Share

4. Kejadian Tak Terduga

Sesaat setelah kepergian Elif dari ruangannya, Ammar melirik dengan perasaan senang ke arah pintu yang mulai kembali terbuka. Namun, hatinya kembali menciut saat seseorang yang berbeda dengan yang terlintas di pikirannya muncul di baliknya.

"Hai Sayang, kamu kok kayak nggak semangat gitu lihat aku datang?"

"Heum."

Tadinya, Ammar mengira Elif yang kembali untuk mengambil cincin pernikahan. Namun, kepercayaan diri Ammar seketika runtuh ketika wanita seksi bernama Rani yang menghampiri. Ternyata, dugaan laki-laki itu tentang Elif yang sangat cepat mengambil keputusan untuk pulang bersamanya, salah besar.

"Apa karena perempuan itu, kamu mengabaikanku sekarang?" tanya Rani setelah mendaratkan tubuh ke atas meja kerja Ammar.

"Perempuan yang mana?" Ammar pura-pura tidak tahu ke mana arah pembicaraan kekasihnya.

"Elif"

"Tidak. Turunlah, ini membuat pekerjaanku terganggu!"

"Kamu aneh hari ini. Biasanya malah selalu menyuruhku duduk di depanmu seperti ini."

Rani melongos, dan berjalan dengan menghentakkan kakinya menuju sofa. Sedangkan, Ammar tidak peduli dan memilih kembali fokus pada layar laptopnya.

Entahlah, sejak Elif tak lagi berada di balik ruangan berdinding kaca di seberang sana, laki-laki itu merasa ada yang hilang. Padahal, belum genap sehari wanita yang sering Ammar sebut miskin itu tak terjangkau penglihatannya.

Rani yang sedang kesal karena perubahan kekasihnya, memilih berselancar di media sosial. Dalam hati, ia berani mengutuk Elif Sabrina. Menantu kesayangan pemilik perusahaan tempatnya bekerja.

Ada yang aneh hari ini. Maksudnya, tentang Ammar yang mengusir Rani dari mejanya. Padahal, kemarin-kemarin laki-laki itu yang antusias menyuruh Rani duduk di atas meja dengan posisi menantang untuk diperlihatkan pada istrinya yang berada di balik dinding kaca di seberang sana.

"Kamu tidak bekerja?" tanya Ammar tanpa mengalihkan pandangan dari layar monitor. Seperti sedang sibuk sekali, padahal pikirannya sedang tertuju pada satu wanita.

Rani menoleh, bingung, "Maksud kamu?"

"Maksudnya, apa para staf tidak punya pekerjaan hari ini?"

Seketika wanita itu tampak kikuk, tidak tahu harus memberi jawaban seperti apa. Baginya, Ammar benar-benar sangat menyebalkan sekarang.

"Eum. A—da, kok."

"Terus, kenapa kamu masih di sini?"

"Maksud kamu apa, sih? Kamu mengusirku? Bukannya, kamu yang selalu menyuruhku untuk datang ke ruangan ini setiap hari?!" sergah Rani dengan kesal. Ammar benar-benar menyebalkan, menurutnya.

"Hari ini aku sedang sibuk dan tidak ingin diganggu."

"Aku hanya duduk dalam keadaan terabaikan. Apakah itu juga mengganggumu?!"

"Kau siapa berani membentakku?" Ammar menoleh ke arah wanita yang sedang menatap nyalang ke arahnya dengan tatapan tidak suka.

Rani yang salah tingkah, langsung mengubah tatapannya menjadi sendu. Meski hati dan perasaannya teriris mendengar ucapan Ammar barusan. Rani tetap tersenyum dan berjalan menghampiri laki-laki itu.

Menurutnya, Ammar lebih penting ketimbang harga diri. Kehilangan laki-laki seperti Ammar merupakan ketakukan paling besar bagi Rani.

Seorang staf biasa menjadi kekasih CEO, Rani bahkan tidak berani bermimpi sebelumnya. Dan wanita itu bertekad untuk tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan emas itu.

