Share

Diusir

Satu minggu ini, aku terpaksa mendiamkan Mas Hasan. Bukan karena benci, tapi lebih ke menyuarakan ketidaksetujuan sikapnya yang kukuh tak ingin pulang menengok mamah.

“Mau sampai kapan sih, Adek diemin Mas?“ tanyanya saat aku tengah menggoreng bakwan jagung. Dia menatapku sambil menopang dagu. Aku segera mengambil kertas catatan dan pulpen di atas kulkas untuk menjawabnya.

[Sampai Mas mau pulang ke Cianjur. Titik.]

Aku menyerahkan kertas itu. Mas Hasan membacanya dengan wajah merengut, diakhiri helaan napas panjang.

“Oke Deh. Besok kita ke Cianjur. Mas nggak tahan didiemin terus,“ katanya sambil tersenyum miring membuat senyumku terbit seketika.

*

Angin berembus cukup kencang. Kusingkap gorden, menanti kepulangan Mas Hasan. Sudah pukul dua belas malam dan Mas Hasan belum kunjung pulang. Sudah kukirim pesan, tapi belum dia baca. Tak biasan Mas Hasan pulang lebih dari pukul sepuluh.

Tak lama terdengar suara gerbang disusul deru motor Mas Hasan. Kuputar anak kunci, lalu menunggunya di a
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status