Aku sama sekali tidak tenang. Setelah mandi dan kemudian turun ke bawah kembali, aku pergi ke kamar yang diberikan Oma. Perabotannya masih perabotan lama saja. Sepertinya aku harus mengisinya juga dengan perabotan bayi jika mau tempat itu jadi sedikit lebih padat.“Apa sebaiknya aku bertanya pada Ayu?” Aku bergumam saat melangkah ke ruang kerja setelah meninggalkan kamar hadiah itu.Dan langkah kakiku langsung berbelok. Seolah disetir oleh sesuatu yang tidak tampak dan kemudian berakhir di depan kamar Ayu. Hah? Aku sendiri terkejut dengan diriku yang berakhir di sana. Ya, Tuhan. Ada masalah dengan otakku.Aku tahu kalau Ayu pasti sudah tidur saat ini. Kamarnya tidak dikunci kalau aku tidak ada di dalam. Hanya saat aku masuk dan melakukan aktivitas suami istri saja kamar ini mendadak menjadi terlarang bahkan untuk didekati.“Aku tidak akan menganggunya tidur. Akan kulihat sebentar saja dan kembali ke ruang kerja!” Begitu aku menegaskan kepada diriku sendiri apa yang harus kulakukan.Ku
“Kenapa wajahmu begitu? Astaga … akhirnya tiba juga saat di mana aku bisa melihat wajah seorang Gatra yang lempeng mendadak penuh kerutan.” Erlan berseru tampak sangat bersyukur.“Kalau cuma mau membuatku bertambah pusing saja, toong pergilah! Aku sedang tidak mau berbicara denganmu saat ini.”Erlan tertawa terbahak-bahak dan kemudian menepuk pundakku. Namun, aku sama sekali tidak merasa terhibur dengan tawanya. Malahan aku semakin kesal saja dengan sikapnya itu.“Masalah yang kemarin ya?” Erlan kemudian mengedikan bahu seolah sama sekali tidak peduli.“Bukan!” Aku menjawab.“Bukan? Lalu apa?” Gatra memandangku dengan cara mendongak cukup tinggi dari tempatnya duduk. Cukup lama ia melakukannya, tetapi karena aku tak kunjung menjawab kembali diturunkan pandangannya.“Aku merasa aneh, Erlan!” Aku akhirnya menemukan kata-kata yang tepat untuk dikatakan pada Erlan. Memang itu yang aku rasanya sejak bersama dengan Ayu. “Aku memaklumi semua tindakan yang dilakukan Ayu, entah itu sesuatu yan
Aku pernah pergi ke kelurahan saat menemani Paman mengurus kartu keluarga dulu. Yang disebut kantor adalah sebuah bangunan satu lantai yang berisi banyak meja dan kursi tunggu di bagian depan dan beberapa ruangan yang berisi karyawan kelurahan.Akan tetapi, bukan berarti aku tidak tahu jenis kantor yang semacam ini, sebuah gedung tinggi yang tak ketahui jumlah lantainya, menjulang hingga membuat bayang-bayang rasaksa ketika ditimpa matahari dari sisi barat atau timur.“Nyonya!” Muni menegurku.Aku menunduk, tetapi tak bisa mengusir ekspresi kagum dari wajahku sedikit pun. Erlan tergopoh-gopoh keluar dari pintu yang otomatis terbuka dan tertutup saat orang-orang mendekat.“Dia menyuruhku sini tanpa memberitahuku siapa yang datang, ternyata si cantik. Apa kabar?” Erlan mengulurkan tangan, mengajakku bersalaman.Bukannya aku menyukai Erlan, ia sama saja dengan semua orang di rumah Gatra. Semuanya mengharapkan sesuatu dariku. Akan tetapi, dibandingkan yang lainnya, Erlan menatapku layakny
Wanita itu menggodanya dengan cara seorang penjahat wanita yang sering kulihat di televisi akhir-akhir ini. Bukan aku yang menonton, tetapi Muni. Ia heboh sekali setiap si penjahat wanita itu muncul dan mewanti-wanti.Pokoknya nyonya jangan biarkan yang begitu muncul di antara Nyonya dan Tuan! Begitu katanya padaku dengan intonasi tinggi dan kemarahan yang menyala-nyala.Yang tidak aku pahami adalah kenapa aku harus mewaspadai orang seperti itu. Aku jelas telah menjadi musuh untuk Alina. Setidaknya Alina telah menganggapku sebagai musuhnya saat ini. Aku tidak menyukai Gatra. Aku menyangkalnya setengah mati walau pun merasa kalau sikap penyangkalanku sangat memalukan.Perasaan tidak enak saat kulihat wanita yang dipanggil itu datang menyodorkan dadanya secara terang-terangan padahal ada aku di sana benar-benar mengesalkan. Aku ingin melakukan sesuatu untuk memberitahunya keberadaanku.Namun, pertanyaannya adalah apakah boleh aku merasa seperti itu. Aku memalingkan wajah dan wanita itu
