Share

Aku Pergi, Mas
Aku Pergi, Mas
Penulis: p.hara

1. Menyerah

Sepasang netra milik wanita berlesung pipi itu mulai berkabut menyaksikan apa yang terjadi dalam ruangan CEO yang hanya berdinding kaca transparan. Sama seperti miliknya.

Ruang kerja mereka saling berhadapan, hanya dipisahkan oleh koridor, selebihnya kedua pemilik ruangan itu saling mengetahui apa yang terjadi di dalam ruang kerja satu sama lain, di balik dinding kaca jika tak tertutup tirai.

Tak ada yang aneh memang, tapi di dalam sana, seorang pria tampan tengah suap-suapan dengan mesra dengan seorang wanita layaknya sepasang kekasih di saat semua orang tengah bekerja.

Tentu saja, sekarang belum waktunya makan siang. Tapi, siapa yang berani menegur seorang CEO yang tengah dimabuk asmara di dalam sana. Lumayan lama wanita berambut panjang itu menetralisir dada yang sejak tadi berdenyut.

Jika ribuan karyawan di perusahaan ini tidak punya hak dan alasan memberi peringatan pada atasan mereka karena kelakuannya yang kurang mendidik, wanita pemilik nama lengkap Elif Sabrina itu memilikinya.

Ya, wanita yang berstatus sebagai manager keuangan itu punya hak penuh dan alasan yang kuat tentunya. Karena laki-laki yang sedang disuapi oleh wanita selain dirinya itu adalah ... suaminya. Laki-laki yang telah mengucapkan ijab kabul di depan penghulu untuk menjadi imam, kekasih, serta teman hidup yang akan mendampingi dalam setiap kondisi.

Elif bangkit dari kursi dan berjalan dengan elegan menuju ruangan di depan sana. Ruangan yang tidak bisa dimasuki oleh sembarangan orang, kecuali atas perintah dari pemiliknya.

Sempat merasa gemetar saat hendak memutar handel pintu dengan tulisan 'CEO Ammar Khalid Arrasyid'. Namun, Elif menepisnya dengan kuat sembari berbisik dalam hati 'aku bisa, aku akan baik-baik saja'.

"Permisi. Maaf mengganggu waktunya. Tapi, saya hanya ingin memberi saran. Sebaiknya tariklah tirai jika ingin melakukan hal-hal yang akan memberi contoh negative untuk karyawan lain. Itu sangat melanggar etos kerja, sekalipun yang melakukannya seorang CEO," jelas Elif panjang lebar dengan sangat elegan sambil menarik tirai.

Sementara telinga Ammar terasa panas mendengar kalimat demi kalimat yang baru saja terlontar dengan lancang dari bibir istrinya.

Wajah laki-laki itu merah padam, sedangkan wanita dalam pangkuannya mendelik tajam pada Elif.

"Kau ...." tunjuk wanita itu menahan geram.

Namun, sebelum mereka melayangkan protes, Elif telah lebih dulu keluar dari sana dengan wajah yang begitu damai. Tidak lagi ada emosi dan kesedihan yang wanita cantik itu tunjukkan kali ini. Sangat berbeda dengan hari-hari sebelumnya.

Jika kemarin-kemarin Elif akan menghampiri mereka dengan wajah basah dengan air mata, tidak untuk kali ini. Entah karena tak lagi ada air mata, entah karena sudah sadar jika laki-laki di dalam sana tidak pantas untuk ditangisi.

Elif benar-benar sempurna, hal itu pula yang membuat Ammar mulai bingung dan bertanya-tanya. Kenapa istrinya tidak terlihat sakit seperti biasanya kala mendapati kejadian seperti barusan.

Padahal, Ammar sengaja tidak menarik tirai karena ingin mempertontonkan kemesraan dengan kekasihnya yang bernama Rani pada Elif.

"Pergilah! Aku ingin sendiri," ujar Ammar sembari mengisyaratkan agar Rani turun dari pangkuannya.

"Tapi, Yank, ...."

Ucapan wanita seksi itu terpotong ketika Ammar mengibaskan tangannya, tanda menyuruh keluar. Sementara dalam ruangan lainnya, Elif yang tak lagi fokus untuk melanjutkan pekerjaan, meraih tasnya berniat untuk pulang.

Hari ini sama buruknya dengan hari-hari yang lalu bagi wanita itu. Di dalam kantor, wanita pemilik tubuh semampai itu masih berjalan elegan dengan senyum berbinar ketika para karyawan menyapanya.

Hingga tiba di area parkir Elif masih baik-baik saja, sebelum akhirnya kembali menumpahkan air mata di balik mobil mewah yang menjadi pelindungnya dari tontonan orang-orang.

"Aku lelah, benar-benar lelah menjadi istrinya. Hiks."

Elif menepuk-nepuk dadanya yang terasa sakit. Entah sejak kapan dan kenapa, tapi itu selalu terjadi ketika mendapati suaminya tengah menyakitinya dengan sengaja.

.

Saat mobil yang dikendarainya telah memasuki halaman rumah yang luas. Elif turun dari mobil dan berjalan dengan gontai menuju pintu utama.

"Sayang, kamu kenapa?!" pekik Nyonya Risma—mama mertuanya, khawatir kala mendapati menantunya dalam keadaan yang jauh dari baik-baik saja. Penampilan Elif tampak berantakan dengan wajah yang penuh dengan air mata.

"Ma, maaf! Tapi, aku merasa tidak sanggup lagi menjadi istri Mas Ammar." Mendengar isakan Elif Ny. Risma memeluk erat tubuh menantunya. Di sana Elif menumpahkan segala lara dan air mata.

