Share

Bab 3

Tubuhku rasanya sudah sangat lemas. Tidak ada tenaga lagi yang tersisa. Kutekuk kedua kaki untuk tempat bersembunyi saat menangis. Ya Allah. Sudah dapat di pastikan jika Mas Aksa yang mengambil semua perhiasanku tadi. Saat dia mengacak-acak lemari karena mengira aku menyembunyikan uang tabungan di bawah baju. Dia melihat kotak perhiasan yang sudah aku beli sejak tahun lalu tanpa sepengetahuan Mas Aksa dan Ibu mertua. Teganya dia melakukan ini padaku. Perhiasan emas yang ia serahkan sebagai mahar sudah aku jual sebagai tambahan modal untuk membuka warung. Seharusnya dia tahu jika semua perhiasan di dalam kotak itu adalah milikku karena bentuknya berbeda dengan perhiasan yang di berikan olehnya dulu.

Nyatanya aku memang sudah teledor dalam hal ini. Dengan yakin menyimpan kotak perhiasan di bawah tumpukan baju. Merasa Mas Aksa atau ibu tidak akan pernah mengetahuinya karena Mas Aksa tidak pernah mau mengambil pakaian sendirinya. Padahal perhiasan yang aku simpan tergolong mahal. Jika di total semuanya ada lima belas juta. Satu set lengkap mulai dari anting-anting, kalung, gelang dan dua cincin. Di tambah perhiasan untuk si kembar yang akan aku berikan pada mereka kelak saat sudah dewasa.

Sejak awal semua ini salahku yang melawan perintah mendiang Ibu untuk membatalkan pernikahan dengan Mas Aksa. Kini kehidupan seperti ini yang harus aku jalani. Entah sampai kapan aku harus bertahan dengan Mas Aksa. Namun, aku tidak bisa membiarkannya mengambil perhiasan emas yang aku beli dari hasil jerih payahku sendiri. Aku harus bertanya langsung pada Mas Aksa. Urusan perhiasan emas itu harus di selesaikan malam ini juga. Dia bisa merampas uang yang kuhasilkan, tapi tidak dengan perhiasan itu.

Aku bangkit lalu berjalan keluar kamar. Ruang tamu dan ruang tengah sudah kosong. Sayup-sayup aku bisa mendengar suara Mas Aksa yang sedang bicara dari arah teras. Dengan langkah perlahan aku berjalan agar mereka tidak menyadari kehadiranku. Rupanya Mas Aksa dan Ibu tengah bicara sambil duduk di kursi teras. Kuambil hp lalu menyalakan video untuk merekam semua perkataan mereka sebagai bukti. Jika memang aku terpaksa melaporkan hal ini ke kantor polisi.

“Kamu yakin kalau semua perhiasan ini punya Dania, Sa?” tanya Ibu skeptis. Dari balik jendela aku bisa melihat jika Ibu memegang kantong plastik hitam. Ia mengeluarkan kalung emas yang merupakan milikku.

“Aku yakin sekali Bu. Dania tidak akan bisa mengelak karena perhiasan ini di simpan di bawah tumpukan baju. Ada untungnya juga tadi aku mengacak-acak isi lemari. Setelah menemukan kotak perhiasan segera aku ambil isinya lalu menyembunyikan kotak itu di bawah lemari.”

“Kalau Dania tanya bagaimana?”

“Nggak perlu khawatir. Dania tidak akan berani melawan Bu. Dia pasti akan ikhlas jika Ibu menggunakannya," jawab Mas Aksa yang menggampangkan masalah.

Memang selama ini aku selalu membiarkan mereka mengambil uang tabungan atau bahkan sampai meminta uang ke warung. Karena aku berpikir toh uang juga akan habis. Aku juga masih punya tabungan dalam bentuk lain yang tidak pernah di ketahui oleh Mas Aksa. Salah satunya adalah satu set perhiasan emas yang tersimpan rapi di bawah tumpukan baju. Kali ini aku tidak akan mau mengalah karena sudah mengantongi bukti berupa video. Kusimpan video itu dalam beberapa file.

Cklek

Suara pintu depan yang terbuka mengalihkan perhatian mereka. Mas Aksa tidak nampak terkejut melihat kehadiranku. Ibu sempat gelagapan sejenak sebelum akhirnya tersenyum dengan wajah mengejek. “Kamu bilang nggak punya simpanan. Dasar pembohong. Untung saja Aksa berhasil menemukan perhiasanmu.” Kata Ibu sambil menggoyang kantong plastik di tangannya.

Dengan gerakan cepat aku merebut kantong plastik itu. Membuat Mas Aksa dan Ibu terbelalak kaget. Mas Aksa berdiri hendak meraih perhiasan emas yang berhasil aku amankan. Tapi, dia gagal karena aku terus melangkah mundur hingga ke pinggir jalan.

“Cepat serahkan perhiasanmu Dania. Ibu membutuhkannya untuk membayar dp agar pernikahan adikku bisa terlaksana.” Bentak Mas Aksa tidak peduli dengan lalu lalang kendaraan di jalan yang melihat pertengkaran kami.

