"Kenapa, kenapa aku tidak mati?"
Lirih gadis itu seraya menatap langit-langit kamar perawatannya."Dokter, Dokter pasien sadar."Suara seorang suster membuat Alina merasa semakin terjaga. Ia menoleh ke arah suara tersebut.Dilihatnya seorang Dokter pria bernama Ridwan, sesuai yang tertulis pada tanda pengenal dokter tersebut, menghampiri gadis itu. Ia memeriksa kondisi dari gadis yang masih terbaring lemah itu.Dua orang suster di kanan dan kiri ranjang tempat gadis itu terbaring juga bersiaga mengecek keadaan Alina. Mereka sigap dengan segala perintah sang dokter."Syukurlah akhirnya kamu sadar juga," ucap Dokter Ridwan.Dokter itu menempelkan stetoskop pada dada gadis itu untuk mengecek detak jantung dan kondisi tubuhnya."Semuanya baik suster, coba nanti mulai kasih makanan yang lembut ya, Sus.""Baik, Dokter," sahut kedua suster itu bersamaan."Oke, kalau gitu saya pamit dulu, nanti kabari lagi perkembangan gadis ini," ucap pria itu.Dokter itu tersenyum pada Alina, lalu ia melangkah pergi ke luar dari ruang perawatan gadis itu. Namun, saat di depan pintu langkah pria itu terhenti dan menoleh ke arah dua suster tadi.“Oh, iya, jangan lupa beri tahu pihak kepolisian kalau gadis ini sudah bangun dari koma,” tegas Dokter Ridwan, lalu ia melanjutkan lagi langkahnya menjauhi ruangan itu.Alina menoleh pada seorang suster yang mengenakan hijab warna putih itu."Saya, saya ada di rumah sakit mana, Sus?" tanya Alina."Kamu ada di Rumah Sakit Lestari," jawab salah suster bernama Irma.“Di Rumah Sakit Lestari? Duh, sejak kapan saya berada di sini?”Kepala gadis itu terasa berdenyut. Ia sampai mengarahkan tangannya menyentuh perban yang melilit di kepalanya itu. Alina mencoba untuk duduk tetapi tak bisa. Salah satu suster langsung memutar knop di ujung ranjang agar ranjang yang ditempati gadis itu bergerak naik.Kedua suster itu saling bertatapan bingung satu sama lain, mereka jadi bingung bagaimana dan darimana harus menjelaskan perihal gadis itu sampai di sana. Alina terus saja mengeluh sakit pada bagian kepalanya, apalagi saat ia mengingat kejadian apa yang menimpa dan membawanya sampai ke rumah sakit itu.“Sebaiknya kamu istirahat dulu, jangan terlalu dipaksakan, apalagi kamu baru sadar dari koma selama satu bulan,” ucap Suster Irma.“Saya koma? Selama satu bulan pula?” tanya Alina makin tak mengerti.Suster Irma mengangguk dengan melayangkan senyum hangat."Ada keluarga yang bisa kami hubungi, Nak?" tanya suster Irma.Alina menggeleng karena ia merasa tak mampu untuk mengingat kejadian apapun yang menimpanya. Ia bahkan tak ingat dengan dirinya sendiri selain kalung dengan liontin nama bertuliskan “Alina” yang ada di lehernya tersebut.Kring… Kring…Suara ponsel Suster Irma terdengar berdering. Alina langsung berteriak dan menjerit-jerit kala mendengar suara ponsel tersebut.“Matikan, matikan!”Gadis itu berteriak sambil menutup kedua lubang telinganya. Wajahnya tampak ketakutan dan terlihat pucat pasi seperti melihat sosok hantu yang menakutkan.Para Suster itu langsung kembali memandang satu sama lain dengan panik. Sontak saja Suster Irma langsung mematikan ponselnya dan menenangkan gadis itu."Panggil Dokter Ridwan, Ya!" pinta Suster Irma.Suster Yaya langsung pergi ke luar ruangan memanggil sang dokter. Tak lama kemudian dokter itu datang dan memeriksa kembali keadaan Alina."Kelihatannya dia mengalami trauma," ucap sang dokter.Suntikan obat penenang membuat gadis itu lebih baik dan akhirnya tertidur