Setelah lumayan lama mengantri, akhirnya Darius berhasil mendapatkan dua cup es krim dengan rasa yang berbeda."Ini, kamu masih suka vanila 'kan?" Darius menyodorkan milik Elif sembari bertanya untuk memastikan. Sudah hukum alam, setelah lumayan lama tidak bertemu, mungkin ada beberapa bahkan banyak hal telah berubah bagi seseorang. Meski untuk hal-hal kecil, seperti makanan kesukaan. "Tidak jauh di depan ada taman. Mampir dulu atau bagaimana?" tanya Darius meminta jawaban. "Eum boleh." Di sinilah kini dua anak manusia itu menikmati senja. Dengan ea krim yang kadang membuat mulut salah satunya tampak belepotan. Dan itu sukses membuat salah satunya lagi mengambil kesempatan. Ah, hal-hal kecil seperti itu membuat Darius candu. Berharap bisa melakukannya berulang-ulang. Besok atau selamanya. Tiap kali sisa es krim tertinggal di sudut bibir Elif. Darius akan menyapunya dengan jempol. Dan tentu saja, Elif tidak punya kesempatan untuk menolak. Sebab, Darius suka bertindak tiba-tiba ta
"Ishh!"Darius meringis saat kapas di tangan Elif bersentuhan dengan lukanya. "Apakah ini perih?""Sedikit." "Maaf! Gara-gara aku kamu jadi seperti ini." Elif mengambil kapas yang baru dan memberinya sedikit betadin. "Tidak masalah asal kau tetap baik-baik saja."Seketika pandangan mereka bertemu."Apa maksudmu, Darius?" Pertanyaan sederhana yang keluar dari bibir mungil itu seketika membuat Darius salah tingkah. Dalam hati Darius mengutuk dirinya yang terlalu terburu-buru. "A—aku tidak bisa diam saja melihat sahabatku kesulitan," jawab Darius menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sementara Elif hanya ber 'oh' riya. Kemudian, melanjutkan aktivitasnya mengobati wajah Darius. Dalam hati, Elif merasa lega setelah mendengar kalimat terakhir laki-laki itu. Berarti, apa yang Hilya katakan selama ini tidaklah benar. Darius belum mengakhiri masa lajang, bukan karena dirinya, pikir Elif.'Tentu saja apa yang aku khawatirkan selama ini tidak benar.'Elif geleng-geleng kepala, dalam hati
Sepasang netra milik wanita berlesung pipi itu mulai berkabut menyaksikan apa yang terjadi dalam ruangan CEO yang hanya berdinding kaca transparan. Sama seperti miliknya.Ruang kerja mereka saling berhadapan, hanya dipisahkan oleh koridor, selebihnya kedua pemilik ruangan itu saling mengetahui apa yang terjadi di dalam ruang kerja satu sama lain, di balik dinding kaca jika tak tertutup tirai. Tak ada yang aneh memang, tapi di dalam sana, seorang pria tampan tengah suap-suapan dengan mesra dengan seorang wanita layaknya sepasang kekasih di saat semua orang tengah bekerja.Tentu saja, sekarang belum waktunya makan siang. Tapi, siapa yang berani menegur seorang CEO yang tengah dimabuk asmara di dalam sana. Lumayan lama wanita berambut panjang itu menetralisir dada yang sejak tadi berdenyut. Jika ribuan karyawan di perusahaan ini tidak punya hak dan alasan memberi peringatan pada atasan mereka karena kelakuannya yang kurang mendidik, wanita pemilik nama lengkap Elif Sabrina itu memiliki
HAPPY READING 😍Dalam sebuah kamar mewah, seorang laki-laki yang sedang terbaring di atas ranjang King Size itu sibuk menatap cincin berlian di tangannya. Padahal, waktu hampir menjelang pagi."Heh, mari kita lihat berapa hari kau akan bertahan di luar sana. Kau tidak bisa hidup selain di bawah ketiak mamaku. Dasar menyusahkan!" monolog Ammar kemudian mencengkram erat cincin itu.Ingin mengakhiri ikatan suci, tapi hati kecilnya melarang. Ingin berhenti menyakiti tapi hatinya juga telah dibutakan oleh dendam. Setitik penyesalan yang hinggap, tak mampu melenyapkan rasa bencinya pada wanita bernama Elif Sabrina. Ammar membenci Elif, ya laki-laki itu mencintainya..Hari ini Elif tampak bersemangat untuk berkerja, baginya ini adalah awal yang baru dan berharap lebih baik dari sebelumnya. Mulai sekarang Elif tidak perlu lagi berada di toilet kantor dalam durasi waktu yang lama hanya demi menumpahkan segala rasa sakit melalui air mata saat bekerja.Bagi wanita bersurai panjang itu, kemar
