Share

5. Jawaban Menggemparkan

.

"Kenapa? Di jemarimu tidak ada lagi cincin pernikahan. Berarti, sekarang aku bisa mengajakmu kemanapun, 'kan?" tanya Alzam dengan suara lantang sembari melirik pada jemari Elif kemudian beralih dengan tatapan sinis pada laki-laki yang berdiri tidak jauh dari mereka.

Hati Ammar serasa diremas, netranya menatap nyalang ke arah dua manusia yang tengah berdiri di depannya.

Hati Ammar juga menyalahkan Elif yang sembarangan melepas cincin pernikahan. Entahlah, ditubuhnya ada wanita lain yang sedang menempel dengan manja. Tapi, jiwanya terperangkap untuk wanita yang sedang bingung menerima ajakan makan siang dari sepupunya sendiri.

Ya, Alzam Elfata adalah sepupu Ammar dari pihak mamanya. Laki-laki dengan tubuh atletis berwajah rupawan yang sebelas dua belas dengan Ammar itu adalah satu-satunya orang yang berani melawan Ammar di perusahaan.

Selain keluarganya sebagai salah satu investor penting bagi d'Arr Group, Alzam memang di tempatkan Ny. Risma untuk memantau kelakukan Ammar pada menantu kesayangannya.

Bisa dikatakan, Alzam bekerja langsung di bawah perintah tantenya, Ny. Risma. Meski Ammar seorang CEO, Alzam tidak mau menerima perintah darinya, kecuali atas persetujuan Ny. Risma.

Posisinya lumayan penting, general manager. Lebih tepatnya, general manager yang memiliki tugas sampingan sebagai perlindung manager keuangan. Elif Sabrina. Memang konyol, tapi itu perintah langsung dari Ny. Risma.

Sebenarnya, Alzam dan Ammar memiliki sejarah yang sehat dalam hubungan persaudaraan dan pertemanan. Karena usia yang hanya terpaut satu tahun, membuat mereka sering menghabiskan waktu bersama sejak kecil, hingga menjadi akrab.

Sekolah, bahkan kuliah di tempat yang sama. Namun, pernikahan tragis yang Ammar persembahkan untuk Elif mengubah semuanya.

"Gue nggak nyangka lo sepengecut itu. Tega banget sama wanita!" maki Alzam pada suatu malam di meja billiards dalam sebuah ruangan bergaya vintage dengan dekorasi serba kayu.

"Itu urusan pribadi gue. Siapapun nggak berhak ikut campur. Termasuk lo," hardik Ammar dengan membuang tongkat billiard di tangannya ke lantai dengan kasar, sebelum pergi.

"Dasar bajing**n!"

Alzam sempat tidak habis pikir dengan jalan pikiran sepupunya. Ammar sangat sulit dinasehati. Kelakukannya di luar batas wajar, untuk seorang laki-laki yang sudah memiliki tanggung jawab sebagai suami.

Mulai saat itu, Alzam, lebih memihak pada tantenya, Ny. Risma. Awalnya, karena rasa kasihan terhadap Elif. Namun, entah sejak kapan setiap melihat wanita itu menangis diam-diam, serasa ada yang tersayat di dalam sana. Dalam rongga dadanya.

Alzam memiliki banyak pengalaman dengan wanita, tapi jika berbicara tentang hati yang terusik, baru kali ini laki-laki itu merasakannya.

Hingga saat ini, Alzam tidak mengerti, semacam apa rasa itu bentuknya. Sekedar sayangkah, atau sudah masuk dalam kadar terlarang. Yang jelas tak mampu diinterupsi.

Entah, dulu sempat menepis. Tapi, kini laki-laki yang kerap dijuluki playboy oleh wanita-wanita yang singgah dalam hidupnya mulai menikmati petunjuk-petunjuk kecil dari hatinya. Meski masih samar.

Biarlah sementara seperti air mengalir, hingga aku tahu ke mana debar-debar ini akan bermuara. Bisik Alzam pada suatu malam, saat tak mampu terpejam, setelah memergoki mata Elif sembab untuk ke sekian kali.

Benar-benar bed**b*h. Alzam mengerang murka, setiap kali mengingat kelakukan gila sepupunya untuk membuat Elif tersiksa dengan sengaja.

Untuk membalas sakit hati Elif pada Ammar dengan licik, Alzam sudah lama menunggu waktu yang tepat. Dan sekarang adalah saat-saat di mana angan menjadi nyata.