kembali. Jika hal itu tidak dilakukan gadis itu masih saja akan menjerit ketakutan.Setelah memastikan kondisi Alina sudah tenang para suster itu lalu pergi dan membiarkan gadis yang terlelap di atas ranjang itu untuk beristirahat.Hening seketika, ruangan kamar perawatan gadis itu terasa sepi karena dari dua kasur di kamar itu hanya ada dia seorang. Beberapa jam kemudian Alina terbangun. Ia bangkit dan mencoba untuk duduk lalu menyalakan TV."Hmmm… hmmm… hmmm… hmmm…."Terdengar suara wanita bersenandung dari arah samping ranjang gadis itu."Suara siapa itu, apa jangan-jangan hanya suara TV ini, ya?” gumam Alina.Lalu, senandung itu terdengar lagi, kali ini gadis itu mematikan TV. Anehnya, suara senandung seorang perempuan makin terdengar. Dilihatnya sepasang kaki yang mengguncang-guncang dengan posisi duduk berada di ranjang sebelah Alina. Sepertinya sosok itu memakai daster berwarna putih, tapi terlihat kusam dan lusuh."Perasaan tadi enggak ada orang, apa pasien baru datang, ya? Umm... maaf, Bu, apa Mbak, ya?"Alina memberanikan diri untuk bertanya."Hihihihihihihihi."Suara perempuan yang sedang bersenandung itu sekarang tertawa terdengar menyeramkan dan membuat bulu kuduk Alina meremang seketika itu juga kala mendengarnya.Alina mencoba membuka tirai samping pemisah dengan kasur sebelahnya perlahan-lahan. Tangannya gemetar saat menyentuh tirai tersebut. Sampai perlahan demi perlahan tirai itu tersingkap dan memperlihatkan ranjang di sebelahnya, dia tidak melihat siapapun di situ.Namun, saat gadis itu mencoba menutup tirai pemisah itu kembali, tiba-tiba…"Hihihihihihihi."Perempuan berdaster lusuh itu sudah berdiri di hadapan Alina. Disekitar mata sosok itu tampak menghitam dengan kedua bola mata merah. Dia tersenyum menyeringai menatap ke arah gadis itu seraya memainkan rambut kusutnya yang berantakan."Aaaaaaa... Pergi...."Alina berteriak sekuat tenaganya, tetapi anehnya tak ada satupun suster yang datang menghampiri ke kamar saat itu."Ka-ka-ka- kamu, kamu siapa?"Sosok perempuan berdaster lusuh tadi langsung menghilang. Alina menutup kedua matanya, dia yakin betul kalau barusan melihat sosok perempuan. Saat menoleh ke kanan tak ada siapapun tetapi saat ia menoleh ke kiri, wajah perempuan yang sudah berselimut darah itu hadir kembali mengejutkannya."Aaaaaaa! Pergi! Pergi!"******To be continue..."Aaaaaaa! Pergi! Pergi!" Gadis itu melempar sosok hantu perempuan itu dengan bantal. Lagi-lagi dia menghilang meninggalkan tawa cekikikan yang membuat bulu kuduk meremang. Degup jantung gadis itu terdengar sangat kencang bahkan melebihi suara detik pada jarum jam dinding yang terdengar."Please... jangan ganggu aku, ku mohon pergilah dari sini, pergi!" pinta Alina lalu ia berkomat kamit membaca surat Al Ikhlas, karena mirisnya hanya surat pendek itu yang ia tau.Sosok perempuan itu muncul dari balik pintu kamar mandi. Ia tertawa lagi lalu menghilang entah kemana. Mungkinkah itu sosok kuntilanak seperti yang pernah ia tonton di film - film horor?Alina berusaha turun dari ranjang dengan menggenggam infus di tangannya. Gadis itu mencari sosok perempuan tadi di kamar mandi, lalu di kolong kasur, kemudian dibalik tirai jendela. Tak ada juga ia temukan sosok perempuan yang tadi. Gadis itu sesungguhnya ketakutan tetapi ia merasa sangat penasaran. Baru kali itu ia dapat melihat sosok hantu
