh dengan mi instan yang sama.Dering ponsel dalam saku Sean membuat keduanya tersadar. Freya sudah menitipkan benda itu sejak menginjakkan kaki di lokasi itu."Oh! Dinda, aku b
Read more
Bagian 15
Sean mengusap wajah dengan senyumnya yang tidak habis kira dengan pikirannya sendiri. Ia mati-matian mencemaskan kondisi gadis yang saat ini masih menikmati pelukan mimpi."Terima kasih, maaf merepotkan, ya," ungkapnya pada housekeeping.Sepagi ini Sean sudah membuat onar dengan para petugas. Nyatanya, apa yang dia takutkan tidak terjadi sama sekali.Freya tidur dengan nyaman dan nyenyak di  ranjang luas nan empuk itu.Pria dengan kaos putih oblong itu duduk di bibir ranjang. Menatap wajah yang begitu polos dan sendu.Tangan Sean terulur membelai dengan lembut wajah ayu dan berseri milik wanita yang—jika bisa, ia ingin miliki sendiri."Kamu membuatku takut, Sayang."Bisakah kamu tidur lebih lama agar aku bisa memandang, membelai dan memilikimu untukku sendiri? Menatapmu terlelap jauh lebih baik ketimbang saat kau membuka mata. Kamu selalu mengingatnya, bukan aku, batin Sean."Hhh aku mau minum punya
Read more
Bagian 16
Sepanjang perjalanan pulang. Freya tidak banyak bicara. Ia hanya membisu di bangku. Mungkin apa yang sempat terpendam mencuat kembali. Mungkin juga dia kembali ingat akan semua permasalahan yang tengah dihadapi.“Aku ingin mengajakmu bertemu seseorang. Mungkin kamu tidak akan mau, tapi ini untuk kelancaran rencana besok, Freya.” Saat itu gadis bermata hitam pekat tersebut menoleh ke arah Sean.“Jangan bilang kalau itu ayah kandungku.” Tidak perlu menjawab, hanya dengan anggukan saja, Freya sudah tahu keabsahannya.“Bagaimana kamu menemukannya?” Suara Freya mengecil. Entah apa yang dia pikirkan sekarang.“Bagas meminta bantuan anak bengkel untuk mencari tahu. Kebetulan orang bengkel itu banyak, Sayang. Jadi dia bisa cepat ketemu.”“Kalau secepat itu berarti dia dekat denganku?” Kedua kali Sean mengangguk.“Apa yang harus aku katakan padanya? Haruskah aku memakinya?” Freya tersenyum getir. Senyum yang sama seperti saat Sean mendapati kekasihnya membanggaka
Read more
Bagian 17
Dua manusia yang duduk bersebalahan. Freya dan Sean, saat ini tengah melakukan ijab kabul. Tidak ada yang istimewa dari acara itu. Bahkan tamu pun tidak ada. Hanya ada ayah dan ibu kandung Freya, Bagas, dan dua saksi dari pengadilan agama.Tidak ada pesta meriah. Tidak ada gaun bermandikan permata, tidak ada permadani yang terbentang untuk menyambut kehadiran mereka. Semuanya serba minimalis. Bukan, Sean tidak mampu memberikan kemewahan serta pesta pernikahan yang menjadi impian calon istrinya. Akan tetapi, ada perasaan yang harus dijaga oleh Freya dan juga Sean. Kendati yang terlihat— Sky sama sekali tidak peduli akan hal itu. Namun, Freya peduli sepenuhnya.“Saya terima nikahnya, Freya Kayyona putri bapak Adam Bachtiar dengan mas kawin berupa emas seberat lima puluh gram dibayar tunai.” Sang penghulu menoleh pada dua saksi dan teriakan kata ‘sah’ itu terdengar oleh tujuh pasang telinga yang ada di ruangan itu.Sean menoleh ke arah
Read more
Bagian 18
“Sejak hari di mana bapak menyerahkanmu pada Gun dan Istrinya, sejak saat itu Bapak tidak berhenti memenuhi kebutuhanmu, Nak. Terus, setiap bulan.”“Kenapa kalian lakukan ini? Kenapa kalian berikan aku pada orang lain?! Aku anakmu ‘kan? Aku darah dagingmu ‘kan?! Kenapa?” berang Freya.“Saat itu, ekonomi bapak dan ibu benar-benar merosot, Nak. Rumah kita terbakar habis. Bapak hanya bisa menyelamatkan dokumen-dokumen penting. Bapak—”“Kalau kalian miskin kenapa harus memutuskan punya anak?!”“Freya,” panggil, Sean. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa wanita itu berpikir kritis seperti demikian.“Ini fakta lapangan, Sean! Seharusnya kalau masih miskin jangan punya anak. Supaya tidak menyusahkan anaknya. Bahkan sampai harus dibuang pada sampah masyarakat. Seperti nasibku!” tekan Freya pada Sean. Sungguh dia masih tidak mampu mengontrol emosinya.“Bap
Read more
Bagian 19
Sembilan belas“Sebenarnya Freya sama sekali tidak mencintai Sean. Freya— tidak menginginkan pernikahan ini,” paparnya dengan gagap.Mungkin ini terlalu cepat bagi mereka mengetahui satu sama lain. Namun, Freya tidak pernah merasakan bagaimana curhat dengan seorang yang bernama ibu. Dia pikir hal itu tidak harus disembunyikan lagi bukan?Kinasih sedikit terkejut dengan penuturan anaknya. “Kenapa begitu, Nak? Lalu kenapa kalian harus menikah jika kamu tidak mencintainya, Nak? Menurut ibu, Sean pria yang baik,” tutur sang ibu.Mobil masih melaju dengan santai. Sesekali mata Freya menyapu pemandangan dan mengamati jalanan yang dia lewati. Sungguh, rute itu adalah perjalanan saat dirinya pergi ke toko buku.“Ini sulit untuk dimengerti, Bu.”“Ibu akan mengerti. Dari dulu ibu ingin memahami anak ibu. Ibu ingin mendengarmu curhat sama ibu. Ibu merasa itu semua hanya mimpi. Melihatmu hanya bisa berbari
Read more
Bagian 20
Ponsel Freya berdering di atas nakas. Gadis itu menoleh dan melirik siapa yang mengirim pesan.“Lihat saja, siapa tahu penting,” bujuk sang ibu. Merasa bahwa anaknya hanya melihat dan enggan memegang benda itu karena dirinya.Freya pun menjulurkan tangannya dan meraih benda itu. Ia buka pesannya dan senyumnya mulai terbit dengan lebar.[Kalau kamu mau, kita bisa berangkat besok] tulis Sean di bawah gambar yang dia kirimkan.Paspor Freya sudah jadi, pun dengan visanya. Dia kira ini membutuhkan tambahan waktu yang cukup lama. Namun, Sean benar-benar menepati janjinya bahwa akan selesai dalam empat hari.Tanpa bertanya Kinasih tahu anaknya tengah bahagia. Dia pun ikut tersenyum meskipun tidak tahu penyebabnya.[Tentu saja, lebih cepat lebih baik ‘kan?]“Bu—” panggil Freya terputus, karena fokusnya masih pada ketikannya. Dia menyetujui ajakan Sean untuk pergi ke London besok.“Hm—&rdq
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status