“Aku tidak peduli, adik. Aku bukanlah orang bodoh dan yang memperdulikan hal itu.”
“Aku hanya ingin olahraga, nona. Jadi, jangan mengganggu aktivitasku.” Kata Theo sambil berbalik badan dan kembali berlari.
Lyra Winata tidak bisa berkutik, dia hanya bisa menghela napas terpaksa.
“Tapi setidaknya beritahu aku siapa namamu!” Teriak Lyra Winata.
“Theo, Theo Javier.” Teriak Theo kembali.
Lyra kembali senang, setidaknya jika dia sudah mengetahui namanya maka dia bisa mencarinya kapanpun dia mau. Lagipula dia masih berhutang budi kepada Theo karena sudah menolongnya. Selain itu, dia merasa bahwa Theo masih lah seorang pelajar yang membuat Lyra semakin tertarik.
Lyra lantas pergi dari tempatnya. Berjalan ke arah sebuah mobil Audi a8 berwarna biru yang terlihat mencolok di pinggir jalan. Sebenarnya dia ingin mengikuti kemana perginya Theo, tapi dia tidak memilik banyak di pagi hari ini.
Theo berlari santai sambil melihat keadaan sekitarnya, meski dia lelah, tapi jiwanya seolah masih bisa menahannya. Apalagi setelah dia bertarung tadi, energinya mungkin berkurang drastis yang membuat dia tidak bisa lari kencang seperti tadi.
Selain itu dia berpikir bahwa kemampuan bela dirinya sedikit menurun. Mungkin faktor dari tubuh Javier yang masih terlihat lemah dan tidak seimbang dengan jiwanya.
Hampir pukul setengah 7, Theo kembali ke rumahnya. Dia duduk di teras dan meluruskan kakinya agar ototnya bekerja dengan cukup baik. Napasnya terengah-engah, tapi dia masih bisa berpikir secara tenang.
“Theo ....” Ayah Theo keluar dari rumah dan melihat Theo dengan cemas. Pikirnya bahwa Theo benar-benar sembrono bahkan dia ingin memarahinya. Tapi dia sadar bahwa dia bukanlah sosok yang tegas.
Dia seperti ayah yang bodoh. Padahal putranya baru saja keluar dari rumah sakit, tapi saat ini dia mengizinkan putranya untuk melakukan olahraga berat selama berjam-jam. Dan jelas ini juga menurutnya sangat aneh, karena dia merasa melihat bahwa Theo sama sekali tidak terjadi apa-apa.
“Ayah, ada apa?” Theo menoleh ke belakang dan meihat ayahnya yang berwajah cemas.
“Kau, apa yang kau lakukan selama berjam-jam. Apa kau tidak khawatir dengan dirimu sendiri?”
“Jangan khawatirkan aku. Aku merasa cukup baik. Ayah, jika perlu, aku akan kembali ke sekolah esok. Jangan khawatirkan aku ok? Bahkan jika kau ingin kembali bekerja, maka aku juga tidak keberatan.” Ucapnya.
Zuan tidak tahu harus berbuat apa. Lagipula sepertinya Theo juga baik-baik saja dan sama sekali tidak memiliki masalah pasca oprasi. Selain itu dia juga merasa ada perubhaan yang terstrtuktur, dimana Theo yang sebelumnya pendiam, kini justru jauh lebih ceria dan sedikit memiliki interaksi. Itu membuatnya yakin bahwa ini adalah efek dari pemukulan tersebut.
“Baiklah, tapi kau harus berhati-hati. Ayah akan mengantarkanmu esok. Tapi ayah akan kembali bekerja dua minggu lagi.”
“Tidak perlu, aku bisa berangkat sendiri seperti biasanya. Ayah jangan khawatir, aku baik-baik saja.” Theo menolak.
Zuan berdecak sambil menghela napas. Rasanya dia seperti melihat Theo yang lain yang terlihat keras kepala dan bersikeras. Padahal sebelumnya, dia memperhtikan bahwa Theo adalah orang yang selalu penurut kepada siapapun. Tapi reaksi jujurnya, dia lebih menyukai Theo yang sekarang.
............
Seorang wanita, datang tergesa-gesa yang mana dia masuk ke dalam sebuah mansion yang cukup besar. Dia merasa, mungkin jika pemuda itu tidak menyelesaikannya, maka dia akan semakin terlambat dan dia tidak tahu apa yang akan terjadi dan bagaimana dia menjelaskan kepada kakeknya.