“Kalau kamu memaksa aku akan menjatuhkan diri di jalan dan mengatakan pada semua orang jika Ibu yang sudah mendorongku agar bisa mencuri perhiasan emasku.”

“Apa? Istri kamu benar-benar sudah gila Sa. Dia pikir orang-orang akan percaya,” kata Ibu dengan mata melotot padaku.

“Tentu saja mereka akan percaya. Karena semua orang di desa ini tahu bahwa aku adalah tulang punggung untuk suami dan keluarga mertuanya,” balasku yang membuat Mas Aksa terdiam. Dia tampak berpikir keras. Menatap ke sekeliling rumah. Para tetangga sudah keluar melihat keributan kami.

“Baiklah. Ayo kembali ke rumah sekarang. Malu di lihat sama tetangga,” pinta Mas Aksa yang berubah jadi lembut.

Aku masih berdiri di tempatku semula. Menunggu Mas Aksa agar mundur dari hadapanku. Bergeming di depannya tanpa rasa takut sekalipun. Toh jika aku benar-benar jatuh maka tetangga akan menyalahkannya, “kamu harus pergi ke rumah Ibu sekarang. Jika tidak aku akan menarikmu agar kita jatuh ke jalan raya sekarang.”

“Dania.” Pekik Mas Aksa tertahan.

Ibu yang sudah terlanjur malu dengan para tetangga langsung menarik tangan anaknya pulang ke rumah. Rasakan. Mereka tidak akan berkutik di depan para tetangga. Karena semua orang tahu usahaku yang maju pesat dengan penghasilan yang jauh lebih tinggi daripada gaji Mas Aksa. Belum lagi Ibu yang sering pergi ke warung untuk meminta uang sudah jadi cibiran. Karena Mas Aksa mengandalkan aku untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Setelah memastikan mereka berdua pergi, aku segera masuk ke dalam rumah. Mengunci pintu depan dan belakang. Kakiku melangkah masuk ke dalam kamar. Memasukan semua perhiasan ke dalam kotaknya. Tidak ada lagi tempat yang aman untuk menyimpan perhiasan ini. Terpaksa aku harus menyimpannya di brankas yang ada di warung.

Pagi harinya aku bangun seperti biasa. Kotak perhiasan masih aman di dalam sisi lemari khusus untuk menggantung baju. Kedua kuncinya sengaja aku ambil. Mas Aksa juga sudah kembali ke rumah untuk mandi dan berganti baju. Tanpa menyapaku dan kedua buah hatinya yang baru saja menunaikan sholat subuh. Wajahnya tertekuk masam setelah pertengkaran kami semalam.

Aku meminta anak-anak untuk mandi lebih dulu. Sementara aku harus melakukan pekerjaan rumah seperti biasa. Memasukan baju kotor ke dalam mesin cuci. Di lanjutkan dengan menyapu dari halaman depan sampai seisi rumah. Khusus untuk kamar utama akan aku sapu terakhir karena aku sedang malas berhadapan dengan Mas Aksa. Terakhir aku mengambil bahan makanan dari kulkas untuk membuat bekal anak-anak dan sarapan pagi ini. Baru setelah itu aku akan langsung pergi ke warung untuk menyimpan kotak perhiasanku.

Jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Saatnya memanggil Mas Aksa dan anak-anak keluar agar kami bisa segera sarapan. Baru saja aku membuka pintu, terlihat Mas Aksa yang berusaha membuka pintu lemari terkunci dengan linggis yang sepertinya adalah milik Ibu.

“Apa yang kamu lakukan Mas?” tanyaku marah lalu mengambil linggis itu dari tangannya.

“Kenapa kamu harus mengunci pintu lemari yang satunya? Aku mau ambil baju kerjaku,” bentak Mas Aksa dengan wajah merah padam.

“Semua baju kerjamu sudah aku siapkan di atas tempat tidur. Apa kamu tidak bisa melihatnya?” aku kembali bertanya dengan nada tenang. Tanganku terarah pada kemeja dan celana panjang yang tertata rapi disana.

“Apa kamu mau mencuri perhiasanku lagi mas? Pakai bawa linggis dari rumah Ibu.” Kali ini aku yang bertanya dengan nada mengejek.

“Jaga ucapan kamu. Aku bukan pencuri. Kita ini suami istri. Sudah sewajarnya kamu ikut membantu ekonomi keluargaku,” kata Mas Aksa dengan wajah yang semakin merah padam.,

“Harta istri adalah milik istri. Suami sama sekali tidak berhak mengambilnya. Sedangkan harta suami adalah milik istri. Bahkan seorang istri juga harus mengikuti adab saat akan mengambil uang suaminya. Kalau yang kamu lakukan semalam itu namanya pencurian. Sudah cukup aku membiayai keluargamu selama ini. Jangan ambil perhiasanku untuk bekal sekolah si kembar kelak. Karena kamu tidak akan pernah bisa menyekolahkan si kembar hingga lulus SMA.”

PLAK

Mas Aksa sudah menampar pipiku hingga aku terhuyung ke belakang. Tubuhku menabrak lemari lalu melorot ke bawah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status