Share

Ch. 5: Lady in the Shadows

Ketika suasana mulai tenang dan Stacey selesai membereskan makan malam yang ia bawa untukku, aku berterima kasih dan ia kembali ke rumahnya. Karena takut, aku menyalakan lampu di setiap ruangan. Entah kenapa sudut gelap membuatku grogi seakan-akan ada sepasang mata tak kasat mata yang memerhatikanku dari ketiadaan.

Aku sudah memeriksa tempat-tempat yang kira-kira bisa menjadi tempat ular atau laba-laba bersembunyi. Tidak ada jejak hewan sama sekali. Meskipun aku cemas, aku tidak ingin menelepon Ayah karena takut mendistraksi beliau dan menambah beban pikiran.

Dengan perasaan campur aduk, aku mondar-mandir di depan ruang tamu. Kusetel TV, tapi tak benar-benar kuperhatikan. Volumenya kubesarkan sebagai suara di belakang layar. Aku lapar tetapi tidak berselera, jadi aku menyumpal roti tawar ke mulutku dan mengunyahnya asal-asalan.

Sekitar pukul sepuluh malam, suara mobil ayah terdengar dari depan halaman rumah. Perasaan lega membanjiriku dan aku segera berlari memeluk ayahku.

"Oh, Katrina! Ada apa? Maafkan Ayah pulang malam lagi." katanya dengan suara lelah. Aku jadi ragu menceritakan kejadian tadi kepada Ayah. Aku mencoba menekan kekhawatiranku.

"Tidak apa, Yah." aku memutuskan tidak bilang apa-apa. "Bagaimana kabar Ibu?" dalam hati aku ingin memastikan Ibu baik-baik saja dan juga ada di tempat. Kalau tidak, apakah itu menjelaskan kejadian tadi sore?

"Begitulah, Kat. Aku cukup bersyukur kalau dia tidak melukai dirinya sendiri." ujarnya muram.

Aku terkesiap, "Ibu melukai dirinya sendiri?"

Ayah menoleh padaku, seakan baru benar-benar menyadari aku ada di sebelahnya. Wajahnya sedih dan rambutnya yang coklat berkilau kemerahan itu tampak lebih gondrong dan berantakan sekarang. Aku tahu ayahku mencoba tabah untuk kami. Akhirnya ia terenyum lelah dan menyapu rambutku ke belakang telingaku sebelum merapikan anak rambutnya sendiri untuk minggir dari matanya.

"Kau tahu, Kat? Terkadang Ayah pun bingung apakah kau sudah cukup matang mendengar berita ini. Ayah sering bertanya-tanya sejauh mana Ayah perlu bercerita. Aku sedih kau harus mengalami ini semua, tapi aku juga ingin tidak ada rahasia di keluarga kita. Kebenaran akan membuat keluarga kita semakin kompak dan kuat." ujarnya mantap. Sisi ayahku yang percaya diri dengan prinsip-prinsipnya adalah salah satu hal yang membuatku merasa aman meski mesti melewati segala cobaan ini.

Aku mengangguk, setuju. Aku sudah hampir SMA dan sebentar lagi akan melewati masa puber. Aku bukan anak kecil lagi.

"Bagaimana kabar Ibu, Yah? Ayo masuk dulu. Stacey seperti biasa baik sekali, membantu keluarga kita dengan homecooked meal. Sementara aku cuma bisa menggoreng telur mata sapi dan membuat pasta dengan saus kalengan." candaku supaya suasana hati Ayah menjadi lebih baik. Usaha yang disambut dengan tawa lepas dan usapan gemas ke kepalaku.

"Ibumu satu sisi semakin baik, tetapi juga saat ia kambuh ia mulai menyakiti dirinya sendiri. Sejujurnya Ayah tidak tahu mana yang lebih baik. Tapi setidaknya, disana ia tidak bisa menyihir. Ayah lebih tenang, bagaimanapun sihir menggunakan mana dan dengan kondisinya ia akan lebih mudah sakit dan berimbas pada mentalnya yang sedang lemah."