"Hai, Kakak!"Anak laki-laki yang Alina lihat tadi sudah duduk di kursi yang berada di samping ranjang. Ia menyapa gadis itu dan melambaikan tangan. Anak itu melemparkan senyuman dengan wajah pucatnya."Ka-Kamu, kamu hantu, kan?"Sontak saja gadis itu langsung mengalami hilang kesadaran saking takutnya.Seorang pria dengan postur tubuh tinggi, menggunakan kaca mata dan memakai seragam dokter datang ke ruang perawatan Alina sore itu. Ia datang bersama Dokter Ridwan."Selamat sore! Halo perkenalkan nama saya Indrawan," ucapnya pada Alina dengan senyum hangat.Pria itu mengulurkan tangannya pada Alina. Gadis itu mengamati pria di hadapannya itu dengan saksama. Dia melihat nama pada kartu pengenal yang menggantung di saku kemeja seragam dokternya. "Psikolog, dokter kejiwaan? Oh... berarti kau dikirim menemui aku karena mereka menganggapku gila, ya?" tanya Alina.Suara Dokter Ridwan yang tertawa terdengar meski langsung ia tahan. Ia lantas menepuk punggung Indra."Apa semua pasien yang be
Malam itu, Alina terbangun tepat pukul dua belas malam."Duh mau buang air kecil lagi, nih," gumam Alina berusaha mengangkat tubuhnya beranjak menuju kamar mandi di ruangan itu. Ia melangkah perlahan dengan menggenggam alat infus di tangannya ke kamar mandi."Issshhh sakit banget nih tangan," gumam Alina seraya berusaha menurunkan celananya.Setelah selesai menuntaskan hajatnya, ia meraih tuas kloset yang tiba-tiba berbunyi sendiri mem-flush isi toilet."Wuidih bagus juga nih kloset, jangan-jangan pakai sensor yang langsung bersih seketika," gumam Alina.Lalu ia menyalakan keran air dan membasuh wajahnya. Saat ia mengangkat wajahnya terlihat bayangan seorang perempuan di cermin yang menyentak tubuhnya."Astaga... bayangan apa itu?" Alina berusaha mengusap cermin di hadapannya."Perasaan aku aja kali, ya," gumam gadis itu lalu membalikkan tubuhnya untuk keluar dari toilet.Boooooooo!!!Wajah seorang wanita dengan luka sayatan benda tajam menyilang terpampang mengerikan. Luka itu terbuk
Tubuh penuh dengan luka sobekan memperlihatkan tulang bersambut dengan bekas darah dan nanah yang bau busuknya menyeruak. Salah satu korban bahkan tengkorak kepalanya pecah sebagian dan memperlihatkan lelehan otak yang mengalir sedikit demi sedikit itu. "Duh, ini pasti temennya Laila nih datang ke sini. Bodo amat ah, aku ngumpet aja," batin gadis itu seraya bersembunyi di balik selimut tersebut. Alina akhirnya terlelap. Pagi dini hari, suara ponsel Laila berdering dan langsung membuat Alina ketakutan. Gadis itu bangkit dan berusaha untuk meraih ponsel tersebut. Namun, sosok Laila juga terbangun dan hendak meraih ponsel tersebut."Alina, kamu kenapa? Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Laila."Dia akan datang Laila, aku harus matikan hape ini!" sahut Alina."Alina, berikan hape aku!" pinta Laila."Tidak, tidak akan!" Alina langsung meraih ponsel tersebut dan membantingnya ke lantai."Alina, tidak...!" seru Laila.Tiba-tiba, sekelebat bayangan hitam itu terpantul ke dinding ruang pe
Ap-apa, apa itu, Tante?" tanya Alina seraya menunjuk ke arah kebun belakang.Tante Maya menoleh ke arah yang ditunjuk Alina. Tidak ada apapun yang ia lihat di sana."Kamu lihat apa? Enggak ada apa-apa di sana," ucap wanita itu."Tadi aku—""Sudahlah, ayo masuk!" Seorang wanita paruh baya berpakaian daster batik menyambut kedatangan Alina. Asisten rumah tangga itu sudah sejak lama bekerja di rumah besar milik ayahnya sejak gadis itu lahir. Hanya saja di malam kejadian mengerikan itu, Mbok Nah sedang pulang kampung karena ibunya meninggal dunia. "Non Alina!" Mbok Nah memeluk gadis itu dengan erat seiring dengan isak tangis yang terdengar. Wanita itu sudah menahannya sedari tadi dan tak sabar bertemu Alina."Maafin Mbok, Non, hiks hiks."Alina hanya terdiam menerima pelukan tersebut. Meskipun tak sadar kalau bulir bening telah bergulir membasahi pipi mulus gadis itu."Mbok, kamar Alina sudah disiapkan?" tanya Tante Maya."Sudah, Nyonya." Mbok Nah melepas pelukannya dari Alina saat me