Wanita tersebut tidak lain adalah Lyra Winata, yang pagi hari tadi baru saja ditolong oleh Theo setelah dia keluar dari rumah makan untuk sarapan pagi.
Sesampainya di mansion, dia diperlihatkan seluruh keluarganya sudah berkumpul.
“Maafkan aku, aku terlambat pulang kakek.”
“Lyra! Kenapa kau tidak mengabari kakek dan keluarga yang lainnya?”
Seorang pria tua, dengan seluruh uban di kepalanya. Terlihat mungkin berumur 60 tahun. Sebenarnya pria tua itu masih terlihat sangat muda dan berwibawa, jadi tidak cocok untuk disebut pria tua.
Kakek Lyra alias William Winata merasa bahwa cucu perempuannya benar-benar sangat ceroboh. Karena dia pulang dari luar negeri tanpa mengabari keluarga yang lainnya.
“Aku tidak ingin membuat kalian repot.” Jawab Lyra.
“Sudahlah ayah, Lyra juga sudah besar. Jangan membuat dia seperti anak kecil.” Herry Winata, selaku ayahnya Lyra angkat bicara.
William hanya bisa menghela napas.
“Tapi ada satu hal yang cukup membuatku menyesal. Pagi tadi saat aku keluar dari rumah makan, aku hampir di rampok.” Lyra menggarukkan kepalanya yang tidak gatal.
“A-apa?” Seluruh keluarga Winara merasa cukup terkejut saat mendengar kabar dari Lyra bahwa dia hampir dirampok. Jelas, bagi keluarga Winata, keamanan bagi seluruh anggota keluarganya sangatlah penting.
“Tidak, dengarkan aku. Untungnya, ada seorang remaja yang baru saja pulang berolahraga membantuku. Namanya tidak salah adalah, Theo Javier.” Balas Lyra.
“Bukannya aku sudah memerintahkanmu untuk tetap berada bersama dengan penjagaa Tigers! Kenapa kamu tidak peduli dengan perkataan ibumu?” Ibu Lyra angkat bicara. “Tapi syukurlah jika kau baik-baik saja. Jangan lupa untuk berterimakasih kepadanya. Kita berhutang budi kepadanya.”
William juga menghela napas dengan lega. Tampaknya dia berhutang budi kepada sosok yang bernama Theo Javier tersebut dan akan meminta seseorang untuk mencari tahu tentang anak itu. Lagipula keluarga Winata bukanlah keluarga yang tidak tahu terimakasih, dimana mereka selalu melakukan balas budi bagi siapa saja yang menolong keluarganya.
Dan juga keluarga mereka juga tidak akan menuntut balas budi jika menolong seseorang.
.............
Keesokan harinya, Theo kembali bangun pagi. Tapi kali ini dia bangun lebih awal dibandingkan kemarin.
Sebelum berangkat sekolah, dia memutuskan untuk lari pagi sepanjang sepuluh kilo meter sama seperti kemarin. Diantaranya lima kilo saat pergi, dan lima kilo meter saat kembali. Meski agak berat, dan dia menjalani selama dua hari ini, tapi dia yakin.
Sayangnya untuk saat ini rasanya lebih berat dibandingkan dengan kemarin. Mungkin karena tubuhnya sakit semua karena nyeri otot yang diakibatkan karena Theo Javier jarang berolahraga. Hal tersebut membuat Theo seperti ingin mengutuk dirinya sendiri.
Barulah ketika pukul 6 pagi, dia bisa kembali dan beristirahat di teras sambil meluruskan kakinya. Setidaknya setelah ini, dia akan segera mandi, sarapan dan langsung berangkat ke sekolah.
“Theo, cepat persiapkan dirimul. Ayah sudah memasak makanan. Katanya kau ingin bersekolah?”
“Baik ayah.”
.............................
“Sial, ini tidak efektif!”
Pukul 06.35. Sepertinya dia akan terlambat untuk hari ini karena untuk persiapan tampaknya membutuhkan waktu yang cukup lama. Rasanya lari pagi yang dia lakukan harus dilaksanakan awal-awal atau yang terjadi dia akan tergesa-gesa seperti ini.
“Tidak perlu tergesa-gesa! Lebih baik kau terlambat daripada terjadi yang tidak-tidak.” Teriak Zuan saat melihat putranya menggendong sebuah tas dan pergi menjauh.