Laki-laki yang berada di kursi kebesaran itu masih menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan saat ketukan pintu mulai terdengar dari luar. "Masuk!" Beberapa detik setelah Ammar mengeluarkan perintah, pintu mulai terbuka, seorang wanita muncul di baliknya. Wanita yang hingga kemarin masih haus akan perhatian serta mengemis cinta darinya. Maksudnya, hanya sampai kemarin, tidak lagi untuk hari ini.Elif berjalan ragu-ragu sampai langkahnya terhenti tepat di depan meja Ammar. Sedikit menunduk layaknya bawahan ketika bertemu atasan. Ammar memberikan tatapan entah, tapi yang sedang ditelisik tidak menyadari akan hal itu. Ah, lebih tepatnya tidak peduli. "Siapa yang menyuruhmu pindah ke ruangan lain? Bukankah dulu kau yang memohon-mohon pada Mama untuk ditempatkan di ruangan yang dekat denganku?" cerca laki-laki itu meremehkan. "Maaf, Pak! Menurut laporan HRD, saya dipindahkan atas perintah Ny. Risma. Dan terkait perkataan Bapak yang nomor dua, saya ingin sedikit mengoreksi, saya tida
Sesaat setelah kepergian Elif dari ruangannya, Ammar melirik dengan perasaan senang ke arah pintu yang mulai kembali terbuka. Namun, hatinya kembali menciut saat seseorang yang berbeda dengan yang terlintas di pikirannya muncul di baliknya."Hai Sayang, kamu kok kayak nggak semangat gitu lihat aku datang?" "Heum." Tadinya, Ammar mengira Elif yang kembali untuk mengambil cincin pernikahan. Namun, kepercayaan diri Ammar seketika runtuh ketika wanita seksi bernama Rani yang menghampiri. Ternyata, dugaan laki-laki itu tentang Elif yang sangat cepat mengambil keputusan untuk pulang bersamanya, salah besar. "Apa karena perempuan itu, kamu mengabaikanku sekarang?" tanya Rani setelah mendaratkan tubuh ke atas meja kerja Ammar. "Perempuan yang mana?" Ammar pura-pura tidak tahu ke mana arah pembicaraan kekasihnya."Elif""Tidak. Turunlah, ini membuat pekerjaanku terganggu!" "Kamu aneh hari ini. Biasanya malah selalu menyuruhku duduk di depanmu seperti ini." Rani melongos, dan berjalan den
."Kenapa? Di jemarimu tidak ada lagi cincin pernikahan. Berarti, sekarang aku bisa mengajakmu kemanapun, 'kan?" tanya Alzam dengan suara lantang sembari melirik pada jemari Elif kemudian beralih dengan tatapan sinis pada laki-laki yang berdiri tidak jauh dari mereka. Hati Ammar serasa diremas, netranya menatap nyalang ke arah dua manusia yang tengah berdiri di depannya.Hati Ammar juga menyalahkan Elif yang sembarangan melepas cincin pernikahan. Entahlah, ditubuhnya ada wanita lain yang sedang menempel dengan manja. Tapi, jiwanya terperangkap untuk wanita yang sedang bingung menerima ajakan makan siang dari sepupunya sendiri.Ya, Alzam Elfata adalah sepupu Ammar dari pihak mamanya. Laki-laki dengan tubuh atletis berwajah rupawan yang sebelas dua belas dengan Ammar itu adalah satu-satunya orang yang berani melawan Ammar di perusahaan. Selain keluarganya sebagai salah satu investor penting bagi d'Arr Group, Alzam memang di tempatkan Ny. Risma untuk memantau kelakukan Ammar pada menan
Dalam perjalanan, Alzam dan Elif ditemani kebisuan. Tak ada yang ingin memulai percakapan. Meski sesekali, Alzam mencuri-curi pandang pada wajah sendu yang sibuk menatap kosong sekitar. Setelah beberapa menit menempuh perjalanan, mobil yang dikendarai Alzam berhenti di depan sebuah resto yang ingin Elif kunjungi. Ada beberapa teman yang sudah menunggu di dalam sana. "Masuklah! Teman-temanmu sudah menunggu bukan?" perintah Alzam. "Lalu ... Kak Alzam, bagaimana?" Tatapan tidak enak dari wanita di sampingnya, membuat senyum laki-laki itu mengembang. 'Kau terlalu sibuk menjaga perasaan orang lain. Hingga lupa dengan perasaanmu sendiri yang hampir hancur tak berbentuk.' "Aku bukan anak kecil, aku juga punya urusan di sekitar sini. Habiskan waktu bersama mereka hingga kau bosan. Jangan khawatir kakau kita telat kembali ke kantor! Itu akan menjadi urusanku. Ingat, hubungi aku kalau sudah selesai!" "Benar, Kak Alzam tidak apa-apa sendirian? Eum, kalau tidak keberatan, Kak Alzam bisa ik