Sosok bayi itu tiba-tiba saja tergantung di antara pintu kamar Alina yang terbuka. Wajah bayi itu lalu menoleh ke arah gadis itu dan kedua matanya mendadak terbuka. Terdengar tawa yang mengerikan dari balita berusia satu tahun itu. Sosok bayi tersebut bahkan tertawa lalu menangis, lalu tertawa, lalu menangis lagi dengan suara mengerikan yang langsung membuat bulu kuduk si pendengarnya meremang. Alina langsung menutup daun pintu itu dengan keras. Ia segera menuju ke atas ranjang dan menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Pikirannya benar-benar kacau. Dia merasa sangat ketakutan. Akan tetapi, ia tak mungkin berlari ke kamar Tante Maya dan menceritakan hal tersebut. Gadis itu yakin kalau Tante Maya tak akan percaya dengan cerita hantu. Wanita itu malah akan menganggapnya gila. Tubuh gemetar itu masih meringkuk di balik selimut. Ia coba pejamkan kedua mata lentiknya itu tanpa berdoa."Kumohon, tolong jangan ganggu aku," lirih Alina. Bibirnya gemetar dengan wajah pucat pasi sebelum ak
"Hantu lagi? Hantu Kaila pula? Kamu pasti mimpi buruk, Lin," ucap Tante Maya."Aku enggak mimpi buruk, itu nyata Tante!" Alina masih berusaha keras untuk meyakinkan tantenya itu."Sudah sudah, sudah cukup, kamu masih lelah, kondisi kesehatan kamu juga belum pulih, kamu jadi berhalusinasi bahkan bermimpi buruk. Sebaiknya kamu kembali tidur lagi!" Maya masih tak percaya dengan perihal hantu yang dikatakan Alina. "Tante harus percaya sama aku, bahkan tadi jam sembilanan aku lihat hantunya dedek Delilah. Kepala dedek menggantung di depan pintu kamar aku," ucap Alina menunjuk pintu kamarnya."Lin, Tante mohon ya berpikirlah secara logis. Mereka suka sudah meninggal, mereka udah tenang, enggak ada hantu-hantuan di dunia ini. Tante mau sekarang ini kamu istirahat supaya kamu bisa pulih kembali. Udahlah jangan bahas soal hantu lagi, Tante sebel dengernya!" Tante Maya lantas bangkit berdiri lalu pamit keluar dari kamar Alina menuju kamar tidurnya. Alina menoleh pada Mbok Nah yang sudah sel
Alina memasuki SMA Angkasa. Sekolah yang berada di Jalan Kemenangan nomor satu ini memiliki bentuk gedung yang modern seperti bangunan ruko berlantai sepuluh atau seperti gedung universitas di ibukota.Sekolah merupakan tempat yang digunakan untuk mendidik para siswa dan mempunyai jenjang yang beragam dan sudah diatur dengan baik. Misalnya untuk sistem pendidikan di Indonesia sendiri ada pendidikan wajib 9 tahun dimana setiap anak harus mendapatkan pendidikan maksimal sederajat dengan SMP. Selain itu ada juga pendidikan selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Atas dan selanjutnya bisa melanjutkan ke perguruan tinggi menurut keahlian dan minat masing-masing.Pendidikan sendiri mempunyai banyak hal yang bisa diperhatikan, dimana selain sistem ada juga gedung sekolah atau tempat mendapatkan pendidikan yang bisa dipunyai. Selain dengan mempunyai fasilitas yang terbaik, gedung sekolah modern yang mempunyai desain bagus juga akan membuat siswa dapat menjadi betah ketika berada di sekolah.Dalam