Share

2

Surganya Lucifer kini dalam keadaan tidak memungkinkan untuk dinikmati dalam jangka waktu dekat. Kasur kapuk itu kini sedang dijemur di atas tumpukan kayu di halaman belakang rumah mereka. Di sana juga terlihat jemuran kayu yang menjemur pakaian dua saudara yang tinggal di rumah itu. Lucifer tampak terduduk bersandar di bawah pohon tepat di samping rumah anjing yang tidak ada anjingnya. Manik-maniknya menatap sendu kasur di depannya, helaan nafasnya seolah ia mendapat cobaan yang teramat berat saat itu. Anak laki-laki itu mungkin akan menangis tersedu-sedu jika cobaan yang lebih berat datang padanya.

Setelah makan siang bersama Sasha dan Herman, perut kenyang dan udara sejuk siang itu membuat Lucifer menguap karena rasa kantuk yang menghampirinya. Ia bisa saja meminta seorang hada untuk mengeringkan kasurnya, namun Sasha tidak akan tinggal diam. Bahkan ayah Herman pun tak ingin ikut campur dengan perselisihan anak-anak yang menakutkan seperti Sasha. 

''Lucifer!'' teriak Sasha dari dalam rumah yang membuat Lucifer bergidik ngeri. Ia sudah tau kali ini alasan teriakan maut adiknya itu. ''Kusuruh mencuci piring, bukan?!'' teriak Sasha lagi di lantai dua yang menatap Lucifer dengan kesal dari jendela.

''Aku harus membantu Mario,'' elak Lucifer yang langsung menghilang seperti angin. 

Mario yang dimaksud adalah pria berumur empat puluhan yang memelihara sapi. Rumahnya bersebelahan dengan Lucifer dan sangat dekat dengannya seperti seorang paman kepada keponakannya. Mario tentunya sudah paham kenapa anak laki-laki lima belas tahun itu melarikan diri ke rumahnya. Tak ingin bertanya Mario membawakan Lucifer seekor sapi betina yang diberi nama Beti. Dengan wajah bertanya-tanya Lucifer menatap heran sapi itu.

''Mario, aku mengantuk,'' ucap Lucifer dengan kiat menolak halus. Pria itu tersenyum tipis.

''Bawa Beti ke tempat yang rumputnya lezat, ikat di pohon lalu kau bisa tidur saat dia makan,'' saran Mario yang tentunya sulit ditolak oleh Lucifer. Ia mengambil alih tali yang dipegang Mario lalu naik ke punggung Beti dengan bantuan Mario. Beti memang sangat besar sebagai sapi betina, tapi dia termasuk sapi pemalas yang tidak suka berjalan jauh. Jadi sangat sulit mengembalanya.

''Yo, Beti. Kita tamasya!'' seru Lucifer kini berwajah cerah seolah memikirkan sesuatu yang sangat menyenangkan. Lucifer menunjuk gunung Sayan yang berada di seberang pulau lalu menarik telunjuknya ke atas dan mereka menghilang dari hadapan Mario.

Pulau Nariti memang terkenal dengan gunung dan bukitnya yang hijau dan cantik, pedesaan dengan pertanian yang tumbuh subur. Gunung Sayan pun merupakan gunung tertinggi Nariti sekaligus gunung tertinggi di Zois. Pemandangan yang layaknya dunia dongeng membuat siapapun penikmatnya terhipnotis. Tak terkecuali Lucifer dan Beti. Keduanya menatap takjub melihat hamparan hutan hijau dari kaki gunung itu. 

''Ayo Beti, kita keatas!'' seruan Lucifer terdengar sangat nyaring seolah dirinya sangat senang. Dengan sekejap mata, anak laki-laki dan sapi itu sudah berada di dataran yang lebih tinggi. 

''Ini lebih mirip bukit daripada gunung,'' ucap Lucifer asal sembari turun dari Beti dan mengikatnya pada sebuah batang pohon. Beti pun langsung melahap rumput hijau di depannya. Melihatnya membuat Lucifer gemas mengelus-elus kepala sapi itu.

''Lain kali kita ke puncaknya ya,'' ajak Lucifer terkekeh pelan. Ia menyapukan beberapa daunan kering dengan kakinya untuk mempersiapkan tidur siangnya setelah kehilangan cukup energi agar sampai di tempat itu. Badannya ia baringkan di dekat pohon hanya dengan beralaskan rumput dan lengan kanan yang menjadi bantalan kepalanya. Matanya menatap sebuah menara yang berdiri tak jauh dari kaki gunung.

''Menara suci di siang hari?'' gumam Lucifer yang kemudian terlelap bersama sejuknya angin pegunungan.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
yon lee
nama sapinya lucu ya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status