Theo berjalan dengan cepat. Jarak dari rumah ke sekolahnya mungkin hanyalah satu sampai dua kilo meter. Tapi hanya kurang dari sepuluh menit lagi, gerbang akan ditutup dan dia akan kesulitan untuk masuk.
Di pikirannya bahwa kehidupan dunia modern ini benar-benar menakjubkan sekaligus agak mengerikan. Juga beberapa pelajaran-pelajaran yang dia pelajari semalaman terlihat begitu ilmiah dan juga sangat bertolak belakang dibandingkan dengan yang ada di dunia dewa.Kendati demikian, Theo sudah berhasil untuk beradaptasi dengan aturan-aturan di dunia ini, baik itu kehidupan, tradisi dan juga gaya hidup para manusia. Bahkan saat dia berangkat secara tergesa-gesa seperti ini, dia sudah tidak heran dengan gedung-gedung tinggi, kendaraan berlalu lalang serta kehidupan yang tentram tanpa adanya kekuatan sihir.Melalui pikirannya, dia merasa bahwa dirinya akan terlambat. Sehingga Theo terus berlari mengejar waktu sebelum dirinya terlambat. Pasalnya sangat jarang dia terlambat berangkat ke sekolah yang jelas akan sangat merepotkan.“Sial, ini pukul berapa.” Batin Theo.Dari kejauhan, dia bisa melihat seorang pria gendut sedang menyeret sebuah gerbang dicat biru. Jelas itu membuat Theo semakin pani
“Kehidupanmu mengerikan sekali, ya?” Theo bermonolog. Kehidupan Javier terlalu menyedihkan. Dibandingkan dengan diri Theo di alam dewa yang memiliki kehidupan yang penuh hormat, diagungkan, Javier justru sebaliknya. Dia diinjak-injak oleh orang yang begitu kuat, dia bukan lagi diagungkan, tetapi direndahkan serendah-rendahnya. Layaknya seekor tikus yang tidak memiliki harga diri sama sekali.Sebenarnya yang menjadi masalah, Theo Javier, terlalu penakut. Juga teman-teman sekelas Theo, seluruh guru, mereka semuanya terlau penakut. Lagipula kehidupan di sekolah ini layaknya alam liar, juga penuh dengan kehidupan superior. Tidak menurut? Kekayaan bisa membungkam.Teman-teman sekelas Theo, alias 11 sains memang kaya-kaya. Itu fakta. Tapi dibandingkan dengan kekayaan orang yang berpengaruh di sekolah ini seperti Zhayn Agam, mereka memilih untuk tidak ikut campur urusan anak-anak orang yang lebih kaya dan berpengaruh itu, termasuk apabila anak-anak konglomerat itu mengganggu Theo. Reputasi j
“Dengan ini aku memberikan pedang Crystal Frostweaver kepada putraku, Theodoric Alknight.” Itulah ucapan yang Sirius Alnight ingat beberapa minggu yang lalu. Pedang yang hanya bisa diangkat oleh keturunan Alknight itu sekarang berada di tangan putranya. Harapan yang ingin nyata, bahwa pemegang pedang turun termurun bisa menjadi pelindung bagi orang-orang lemah di masa depan. Tapi nyatanya berbeda, Theodoric Alknight berdiri dengan sombongnya di puncak gunung. Menyangga dirinya dengan menggunakan sebuah pedang dengan tatapan yang cukup tajam. Menatap lawan atau ayahnya bagaikan mata pedang yang siap untuk menusuk kapapun. Alam Nirwana, tempat berkumpulnya para dewa baru saja melihat sebuah pertarungan ayah dan anak. Hanya karena anak, Theodoric Alknight menyalahgunakan kekuatannya hanya untuk bersenang-senang dengan cara yang salah. Usai mendapatkan Crystal Frostweaver, Theo justru semakin sombong. Dia menantang siapa saja untuk melawan dirinya. Dan itu berakibat fatal. Beberapa or
