6 Juni 2045, Kota Angin (Kabupaten Nagayuka) Provinsi Javaland Timur, New Santara.
Theo membuka matanya secara perlahan-lahan, tubuhnya mengalami kejut dan bangkit seolah dia mengalami mimpi yang cukup buruk. Tapi untuk saat ini, dia menyadari bahwa dia berada di suatu tempat yang cukup aneh.
Saat dia bangun, seseorang berlari keluar. Seseorang yang sekilas adalah seseorang pria paruh yang tiba-tiba tergesa penuh kekhawatiran.
Di sekitarnya adalah ruangan serba putih, sedangkan dirinya berada di atas sebuah kasur dengan selimut berwarna hitam putih bergaris. Selain itu juga, dia merasa bahwa sebuah selang menusuk tepat pada tangannya yang membuat dia cukup heran.
Dia ingin menarik selang tersebut, tapi saat dia menurut selang tersebut dia bisa melihat sebuah cairan yang menggantung di sebuah tiang penyangga.
Ekspresi Theo benar-benar tak karuan dan kacau. Dia tidak tahu dirinya berada di mana. Tempat ini cukup femillier dan aneh, terlihat asing dan cukup damai dan tidak ada apapun.
Apa yang sebenarnya terjadi? Itulah kalimat yang dia pikirkan. Perasaan aneh ini membuatnya khawatir. Ingatannya kacau, tapi terakhir kali dia mengingat, sesuatu hal yang dia ingat ada dua hal.
Pertama, dia tepat berhadapan dengan ayahnya secara buas yang membuat Theo sama sekali tidak bisa mengelak.
Yang kedua, ini cukup asing dan membuat anak itu menjadi cukup bingung tentang semuanya. Dimana hal kedua yang dia ingat adalah, dia dipukuli oleh sekelompok pria berseragam yang membawa tas sehingga dirinya berada di tempat seperti ini.
“Theo, apa yang terjadi sebenarnya? Ini, ini bukan alam Nirwana? Aku berada di tempat lain, bernama, Bumi?” Theo bertanya kepada dirinya sendiri.
Dia melihat sekeliling, tepat pada sebuah lemari kecil yang terdapat sebuah cermin. Dia menatap dengan serius. Tapi yang aneh adalah, dia sama sekali tidak melihat wajah dirinya sendiri.
Yang ada hanyalah seseorang yang terlihat biasa saja dan sama sekali tidak memiliki wibawa, penuh dengan kesedihan dan ada luka lebam di beberapa sisi, juga kain putih melilit kepalanya. Dan yang membuatnya terkejut, dia memiliki lengan yang kecil dan sama sekali tidak berisi. Bisa dibilang, tubuhnya berada di titik manusia paling lemah.
“Theo, ini seperti sistem reinkarnasi. Aku terlahir kembali tapi ..... ini benar-benar berbeda. Aku menempati tubuh orang lain yang jiwanya sudah meninggal. Ini benar-benar membingungkan.” Theo berkata sambil menyentuh kepalanya sendiri. Dia benar-benar membingungkan.
“Sial, ayah biadab. Apa yang kau lakukan padaku?” Theo menggertakkan giginya.
Beberapa detik kemudian, sebuah pintu ruangan terbuka lebar. Memperlihatkan sosok pria paruh baya yang menggunakan sebuah pakaian atau lebih tepatnya seperti jubah putih? Tidak, itu adalah sebuah jas putih yang dikenakan olehnya. Di belakang pria paruh baya itu terdapat seorang wanita yang membawa sebuah lembaran, di tambah menggunakan sebuah topi miring.
“Theodoric Javier, aku pikir kau ..... ini keajaiban!” Dokter paruh baya itu terkejut melihat Theo yang sudah bangun.
Padahal dia berpikir bahwa kemungkinan Theo hidup hanyalah empat puluh persen setelah menjalani oprasi yang cukup serius pada otaknya yang diduga mengalami pendarahan yang cukup berat. Meskipun selamat, masih ada kemungkinan terburuk adalah hilang ingatan.
“Theodoric Javier, namaku ....” Theo menghentikan ucapannya. Mungkin dia merasa bahwa itu bukanlah namanya, melainkan Theodoric Alknight. Tapi ada yang janggal, sekilas ingatannya kacau bahwa dia juga mengingat bahwa namanya adalah Theodoric Javier.
Hal tersebut membuat dia mengalami sakit kepala dan menyentuh kepalanya.
