Share

Dua

Ambar menatap jam yang menempel di dinding ketika mendengar bel rumahnya berbunyi. Perlahan dia berjalan ke depan sambil berpikir siapa yang datang. Tidak mungkin itu suaminya karena memang belum waktunya.

Ambar semakin mempercepat langkahnya setelah bel berulangkali berbunyi, wanita pemilik rambut ikal itu penasaran bercampur kesal. Sampai di depan pintu dia sedikit terperanjat melihat siapa yang datang. Ibu satu anak itu tersenyum, kemudian segera membuka pagar.

"Ibu." Ambar segera meraih tangan wanita paruh baya itu, kemudian menciumnya dengan takzim. Setelah itu beralih pada perempuan yang datang bersama ibu mertuanya. Sebenarnya ada rasa ingin tahu siapa perempuan itu, tetapi dia tahan dulu.

"Lama amat, ngapain aja kamu di dalam? Anak cuma satu, suami ndak ada di rumah, pasti kamu tadi habis rebahan sambil belanja online, iya kan?" tanya wanita setengah baya itu bertubi-tubi.

"Aku tadi lagi di dapur. Jadi agak lama bukain pintu, maaf ya, Bu." Ambar mencoba menjelaskan pada ibu dari suaminya.

"Alasan!" gumamnya sambil terus melangkah . "Alif mana?" imbuhnya bertanya.

"Ada di dalam, Bu. Lagi main," sahut Ambar.

"Kamu masak apa untuk menyambut suamimu pulang? Harus yang enak dan sehat ya. Jangan cuma mau gajinya saja, tapi ndak mau membahagiakannya. Suami pulang sebulan sekali, harusnya dimasakin yang spesial, bila perlu semua makanan kesukaannya kamu masakin." 

Ibu suaminya itu terus saja berbicara sambil melangkah masuk ke rumah, sementara Ambar hanya diam mendengarkan. Berbeda dengan wanita yang datang bersama ibunya Rudi itu, dia nampak mengulum senyum seolah senang melihat Ambar diomeli oleh mertuanya.

"Fitri, bawa kopernya masuk ke kamar yang di kanan itu. Jangan salah ya, yang di kiri itu kamarnya Alif." Rahayu memberi arahan pada perempuan yang dipanggil Fitri tadi. Setelah memastikan Fitri masuk ke kamar yang tepat, dia kembali berucap. "Ambar bikinin aku teh melati," titahnya sambil duduk di sofa empuk yang berada di ruang tengah.

"Iya, Bu," sahut Ambar, ia pun segera beranjak ke dapur. Ambar sempat terkejut ketika berpapasan dengan Alif.

"Hati-hati, Kak," pesannya setelah sang putra. Alif tak manyahut, bocah berambut ikal iru hanya mengacungkan jempolnya sebagai jawaban.

"Nenek," panggil Alif sambil berlari menyongsong wanita yang sangat menyayanginya tersebut.

"Cucu nenek yang ganteng," sambut Rahayu penuh cinta. Kemudian wanita yang rambutnya hampir memutih itu mencium kedua pipi gembul milik Alif. Nenek dan cucu itu bercengkrama dengan bahagia.

Di dapur, Ambar berkali-kali menghela napasnya untuk mengurangi sesak di dada, sudah dipastikan rencananya untuk memberi kejutan pada Rudi gagal total. Tidak mungkin dia melakukannya sekarang karena ada ibu mertuanya. Bisa-bisa urusannya tambah runyam dan dia yang akan diberi wejangan panjang. Beberapa cangkir berisi teh sudah siap tinggal meletakkannya di nampan lalu membawanya keluar.

Setelah membuang napas dengan kasar, Ambar mulai mengayunkan langkahnya ke depan, tempat di mana ibu mertua dan anaknya berada. 

"Udah selesai masaknya?" tanya Rahayu pada menantunya itu. 

"Sudah, Bu," balas Ambar sambil duduk di sisi yang lainnya. Hari ini dia memang sudah selesai masak, tapi bukan makanan kesukaan suaminya.

"Nek, aku main lego lagi ya," pamit Alif yang dibalas anggukan oleh neneknya.

"Ibu sengaja datang ke sini sekarang agar bisa bertemu dengan Rudi. Entahlah, Mbar. Beberapa hari ini, ibu merasa ada yang tak beres, tapi ibu sendiri juga ndak tahu apa. Rasanya pingin aja main ke sini. Kangen banget sama kalian," ujar Rahayu panjang lebar.