Meski seluruh perusahaan mencemoohnya dengan tuduhan merebut suami orang. Rani tidak ambil pusing. Yang terpenting baginya, bagaimana cara menaklukkan sang raja untuk membuang sang ratu dari singgasana dan kemudian digantikan olehnya.

'Aku harus bisa menahan emosi. Jangan sampai semuanya sia-sia. Hanya aku yang pantas menjadi Nyonya Arrasyid.'

Rani sudah berdiri di samping laki-laki pemilik tubuh kekar itu. Jemari lentiknya bergerak pasti mengusap dada bidang suami Elif Sabrina.

"Maaf, sudah mengecewakanmu! Aku akan kembali bekerja sekarang. Tapi, maukah kau berjanji satu hal?"

Ah, laki-laki mana yang sanggup menolak sentuhan lembut diiringi suara serak yang terdengar menggoda.

"Apa?"

"Dua jam lagi waktunya istirahat. Aku ingin makan siang bareng kamu nanti."

"Baiklah. Sekarang keluarlah! Aku sedang banyak kerjaan."

Ammar menyingkirkan tangan Rani dari tubuhnya. Entah sudah berapa kali harga diri wanita itu dipermainkan kekasihnya sendiri hari ini.

"See you, honey."

"Heum."

Melihat respon Ammar, wanita itu langsung menuju pintu keluar dengan emosi tertahan. Hatinya menyalahkan Elif atas perubahan Ammar. Mengutuk Elif yang berstatus sebagai istri sah.

Padahal, Rani sudah melihat sendiri betapa mengenaskan keadaan Elif yang keluar dari ruangan Ammar saat berpapasan dengannya di pintu lift.

"Aku tidak boleh takut. Selama ini Ammar sangat membenci Elif, tidak mungkin wanita itu bisa menggantikan posisiku," guman Rani setelah keluar dari sana.

.

Setelah melirik jam di tangannya, Elif gegas mematikan layar komputer kemudian keluar ruangan dan berjalan menuju lobi. Wanita itu ada janji temu dengan beberapa sahabat lama ketika kuliah dulu di restoran dekat kantor. Wanita itu tampak antusias, sekilas bahkan melupakan masalah pelik yang tengah menimpanya.

Namun, itu tidak bertahan lama. Di lobi, ada pemandangan yang kurang menyenangkan hati. Meski, senyum sempat terukir pada beberapa karyawan yang menunduk tanda menghormati.

Elif pura-pura tidak melihat ketika berpapasan dengan laki-laki yang lengannya diapit manja oleh seorang wanita.

Tetap berjalan seperti biasa tanpa terganggu, meski setiap yang melihat merasa prihatin dalam hati. Hei, mereka hanya karyawan, siapa yang berani menentang kelakukan rendah seorang atasan.

Namun, saat hanya tinggal beberapa meter lagi posisi Elif akan benar-benar di depan suami yang sedang bersama selingkuhan. Sebuah suara membuatnya terhenti dan menoleh ke belakang.

"Elif!" panggil seseorang berlari kecil ke arahnya.

"Mau makan siang di luar ya?" tanya laki-laki berusia 27 tahun—yang biasa di panggil 'Pak Alzam' saat sudah berdiri di samping istri Ammar.

"Iya, aku ada janji ...."

"Ya sudah, ayo barengan." Alzam mengangdeng tangan Elif dan hendak mengajaknya pergi. Tak hanya Elif, siapapun yang berdiri di sana terkejut dengan tingkah berani laki-laki itu.

Menggandeng istri bos di depan matanya, lumayan kurang ajar bukan?

"Tapi, ... ."

"Kenapa? Di jemarimu tidak ada lagi cincin pernikahan? Berarti sekarang ... aku bisa mengajakmu kemanapun, 'kan?" tanya Alzam dengan suara lantang sembari melirik pada jemari Elif kemudian beralih dengan tatapan sinis pada laki-laki yang berdiri tidak jauh dari mereka.

.

Next?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status