Dokter merasa was-was dan dengan sigap membaringkan Theodoric.
“Tidak apa-apa. Sepertinya kau mengalami hilang ingatan. Tapi kita tidak bisa menyimpulkan dalam satu pertanyaan.” Dokter itu berkata.
“Siapap namamu?” Tanya perawat tersebut.
“Theo Alk .... tidak, Theo Javier.”
“Umur?” Tanyanya kembali.
“20 .... tidak, umurku 18 tahun?” Theodoric berkata dengan penuh kebingungan.
“Nama Ayahmu, seharusnya kau bisa mengingatnya.” Perawat itu kembali mengecek ingatan Theo.
“Sirius Al .... Zuan Javier?” Theo berkata sambil menatap perawat itu dengan mata yang penuh kerutan seolah tidak bisa mengingat dengan benar.
Masalahnya saat Theo ingin menjawab, ada dua cabang pikiran yang membuatnya terganggu. Seperti pikiran kedua ini tiba-tiba ada di pikirannya dan berada di realita yang utama saat ini. Sehingga itu membuatnya bingung.
Hal tersebut membuat dokter dan perawat saling menatap dan merasa ada yang janggal. Mereka merasa mungkin ini adalah sebuah awal gejala bahwa Theo Javier mengalami hilang ingatan. Meski begitu yang menjadi aneh, Theo seperti mempunyai ingatan lain karena dia menjawab secara spotan identitasnya tapi secara salah dan langsung menggantinya.
“Perawat, panggilkan tuan Javier.” Ketus dokter dengan wajah yang cukup serius.
Perawat itu mengangguk, kemudian dia memanggil sosok tuan Javier yang sedang mondar-mandir di luar kamar.
Sosok pria yang mungkin berusia tiga puluh tahunan masuk secara tergesa-gesa. Datang yang kemudian langsung memeluk Theo dengan cukup erat. Pria itu cukup merasa sedih dan tidak ingin merasa kehilangan.
Apalagi sosok Theodoric adalah putra satu-satunya tuan Zuan Javier. Ibunya sudah meninggal sewaktu dia kecil sehingga membuat Zuan Jaivier harus bisa merawat dengan sendirinya.
Tapi itu bukan masalah, yang menjadi masalah Zuan Javier adalah pekerja paruh waktu. Bahkan dia pulang mungkin satu bulan sekali sehingga membuat Theodoric merasa kurang mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya sendiri.
Tahun-tahun lalu sebenarnya Zuan Javier menyewa seorang pembantu untuk merawat Theodoric. Tapi sehubung Theo tumbuh besar, Zuan Javier berusaha membuat Theo tumbuh secara mandiri pada masa SMA nya. Hal tersebut semestinya membuat Theodoric tidak memiliki siapa-siapa lagi.
“Ini keajaiban, aku berpikir hal paling buruknya adalah kematian tuan Javier. Tapi takdir berkata lain bahwa putra Anda selamat dari pengroyokan tersebut. Meski hanya sedikit linglung.” Kata dokter tersebut.
Zuan Javier sedikit tersenyum, lantas dia berkata, “Terimakasih dokter.”
Theodoric mengusap wajahnya. Ini benar-benar menyedihkan. Mereka tidak tahu bahwa jiwa Theodoric Javier atau putra Zuan sudah tidak ada lagi di dunia ini, Theodoric Javir yang sebenarnya sudah meninggal, dan tubuhnya digantikan oleh Theodoric Alknight dari alam nirwana.
Jika mereka tahu fakta ini dari mulut Theo, mereka pasti akan menganggap sebuah kejadian yang cukup langka. Seperti misalnya Theo akan didiagnosa penyakit tertentu dan mendapatkan penyakit dari luar. Atau mungkin selama pingsan Theo dianggap dihadapkan di kehidupan yang berbeda dalam mimpinya.
Sehingga Theo hanya diam dan tidak ingin membuat fakta itu muncul. Ayahnya (Sirius) yang membuatnya seperti ini. Atau mungkin tanpa dia sadari ini adalah sebuah hukuman baginya.
Tapi di sisi lain Theo juga cukup penasaran tentang dunia ini. Beberapa ingatan aneh dan misterius juga muncul di pikirannya selain itu, hal buruk yang ada di pikirannya hanyalah satu, yaitu perundungan.