"Dengar Sayang! Kalau kamu tidak sanggup lagi, lepaskan! Kamu terlalu berharga untuk menangisi laki-laki keras kepala seperti itu." Ny. Risma mengusap pelan punggung menantunya yang tengah terguncang.

"Apa Mama tidak akan marah sama Elif?" tanya wanita itu dengan ragu setelah melepas pelukan mertuanya.

"Tidak Sayang. Apapun yang terjadi Mama akan tetap menyayangi dan mendukungmu. Sekarang lepaskan cincin itu dan kamu bukan lagi menantu Mama tapi putri Mama selamanya," ujar Ny. Risma dengan mata berkaca-kaca.

"Terimakasih, Ma. Elif sangat menyayangi Mama."

"Kemasi barang-barangmu dan tinggallah di apartemen kita! Mama janji akan sering-sering mengunjungimu. Biarkan Ammar menyesal dengan apa yang dilakukannya selama ini untuk menyakitimu. Sudah cukup kamu mengeluarkan air mata untuk laki-laki itu.

Kedepannya berjanjilah untuk selalu tersenyum dan tetap bekerja seperti biasa. Cukup bersikap padanya layaknya atasan kerja bukan sebagai suami. Mulai sekarang kamu putri mama, mama akan sedih melihatmu terluka. Lupakan Ammar!"

Sekali lagi Elif menjatuhkan diri dalam pelukan mama mertuanya. Wanita paruh baya itu memiliki hati bak malaikat, beda jauh dengan anaknya yang seperti seorang iblis. Selama ini, kebaikan Ny. Rismalah yang membuat Elif bertahan dalam pernikahan dengan kebahagiaan semu yang dulu dijanjikan Ammar.

Setelah puas melepas rindu dengan sang ibu, Elif melepaskan cincin pernikahannya dan menyerahkan pada Ny. Risma. Kemudian menuju kamar yang selama ini ditempatinya sendirian untuk mengambil barang-barang miliknya yang kira-kira penting untuk di bawa.

Ya Elif dan Ammar tidur di kamar yang berbeda, tepat di hari pertama Elif di boyong ke rumah mewah itu setelah pernikahan mereka.

.

Malam hari Ammar tiba di rumah tepat saat Ny. Risma keluar setelah mendengar deru mobil putranya. "Ma," sapa laki-laki itu ramah pada wanita yang telah melahirkannya.

Entah kenapa hanya pada Elif-lah Ammar menunjukkan sisi iblisnya yang begitu kejam. Entah apa alasannya, hanya laki-laki itu yang mengetahuinya.

Yang jelas sebelum pernikahan, hubungan mereka baik-baik saja bahkan bisa dikatakan mesra. Kata orang-orang Elif beruntung dicintai Ammar begitupun sebaliknya. Nyatanya, itu hanyalah sandiwara.

"Duduklah, ada yang ingin Mama bicarakan!" ketus Ny. Risma kemudian menuju sofa yang diikuti Ammar.

"Mama ingin bicara apa? Kalau soal Elif, aku tidak ada waktu." Ketika Ammar hendak beranjak, langkahnya tertahan oleh ucapan Ny. Risma.

"Bukan tentang Elif, karena mulai sekarang Mama tidak akan lagi menyita waktumu untuk membahasnya."

"Ini ambillah! Elif menitipkan ini pada Mama. Mulai sekarang kamu bebas membawa wanita j*lang itu ke rumah ini bahkan ke kamarmu kalau perlu. Karena Elif sudah pergi, dia tidak akan lagi mengganggu hidupmu. Putriku juga berhak untuk bahagia."

Ny. Risma meletakkan cincin pernikahan milik Elif ke atas meja tepat di hadapan Ammar yang melongo tidak percaya. "Maksud ... Mama, apa?" tanya Ammar dengan pelan.

"Tidak ada maksud apa-apa. Elif hanya sudah sangat lelah. Dan Mama mengizinkannya mencari kebahagiaan di luar sana. Air matanya sudah habis dikeluarkan dengan sia-sia selama ini untuk laki-laki yang tidak pantas. Jangan ganggu Elif lagi!" Ny. Risma beranjak meninggalkan Ammar yang masih tertegun di tempat duduknya.

Ammar mengambil cincin itu dengan ragu sembari teringat dengan kejadian tadi saat di kantor dan banyak kejadian lain ketika dirinya menyakiti Elif.

"Aku istrimu, kenapa kau lebih memilih dengan wanita ini?" tanya Elif pada suatu hari karena mendapati suaminya sedang bersama wanita lain.

"Apa salahku, katakan! Biar aku meminta maaf dan memperbaikinya. Jangan menyiksaku dengan cara seperti ini. Aku sakit melihatmu secara terang-terangan mengakui wanita lain sebagai kekasihmu." tutur Elif di lain waktu.

"Kamu ingin makan apa? Biar aku siapkan."

"Kenapa kamu berubah. Biarpun begitu, aku akan tetap mencintai kamu," bisik Elif di suatu hari ketika Ammar pura-pura tidur.

"Ban mobilku kempes, bolehkah aku menumpang di mobilmu?"

"Maaf ya, tapi kami ingin dinner romantis tanpa diganggu siapapun. Jadi, silahkan pulang nail taksi saja."

Elif menoleh pada wanita pemilik suara yang muncul tiba-tiba suatu sore di parkiran kantor.

"Mas, sedang sibuk ya? Mau aku temani?" tanya Elif pada suatu malam di ruang kerja Ammar.

"Enyah kau dari hadapanku, wanita miskin!"

Setiap makian, hinaan dan teriakan Ammar untuk Elif kini muncul satu persatu dalam kepala laki-laki itu. Sekarang, dia terbebas, wanita miskin itu sudah pergi dari hidupnya.

.

Krisan guys.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status