6 Juni 2045, Kota Angin (Kabupaten Nagayuka) Provinsi Javaland Timur, New Santara. Theo membuka matanya secara perlahan-lahan, tubuhnya mengalami kejut dan bangkit seolah dia mengalami mimpi yang cukup buruk. Tapi untuk saat ini, dia menyadari bahwa dia berada di suatu tempat yang cukup aneh. Saat dia bangun, seseorang berlari keluar. Seseorang yang sekilas adalah seseorang pria paruh yang tiba-tiba tergesa penuh kekhawatiran. Di sekitarnya adalah ruangan serba putih, sedangkan dirinya berada di atas sebuah kasur dengan selimut berwarna hitam putih bergaris. Selain itu juga, dia merasa bahwa sebuah selang menusuk tepat pada tangannya yang membuat dia cukup heran. Dia ingin menarik selang tersebut, tapi saat dia menurut selang tersebut dia bisa melihat sebuah cairan yang menggantung di sebuah tiang penyangga. Ekspresi Theo benar-benar tak karuan dan kacau. Dia tidak tahu dirinya berada di mana. Tempat ini cukup femillier dan aneh, terlihat asing dan cukup damai dan tidak ada apap
“Tuan Javier, putra Anda bisa pulang dan tidak boleh melakukan aktivitasnya selama satu minggu.” Kata dokter tersebut.“Aku mengerti pak.”“Tuan, ini adalah perundungan, aku menegaskan sekali lagi, bukankah seharusnya kejadian ini dilaporkan kepada polisi? Bahkan korban hampir meregang nyawa karena ada pendarahan di kepalanya.” Tanya dokter tersebut.Zuan Javier menggertakkan giginya perlahan, “Keluarga Agam memiliki kekuasaan yang besar. Bahkan setelah kepolisian bertindak, diduga putraku hanya jatuh dari lantai. Ini masalah permainan uang. Sialan, bedebah sialan itu benar-benar.”Siang itu Theo berjalan di koridor rumah sakit bersama ayahnya. Wajahnya benar-benar linglung karena ini terlihat sangat asing. Tidak juga sebenarnya, karena ingatan Theo Javier juga tercatat di pikiran Theo untuk saat ini. Sehingga dia bisa mengetahui satu persatu. Meski begitu, jiwa Theo Alknight berusaha untuk beradaptasi dengan hal yang berbeda dengan di alam Nirwana.Tapi sejujurnya, baginya ini adalah
Sempat mengalami kesulitan, akhirnya bisa beradaptasi di tubuh barunya. Beberapa ingatanjuga terkoneksi yang membuat dia sedikit paham cara kerja sistem dunia modern ini yang sungguh menakjubkan. Dimasa ini dia untuk sementara waktu akan hidup sebagai Theo Javier. Kehidupan yang baru ini sangat percuma untuk disesali, lagipula dia menyadari bahwa ini adalah hukuman ilahi dari ayahnya karena perbuatannya sendiri. Jadi lebih baik dia melanjutkan kehidupan apa yang ada, tidak peduli siapa dirinya tapi yang jelas dia menyandang bahwa identitasnya adalah Theo Javier, putra dari Zuan. Beberapa waktu yang lalu mereka pada akhirnya sudah pulang. Zuan berusaha untuk menuntun Theo tapi Theo menolak dan berjalan apa adanya dan semestinya. Pikirannya sudah tidak linglung lagi tentang adaptasi yang membuat dia kebingungan. Lagipula semuanya sudah ada yang membuat dia tidak untuk tidak paham, kecuali beberapa yang tidak diketahui oleh Theo sebelumnya. Apalagi seteleh Theo mencoba untuk mengangka
Bagi Zuan sendiri ini adalah perilaku yang cukup aneh untuk Theo. Dia bertanya-tanya, apakah selama dia beekrja, Theo akan melakukan aktivitias seperti ini? namun rasanya tidak, setiap dia pulang, Theo hanya akan bergegas untuk berangkat sekolah. Terlebih ini adalah masa pemulihannya, dan seharusnya Theo masih terbaring di atas kasur.Dia merasa, Theo seperti baik-baik saja.Pukul lima pagi, Theo hanya berjalan biasa. Saat itu juga bertepatan pada matahari yang akan terbit sehingga keadaan semakin terang. Dia melakukan ini hanya untuk membentuk fisiknya kembali. Karena dia merasa cukup aneh dengan keadaan fisik Theo yang sekarang.Jelas Theo Alknight harus bisa membuat tubuh Javier ini lebih berisi dan tidak akan menjadi bahan perundungan. Meski sebenarnya, di otaknya masih tertanam bahwa Theo Alknight bisa melakukan sebuah bela diri, sehingga melawan seseorang pun masih tergolong mudah untuk tubuhnya yang sekarang.Hanya saja Theo ingin hasil yang maksimal. Memang dia bisa mela diri,