Ingatnya, Theo Javier berada di rumah sakit juga karena perundungan. Beberapa minggu yang lalu Theo Javier seperti telah menyinggung seseorang yang memiliki badan yang lebih besar, hal tersebut berakibat fatal karena seseorang itu kemudian memukulnya secara terus menerus bersama teman-temannya.
“Tuan Javier, putra Anda bisa pulang dan tidak boleh melakukan aktivitasnya selama satu minggu.” Kata dokter tersebut.“Aku mengerti pak.”“Tuan, ini adalah perundungan, aku menegaskan sekali lagi, bukankah seharusnya kejadian ini dilaporkan kepada polisi? Bahkan korban hampir meregang nyawa karena ada pendarahan di kepalanya.” Tanya dokter tersebut.Zuan Javier menggertakkan giginya perlahan, “Keluarga Agam memiliki kekuasaan yang besar. Bahkan setelah kepolisian bertindak, diduga putraku hanya jatuh dari lantai. Ini masalah permainan uang. Sialan, bedebah sialan itu benar-benar.”Siang itu Theo berjalan di koridor rumah sakit bersama ayahnya. Wajahnya benar-benar linglung karena ini terlihat sangat asing. Tidak juga sebenarnya, karena ingatan Theo Javier juga tercatat di pikiran Theo untuk saat ini. Sehingga dia bisa mengetahui satu persatu. Meski begitu, jiwa Theo Alknight berusaha untuk beradaptasi dengan hal yang berbeda dengan di alam Nirwana.Tapi sejujurnya, baginya ini adalah
Sempat mengalami kesulitan, akhirnya bisa beradaptasi di tubuh barunya. Beberapa ingatanjuga terkoneksi yang membuat dia sedikit paham cara kerja sistem dunia modern ini yang sungguh menakjubkan. Dimasa ini dia untuk sementara waktu akan hidup sebagai Theo Javier. Kehidupan yang baru ini sangat percuma untuk disesali, lagipula dia menyadari bahwa ini adalah hukuman ilahi dari ayahnya karena perbuatannya sendiri. Jadi lebih baik dia melanjutkan kehidupan apa yang ada, tidak peduli siapa dirinya tapi yang jelas dia menyandang bahwa identitasnya adalah Theo Javier, putra dari Zuan. Beberapa waktu yang lalu mereka pada akhirnya sudah pulang. Zuan berusaha untuk menuntun Theo tapi Theo menolak dan berjalan apa adanya dan semestinya. Pikirannya sudah tidak linglung lagi tentang adaptasi yang membuat dia kebingungan. Lagipula semuanya sudah ada yang membuat dia tidak untuk tidak paham, kecuali beberapa yang tidak diketahui oleh Theo sebelumnya. Apalagi seteleh Theo mencoba untuk mengangka
Bagi Zuan sendiri ini adalah perilaku yang cukup aneh untuk Theo. Dia bertanya-tanya, apakah selama dia beekrja, Theo akan melakukan aktivitias seperti ini? namun rasanya tidak, setiap dia pulang, Theo hanya akan bergegas untuk berangkat sekolah. Terlebih ini adalah masa pemulihannya, dan seharusnya Theo masih terbaring di atas kasur.Dia merasa, Theo seperti baik-baik saja.Pukul lima pagi, Theo hanya berjalan biasa. Saat itu juga bertepatan pada matahari yang akan terbit sehingga keadaan semakin terang. Dia melakukan ini hanya untuk membentuk fisiknya kembali. Karena dia merasa cukup aneh dengan keadaan fisik Theo yang sekarang.Jelas Theo Alknight harus bisa membuat tubuh Javier ini lebih berisi dan tidak akan menjadi bahan perundungan. Meski sebenarnya, di otaknya masih tertanam bahwa Theo Alknight bisa melakukan sebuah bela diri, sehingga melawan seseorang pun masih tergolong mudah untuk tubuhnya yang sekarang.Hanya saja Theo ingin hasil yang maksimal. Memang dia bisa mela diri,
