Share

Bab 3. Kesucian yang Direnggut

Keenan terdiam dalam kebingungannya, setelah seperkian detik, kemudian dengan suara tegas ia berkata, "Bercandamu tidak lucu, Sayang."

Ya Tuhan, bahkan dia mengira aku sedang bercanda. Aku terkejut, sedih, dan juga panik. Keenan mengira kalau ini semua adalah lelucon. Aku ingin membuat lelucon, apabila hanya itu saja masalahnya. Namun, saat ini yang terjadi adalah kenyataan yang pahit. Tante Belinda menyuruhku untuk pergi dari kehidupan Keenan. Terlebih lagi, Keenan sudah dijodohkan dengan wanita lain.

Kuusap air mata yang menetes di pipiku dengan kasar. Lalu aku menatap Keenan yang masih berjongkok di hadapanku dengan tatapan tegas.

"Aku tidak bercanda, Keen. Aku ingin kita berpisah," kataku dengan suara lirih.

Keenan tampak bingung dan tidak mengerti kenapa aku harus mengambil keputusan itu. "Kenapa?" tanyanya lirih dengan suara bergetar.

Aku diam sejenak, memikirkan jawaban yang tepat dan tak menyakiti perasaannya terlalu dalam. Aku merasa hatiku yang sesak dan teramat pedih ketika batinku memutuskan hubungan kami.

Aku tertunduk, tak berani menatap matanya yang sudah memerah. "Aku sudah tidak mencintaimu lagi," alibiku, bahkan aku sendiri mencoba menguatkan hatiku yang teramat sesak.

Rasa sakitnya sangat mendalam, hatiku berdebar keras sambil mencoba menatap Keenan yang menjadi bulan-bulanan kata-kataku. Aku bisa merasakan kekecewaan di matanya yang semakin memerah. Aku tidak pernah menyangka bahwa hubungan kami akan berakhir seperti ini. Kami pernah memiliki impian dan rencana di masa depan, tetapi hari ini impian kami harus pupus begitu saja.

Keenan menutup kotak cincin itu dengan kasar, kemudian berdiri dan menatapku dengan tatapan tajam. "Apa maksud ucapanmu? Kamu tidak mencintaiku lagi?" ucapnya dengan suara yang terdengar marah dan kesal. "Kamu lupa dengan janji kita dulu? Apa kamu lupa, bahwa seberat apa pun masalah yang kita lalui, kita tidak akan pernah saling meninggalkan satu sama lain? Apa kamu lupa dengan semua itu, Ara?!"

Aku bisa merasakan detak jantungku semakin cepat saat ia menggoyangkan bahuku, dengan suara gema pasir langsung masuk ke dalam telingaku. Air mataku kembali menetes, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.

Saat air mataku kembali jatuh, aku menyadari betapa sulitnya melupakan semua kenangan kami bersama sekaligus menerima kenyataan bahwa aku dan Keenan tak bisa bersama lagi. Aku tahu hatiku sangat sakit, tapi aku tidak bisa berbuat apa-apa.

Namun, Keenan tidak bisa mengerti perasaanku dan terus menuntut jawaban dariku. "Ayo jawab! Kenapa kamu diam saja?!" desaknya sambil menggoyangkan bahuku berkali-kali. Urat-urat di lehernya terlihat menonjol, ia tampak sangat marah kepadaku.

Aku tahu Keenan sedang kesal dan bersedih karena keputusan ini, tapi aku tidak bisa membuat diriku untuk bertahan lebih lama lagi. "Maafkan aku, Keen. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Aku tidak bisa memaksa perasaanku terlalu jauh."

Keenan melepaskan bahuku dengan kasar, ia memalingkan wajahnya dari arahku. Aku tidak tahu, apakah dia juga menangis seperti diriku? Terlihat bila kedua bahunya sudah naik turun, sepertinya ia sedang mencoba untuk meredam amarahnya.

Lalu, dia mengusap matanya dan melihat padaku lagi. "Kalau begitu, aku akan membuatmu tidak akan pernah meninggalkanku," ucapnya dengan suara kesal dan kemudian menarik tanganku dengan kasar.

Aku merasa kesakitan ketika Keenan terus menarik tanganku. "Keen, kamu mau membawa aku ke mana?" tanyaku dengan reaksi panik.

Tanpa menjawab pertanyaanku, Keenan membuka pintu mobil dan menyuruhku untuk segera masuk.

"Masuk!" titahnya.

"Kamu mau membawa aku ke mana, Keen?" tanyaku sekali lagi.

"Aku bilang, masuk!" Dia berteriak, menyuruhku untuk segera masuk kembali.

Aku bisa merasakan gelisah di dalam dadaku ketika mendengar ucapan dan ulah Keenan. Tapi aku tetap menurutinya sambil menundukkan kepalaku untuk masuk ke dalam mobil.

Kemudian, ia mulai mengemudi dengan cepat dan arogan. Aku terduduk dengan kencang di sampingnya, sedangkan Keenan mengendarai mobilnya dengan sangat agresif. Aku hanya bisa menutup mataku dan berpegangan sampai kuku jari telunjukku putih karena menggenggam sabuk pengaman.

Aku hanya bisa terdiam, menatap keluar jendela ketika mobil memasuki gerbang apartemen. Aku bisa merasakan aura tegang Keenan di sebelahku. Begitu mobil berhenti, Keenan membuka pintu dan berdiri di samping mobil.

"Ayo turun!" tegasnya, menatapku dengan tatapan tajam.

"Tapi, Keen …" jawabku ragu.

"Aku bilang turun!" potongnya dengan nada yang semakin kesal.