'Lihatlah matanya, seperti ingin keluar dari kelopak,' ejek laki-laki itu dalam hati.

Sedang, Elif sibuk membebaskan tangannya dari genggaman Alzam. Namun, tak berhasil. Bukan perkara tidak enak dengan Ammar, hanya saja ini menjadi pemandangan tidak pantas bagi setiap karyawan yang lalu lalang.

Di mana keluarga petinggi perusahaan, menciptakan drama memalukan di tempat formal seperti ini. Rani yang juga ikut menjadi tontonan sempat beberapa kali menarik tangan Ammar untuk pergi. Namun, laki-laki itu masih betah mematung pads tempatnya berdiri.

'Ngapain coba, masih peduli dengan wanita itu yang jelas-jelas berlaku mur*han di depan suaminya sendiri,' batin Rani kesal karena terabaikan.

Beberapa karyawan bahkan berani melihatnya dengan tatapan cemooh, padahal, wanita itu sedang berdiri di samping pimpinan mereka.

Sungguh, belum pernah ada insiden konyol seperti itu di d'Arr Group sebelumnya. Mungkin, setelah ini akan ada topik panas terbaru yang menyebar untuk menggantikan beberapa topik lama seperti, boss memilih mengkhianati istrinya dengan staff biasa, kasian Bu Elif, cantik dan cerdas tapi disia-siakan, mungkin Bu Elif sih terlalu sibuk hingga Pak Ammar mencari kepuasan di luar, Beruntung banget si Rani, modal tubuh doang mampu menyingkirkan posisi Bu Elif, dan Kurang ajar banget itu perempuan, udah dikasih kerjaan, malah jadi pelakor yang tega ngerusak rumah tangga orang.

Fix, Alzam akan menjadi tokoh baru bahan gibah ribuan karyawan yang bekerja di sana. Budaya yang sudah mendarah daging sulit sekali untuk diubah. Meski, lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya.

Setelah menatap puas pada Ammar yang tengah kebakaran jenggot, tapi, tak mampu untuk protes. Alzam sedikit membungkuk pada Elif dan berbisik. "Segera beri jawaban seperti yang kuinginkan, kalau kamu mau terbebas dari situasi ini."

Bisikan Alzam barusan membuat mata Elif melotot kesal ke arahnya. Namun, yang membuat masalah, seperti tidak merasa berdosa sama sekali.

Elif sadar, melawan kehendak Alzam, sangat mustahil. Mengingat bagaimana watak laki-laki itu. Bar-bar. Mereka lumayan akrab, banyak bertukar cerita saat bertemu layaknya orang yang memiliki hubungan kekerabatan. Meski tak ayal, Elif sering kali dibuat kesal. Terlebih ketika Alzam berani ikut campur dalam urusan rumah tanggannya.

Memberi peringatan? Orang dengan kepala batu akan mengganggap itu sebagai angin lalu. Elif sudah kewalahan menegur Alzam, dari hari-hari yang telah lalu. Sepertinya wanita itu tidak tahu, Alzam bersekongkol dengan mama mertuanya selama ini.

Setelah mempertimbangkan beberapa hal, dan perasaan Ammar sebagai pengecualian. Wanita yang terkenal lembut wajah dan hatinya mengutarakan sebuah jawaban menggemparkan.

"Ya, sekarang aku sudah bebas. Kau bisa mengajakku ke mana saja," ujar Elif dengan senyum. Dan itu, sukses membuat Ammar menggeram tertahan dengan tangan terkepal.

'Bukan dia saja yang bisa mempelakukanku semena-mena. Aku juga bisa melakukannya,' keluh batin Elif.

"Kalau begitu, ayo kita pergi. Makan siang adalah ajakan permulaan untukmu hari ini." Alzam dan Elif melewati Ammar yang masih berdiri mematung dalam keadaan kesal.

'K**rang aj*r.' Hati laki-laki itu menjerit dalam keramaian yang mendadak terasa sunyi.

'Kupastikan mereka akan menyesal. Lihat saja, besok Elif akan kubuat memohon-mohon untuk ikut pulang bersamaku.'

"Sayang, ayo cepat! Aku sudah sangat lapar."

Ammar menoleh ke samping, baginya Rani benar-benar menyebalkan hari ini. Kenapa? Apa yang mulai salah dengan laki-laki angkuh itu. Hatinya sangat terganggu melihat Elif dibawa laki-laki lain di depan matanya sendiri.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status