Seketika aku membeku. Betul, menggunakan sihir secara berlebihan seperti memanggil kawanan hewan untuk menunggu rumahmu berhari-hari misalnya, akan menggunakan banyak sekali mana. Setelah menyihir dalam kadar normal Penyihir biasanya akan merasa lapar, haus, atau mengantuk. Tetapi pada kadar yang melebihi normal dari segi jangka waktu, jumlah, maupun jarak, ia bisa jatuh sakit, pingsan, mengalami halusinasi atau demensia. Jika mana seorang Penyihir habis tanpa diistirahatkan, Penyihir itu bisa saja mati.

Tapi lebih dari itu, sebuah pertanyaan menohok dalam benakku.

"Ibu tidak bisa menggunakan sihir?" tanyaku dengan suara setengah berbisik. Tiba-tiba saja tenggorokanku terasa kering.

"Tidak bisa, Kat. Sebagian besar sanatorium dan rumah sakit di Voltaire memberikan obat pemberhenti sihir selama mereka dirawat inap. Ada beberapa bagian bangunan yang juga bisa meminimalisir atau bahkan memblokir kekuatan sihir." ayahku menjelaskan sambil menggaruk kening, "kalau tidak salah ada sihir khusus untuk membuat bangunan seperti itu. Sihir untuk membuat semacam dinding magis. Kau bisa bayangkan kalau semua pasien Penyihir yang tidak memiliki kendali menggunakan sihir bersamaan? Tentu harus ada buffer, kalau tidak kami tenaga medis akan kewalahan." pungkas Ayahku.

Bulu halus di tengkukku berdiri. Tiba-tiba ada dorongan kuat untuk menatap sudut dekat rak sepatu di samping pintu depan tempat ular kobra itu muncul tadi sore. Aku terkesiap, melihat bayangan perempuan berambut kusut dengan gaun putih gading berkerah tinggi berdiri disitu. Wajahnya penuh luka. Aku ingin menjerit, tapi alih-alih cuma bisa merasakan nafasku semakin memburu.

"Kat??" panggil ayahku.

Aku menggeleng, mencoba menunjukkan pada ayahku ada perempuan berdiri disana. Sinar lampu taman dan cahaya malam yang memancar ke kaca stensil pintu depan, membuat sinar remang menyinari bagian bawah wajah perempuan itu. Disitu ada senyum simpul yang nampak jahat.

Setelah terpaku selama beberapa detik yang terasa lama bagiku, aku menoleh lagi kepada ayahku. Wajahnya cemas. "Kau tidak apa-apa?"

Aku menggeleng perlahan, lebih untuk menenangkan diriku sendiri. "Tidak apa-apa, Yah. Aku hanya sedih mendengar kabar tentang Ibu."

"Beberapa hari lagi musim gugur, yang berarti semakin dekat dengan hari ulang tahunmu. Kita bisa menjenguk ibumu bersama-sama di akhir perkan sebelum itu."

Aku menelan dengan susah payah. Beberapa kali usaha untuk merayakan hari ulang tahunku bersama Ibu seringkali berakhir kurang baik. Terkadang, di hari Ibu tidak terpancing gara-gara aku, ia tetap akan mengingatkanku untuk tidak menjadi Penyihir. Bukan hanya karena itu hampir tidak mungkin, tapi siapa sih di dunia kami yang bisa memilih mau jadi apa?

Jadi, bukannya merasa senang dan bahagia, hampir setiap waktu aku akan pulang dengan beban pikiran. Akhirnya aku memutuskan sebaiknya kami tidak sering-sering bertemu karena aku takut kami menjadi toxic bagi satu sama lain. Tentu hal ini sangat miris, karena aku sangat merindukan dan mencintai ibuku.

Oktober sebentar lagi, tetapi entah kenapa rasanya amat sangat lama.

 ðŸ”¥

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status