Telepon di tengah malam itu mengagetkanku. Alina mencoba bunuh diri, katanya. Kantukku langsung lenyap dan aku bergegas meninggalkan rumah hanya menggunakan pakaian tidur yang kugunakan.Namun, rumah Alina sepi-sepi saja. Sama sekali tidak terjadi euforia kepanikan. Bukankah itu aneh mengingat Alina adalah anak semata wayang mereka? Aku turun dengan sandal tipis dan pakaian tidur yang langsung membuatku mengigil karena udara malam.Bel bergema di dalam rumah. Tak lama pembantu rumah tangga yang tampak mengantuk membuka pintu. Ia tak mengatakan apa-apa padaku. Kesadaranku kalau ini adalah sebuah tipuan langsung muncul.“Mana Alina?”“Nyonya muda ada di atas, di kamarnya, Tuan!”Aku memaki di dalam hati. Dengan langkah cepat-cepat aku menaiki tangga menuju kamar Alina semasa gadis. Di depan pintu kamarnya ada mami Alina yang tampak setengah mengantuk, melemparkan senyum yang memintaku untuk maklum.Setelah membuatku hanya berkendara dengan separuh jiwa sama sekali tidak ada permintaan m
Aku tidak tahu bagaimana Gatra menjadi lebih sensitif tentang kondisiku. Tetapi, sejak malam ia datang ke kamarku dan tetap di kamar sampai akhirnya pagi datang tanpa kami sedikit pun bercumbu, semuanya menjadi sangat aneh.“Kamu harus lebih banyak konsumsi buah dan protein!” Dia meletakan paha ayam lainnya setelah aku sukses menghabiskan yang sebelumnya.Perutku sudah kenyang dan yang aku inginkan adalah berjalan-jalan keluar untuk menghirup udara. Kehamilanku belum terlalu besar, tetapi aku mulai merasa sangat berat sekarang ini.“Aku tidak mau lagi!” tolakku.Yang aku lihat setelahnya adalah tatapan sedih Gatra.Bukankah ia adalah iblis yang sama dengan yang membeliku bagaikan barang hari itu? Ia bahkan memaksaku untuk meneken kontrak!“Hanya satu! Hanya satu lagi!” teriakku menyerah dan menyambar paha ayam yang dikukus dengan menakjubkan itu.Aku yakin aku bisa memakan satu potong lagi. Dan aku akan mengeluarkan seluruh isi perutku saat Gatra menyodorkan yang lainnya untuk ketiga
Bagaimana kamu memandang Ayu, Gatra?Bagaimana aku memandang Ayu? Aku memikirkannya di dalam kantor. Untungnya tidak ada berkas yang perlu kupelajari dan kutandatangani secepatnya. Kemarin semua kerja sama yang memerlukan peninjauanku telah diselesaikan dan kini mulai dijalankan.Saat pertama kali mendengar soal Ayu, aku menilainya sebagai jalan keluar dari masalah yang sedang kualami saat ini. Apalagi tampaknya orang yang berkoar-koar tentang gadis yang diasuhnya itu mementingkan uang dibandingkan keselamatan manusia.Begitu aku tahu kalau yang dijual oleh manusia yang bahkan tidak pantas disebut manusia itu adalah gadis yang terkurung di dalam sebuah lingkungan yang buruk, aku kasihan dan gelisah.Aku mulai bertanya-tanya apakah hal yang tengah aku kerjakan ini benar? Secara hukum jelas itu masalah. Yang tengah aku alami adalah perdagangan manusia.Mendadak rencanaku yang hanya melakukan pembuahan melalui bayi tabung lenyap. Otakku berteriak kalau yang kulakukan tidak benar. Dan sat
Jantungku berdebar-debar bahkan setelah merebahkan diri di peraduan. Kenapa? Apa sekarang selain hamil aku juga mengalami masalah dengan jantung. Aku membuang napas beberapa kali sebelum akhirnya menyerah untuk mencobanya. Bukan apa-apa. Memang apa salahnya dengan penyakit tambahan, semua orang akan mati pada akhirnya.Kupejamkan mata, hendak tidur. Antara sadar dan tidak sadar aku mendengar pintu terbuka. Aku pikir itu hanya khayalanku belaka. Sampai aku merasakan seseorang sudah tidur di sampingku. Pegasnya melesak ke bawah jauh sekali.Aku membuka mata sedikit untuk melihat siapa itu. Sebelum membuka mata pikiran buruk telah menghampiriku lebih dulu. Kenangan semasa kecil datang dengan sangat cepat. Dongeng tentang makhluk-makhluk yang lebih di kenal sebagai dedemit di kampungku.“Ada apa?”Mataku jadi terbelalak lebar melihat siapa yang ad di sampinhgku saat ini. “Gatra?” tanyaku hampir tidak percaya.Setelah pengumuman bahwa aku akhirnya hamil datang, Gatra tidak pernah lagi sing