Dia menarik tanganku kuat, membuatku terkejut dan ragu-ragu untuk turun. Namun, Keenan terus menarikku hingga aku bergeming di depan apartemen itu.

Setelah membanting pintu mobilnya, ia meraih tanganku dengan kuat dan menarikku masuk ke dalam apartemen. Rasa sakit pun kemudian muncul di tanganku, saat ia benar-benar membiarkan genggamannya melekat.

"Lepaskan, Keen! Sakit!" Aku memohon, mencoba melepaskan tangannya yang semakin mengencang. Namun, ia tidak menghiraukan permohonanku dan tetap menahanku dengan kekuatan yang melebihi batas.

"Awh …!"

Aku merintih kesakitan ketika Keenan menjatuhkan tubuhku ke ranjang ukuran king size. Tubuhku tersentak ketika ia menghempaskannya dengan begitu kasar.

"Apa yang akan kamu lakukan, Keen?" tanyaku dengan suara gemetar, setelah ia melepas bajunya, ia berjalan mendekatiku. Namun, tindakan kasarnya semakin membuatku terkejut ketika ia langsung menarik tengkukku.

Seketika aku merasakan sensasi yang sangat sakit ketika ia menggigit bibirku dengan kasar. Aku mencoba memukul dadanya, tapi tidak ada efek apa pun. Keenan sama sekali tidak memperdulikan sakit yang kurasakan dan langsung meneruskan tindakannya.

"Aku akan membuatmu tidak akan pernah meninggalkanku," ucap Keenan dengan napas yang sudah terengah-engah. Matanya bersinar seperti kilat perak saat menatapku dengan tatapan tajam yang seolah ingin memberikan pelajaran kepadaku.

"Jangan, Keen. Aku mohon!"

Aku memohon kepadanya untuk tidak melakukan apa yang dia pikirkan. Namun, perkataanku sepertinya tidak berpengaruh sama sekali, ia terus saja memperlakukanku seperti wanita tidak berharga. Rasa sakit yang aku rasakan sangat teramat dalam ketika ia terus saja menghujamiku bertubi-tubi.

Aku mencoba untuk menghentikannya dan memohon agar ia menghentikan perlakuannya yang kasar dan kejam, tapi ia sama sekali mengabaikan kata-kataku. Dia terus merobek kesucianku dengan tanpa ampun bahkan air mataku pun tidak membuatnya tergerak sedikit pun.

Aku merasa sangat terluka dan terpukul oleh perlakuan Keenan, aku tidak tahu setan apa yang telah merasuki dirinya dan membuatnya gelap mata. Aku merasa seperti aku telah tidak lagi memiliki kendali atas diriku sendiri. Hatiku begitu rapuh dan hancur oleh perlakuan Keenan yang sangat kejam dan mengerikan.

"Aduh!"

Aku membuka mataku, saat merasa tubuhku begitu teramat sakit.

"Ya Tuhan, mimpi apa aku semalam?" lirihku, kusentuh kepalaku yang teramat begitu sakit, sinar matahari masuk ke dalam celah-celah jendela. Aku mulai memfokuskan keadaan, di mana aku melihat tubuhku yang polos tanpa sehelai benang pun, dan aku segera melihat ke arah seseorang yang tertidur pulas di sampingku.

"Ya Tuhan, apa semalam aku tidak bermimpi?" Aku menutup mulutku sendiri, menggelengkan kepala ini, tak menyangka bila kejadian yang menyeramkan semalam itu adalah sebuah kebenaran.

Tiba-tiba, air mataku mengalir deras ketika mengingat tentang Keenan yang telah menghancurkan hidupku. Aku tidak pernah menyangka bahwa kekasihku sekaligus orang yang aku cintai dengan sepenuh hati tega merampas kesucianku. Aku merasa terpuruk dan merasa bahwa hidupku sepenuhnya telah hancur.

Aku mengusap kedua mataku dengan kasar untuk menghentikan air mata yang terus saja mengalir. Sambil menyibak selimut, aku turun dari tempat tidur untuk mengambil pakaian yang tergeletak di bawah tempat tidur.

Namun, begitu aku melihat pakaianku, aku menyesal. Aku lupa bahwa Keenan telah merusak pakaiannya dengan sangat brutal. Rasa putus asa mulai menghampiriku ketika aku menyadari bahwa aku tidak bisa mengenakan pakaian itu.

"Aku tidak mungkin mengenakan pakaian ini," lirihku.

Aku kemudian melihat ke arah lemari pakaian Keenan, dan aku segera mengambil kaos dan celana miliknya. Aku tahu pasti bahwa pakaian Keenan akan kebesaran di badanku, tapi itu lebih baik daripada harus menggunakan pakaian yang sudah sobek.

Saat aku hendak keluar dari kamar Keenan, tiba-tiba aku mendengar suara ponsel berbunyi, itu adalah nada dering ponselku. Aku segera menuju ke arah suara dering tersebut, segera kuraih ponsel yang ada di atas meja. Aku melihat nomor ibuku yang menelpon dan segera mengangkat panggilan tersebut.

"Halo," sapaku.

"Assalamualaikum, Nak." Terdengar suara ibuku yang terisak di seberang telepon.

"Waalaikumsalam, Bu. Ada apa, Bu? Kenapa Ibu menangis?" tanyaku dengan khawatir.

"Ayahmu, Nak. Dokter mengatakan bahwa keadaannya sangat serius. Dokter menyarankan kita untuk segera melakukan operasi," jawab ibuku dengan nada cemas.

"A-apa? Baiklah, Bu. Ara akan segera pulang sekarang," ujarku dengan cepat, aku merasa terkejut dan khawatir akan kondisi ayahku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status