“Aku tidak peduli, adik. Aku bukanlah orang bodoh dan yang memperdulikan hal itu.”“Aku hanya ingin olahraga, nona. Jadi, jangan mengganggu aktivitasku.” Kata Theo sambil berbalik badan dan kembali berlari.Lyra Winata tidak bisa berkutik, dia hanya bisa menghela napas terpaksa.“Tapi setidaknya beritahu aku siapa namamu!” Teriak Lyra Winata.“Theo, Theo Javier.” Teriak Theo kembali.Lyra kembali senang, setidaknya jika dia sudah mengetahui namanya maka dia bisa mencarinya kapanpun dia mau. Lagipula dia masih berhutang budi kepada Theo karena sudah menolongnya. Selain itu, dia merasa bahwa Theo masih lah seorang pelajar yang membuat Lyra semakin tertarik.Lyra lantas pergi dari tempatnya. Berjalan ke arah sebuah mobil Audi a8 berwarna biru yang terlihat mencolok di pinggir jalan. Sebenarnya dia ingin mengikuti kemana perginya Theo, tapi dia tidak memilik banyak di pagi hari ini.Theo berlari santai sambil melihat keadaan sekitarnya, meski dia lelah, tapi jiwanya seolah masih bisa mena
Di pikirannya bahwa kehidupan dunia modern ini benar-benar menakjubkan sekaligus agak mengerikan. Juga beberapa pelajaran-pelajaran yang dia pelajari semalaman terlihat begitu ilmiah dan juga sangat bertolak belakang dibandingkan dengan yang ada di dunia dewa.Kendati demikian, Theo sudah berhasil untuk beradaptasi dengan aturan-aturan di dunia ini, baik itu kehidupan, tradisi dan juga gaya hidup para manusia. Bahkan saat dia berangkat secara tergesa-gesa seperti ini, dia sudah tidak heran dengan gedung-gedung tinggi, kendaraan berlalu lalang serta kehidupan yang tentram tanpa adanya kekuatan sihir.Melalui pikirannya, dia merasa bahwa dirinya akan terlambat. Sehingga Theo terus berlari mengejar waktu sebelum dirinya terlambat. Pasalnya sangat jarang dia terlambat berangkat ke sekolah yang jelas akan sangat merepotkan.“Sial, ini pukul berapa.” Batin Theo.Dari kejauhan, dia bisa melihat seorang pria gendut sedang menyeret sebuah gerbang dicat biru. Jelas itu membuat Theo semakin pani
“Kehidupanmu mengerikan sekali, ya?” Theo bermonolog. Kehidupan Javier terlalu menyedihkan. Dibandingkan dengan diri Theo di alam dewa yang memiliki kehidupan yang penuh hormat, diagungkan, Javier justru sebaliknya. Dia diinjak-injak oleh orang yang begitu kuat, dia bukan lagi diagungkan, tetapi direndahkan serendah-rendahnya. Layaknya seekor tikus yang tidak memiliki harga diri sama sekali.Sebenarnya yang menjadi masalah, Theo Javier, terlalu penakut. Juga teman-teman sekelas Theo, seluruh guru, mereka semuanya terlau penakut. Lagipula kehidupan di sekolah ini layaknya alam liar, juga penuh dengan kehidupan superior. Tidak menurut? Kekayaan bisa membungkam.Teman-teman sekelas Theo, alias 11 sains memang kaya-kaya. Itu fakta. Tapi dibandingkan dengan kekayaan orang yang berpengaruh di sekolah ini seperti Zhayn Agam, mereka memilih untuk tidak ikut campur urusan anak-anak orang yang lebih kaya dan berpengaruh itu, termasuk apabila anak-anak konglomerat itu mengganggu Theo. Reputasi j
“Dengan ini aku memberikan pedang Crystal Frostweaver kepada putraku, Theodoric Alknight.” Itulah ucapan yang Sirius Alnight ingat beberapa minggu yang lalu. Pedang yang hanya bisa diangkat oleh keturunan Alknight itu sekarang berada di tangan putranya. Harapan yang ingin nyata, bahwa pemegang pedang turun termurun bisa menjadi pelindung bagi orang-orang lemah di masa depan. Tapi nyatanya berbeda, Theodoric Alknight berdiri dengan sombongnya di puncak gunung. Menyangga dirinya dengan menggunakan sebuah pedang dengan tatapan yang cukup tajam. Menatap lawan atau ayahnya bagaikan mata pedang yang siap untuk menusuk kapapun. Alam Nirwana, tempat berkumpulnya para dewa baru saja melihat sebuah pertarungan ayah dan anak. Hanya karena anak, Theodoric Alknight menyalahgunakan kekuatannya hanya untuk bersenang-senang dengan cara yang salah. Usai mendapatkan Crystal Frostweaver, Theo justru semakin sombong. Dia menantang siapa saja untuk melawan dirinya. Dan itu berakibat fatal. Beberapa or