"Fitri sini!" panggil Rahayu pada wanita muda yang datang bersamanya. "Kalian belum saling kenal kan. Namanya Fitri, anak tetangga sebelah rumah. Ikut ke sini, mau minta tolong agar dicarikan kerja sama suamimu." Kembali Rahayu berujar. Sementara Ambar dan wanita bernama Fitri itu saling berjabat tangan.

"Mbar, kamu ndak keberatan kan kalau untuk sementara ini Fitri tinggal di sini," ucapnya. "Sebelum mendapatkan pekerjaan," imbuh Rahayu.

"Fitri udah pernah kerja?" tanya Ambar pada wanita yang duduk di samping mertuanya itu.

"Sudah, Mbak," jawab perempuan bernama Fitri itu singkat sambil menunduk.

"Kalau boleh tahu kerja apa, Fit?" tanya Ambar lagi. Wanita itu semakin pusing memikirkan keadaan saat ini.

"Mbar, Fitri ini jago masak loh, tangannya itu sedap kalau bikin makanan." Rahayu ikut menyahut.

"Di warung, Mbak." 

"Warung apa? Terus kamu kesini itu rencananya mau kerja apa, Fit?" tanya Ambar lagi. Ibu satu anak itu terlihat putus asa. Masalah yang dihadapinya saat ini cukup pelik, menguras hati dan pikirannya. Sekarang ditambah kedatangan ibu dan orang lain yang akan menumpang hidup dengannya.

"Kamu kenapa sih, Mbar? Kayak ndak suka banget sama Fitri?"

"Bukan begitu, Bu. Masalahnya nyari kerja sekarang itu susah." Ambar mencoba menjelaskan pada mertuanya.

"Bukan kamu yang tak mintain cariin kerja, tapi Rudi. Kamu mah apa? Kerjanya cuma ongkang-ongkang kaki," balas Rahayu ketus.

"Kan Mas Rudi yang nyuruh aku berhenti kerja, Bu," sahut Ambar, wanita itu mencoba bersikap biasa saja. Mertua dan suaminya tak tahu kalau dia punya penghasilan sendiri. Di sela-sela waktu senggangnya Ambar berkarya dalam aksara. Tulisannya sudah nampang di mana-mana dengan nama pena 'Goresan Pena' beberapa ceritanya menjadi best seller di beberapa platform kepenulisan. 

Mendengar jawaban menantunya Rahayu tak bisa membantah, dulu dia juga yang menginginkan Ambar berhenti kerja agar segera hamil. Wanita itu tiap saat menanyakan kapan mereka memberikan momongan untuknya.

"Hari ini kamu masak apa?" tanya Rahayu mengalihkan tema yang diucapkannya tadi.

"Sayur sop sama ayam goreng, Bu," sahut Ambar. Dia tahu kalau itu akan membuat mertuanya mengomel sepanjang waktu, mungkin sampai Rudi sampai rumah.

"Cuma itu saja? Ya Tuhan ... kasihan sekali anakku," ucapnya sambil menengadahkan tangannya.

"Itu kan kesukaannya Alif, Bu. Mas Rudi paling juga gak keberatan. Mungkin besok aku akan masak kesukaannya."

"Ndak usah nunggu besok, dari tadi dijelaskan. Suami itu harus diutamakan, apalagi urusan perut. Sekarang kamu masak rawon. Kalau ndak ada bahannya, sekarang juga pergi ke pasar sama Fitri," titahnya.

"Anakmu sudah tak pantas diutamakan, Bu. Dia telah mengkhianati janji sucinya," batin Ambar meronta.

"Kok malah diam saja! Cepetan! Gitu kok mau disayang suami," gumam Rahayu sambil bangkit dari tempat duduknya. Wanita setengah baya itu beranjak mencari cucunya.

"Mbak? Gimana?" tanya Fitri karena Ambar masih diam saja.

"Ya udah, ayo, Fit," sahutnya kesal. Sempat terpikir olehnya untuk mencampur sedikit sianida di makanan atau minuman Rudi, tapi dia ragu, bagaimana kalau dia dipenjara. Bagaimana dengan nasib Alif. 

"Tidak, aku tidak boleh gegabah. Aku harus membalas perbuatan Mas Rudi dengan cara yang cantik," gumamnya, membuat Fitri menautkan kedua alisnya karena merasa heran dengan sikap Ambar.

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
mulut nya mertuanya Ambar pengen ku jejelin bon cabe level sepuluh tuh
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
mertua wajib dihormati, bukan berarti si mertua boleh semena2. tegas itu perlu dan g usah banyak drama lah jadi istri
goodnovel comment avatar
adit solehudin Gunbat
kenapa jadi banyak iklan ini hadeuh
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status