"Van, kamu ngelakuin apa ke temanmu itu?" tanya Jasmine khawatir.Kevan tetap tersenyum menanggapi pertanyaan Jasmine. Dia menjawab, "Hanya sentil dia dikit, Ma. Kalau Mama dan Papa capek, duduk dulu di sini! Aku akan cari taksi setelah urusanku dan Malik selesai."Kevan menunjuk kursi besi panjang bercat hijau di belakang mereka. Jasmine dan Theo duduk di sana sambil memegangi piagam penghargaan dan piala Kevan.Merasa ada yang tidak beres, Malik menghampiri wanita yang berteriak. Sedangkan Kevan membiarkannya. Kevan menatap kedua orang tuanya dengan senyum."Ma, kenapa?"Wanita yang berteriak histeris itu ternyata ibu kandung Malik bernama Marthini Abriyanto.Semua orang sekarang menatap Malik dan ibunya yang bermake up tebal dengan pakaian yang modis. Sepatu high heels-nya berwarna senada dengan dress merah selutut yang dipakainya. Rambutnya yang pirang dipotong pendek tepat di bawah telinga. Marthini mengaktifkan mode speaker. "Marthini Abriyanto, saya tegaskan satu kali lagi. Ka
"Keluarga Hanindra? Jadi selama ini mahasiswa beasiswa 50% itu Cucu pertama keluarga Hanindra?""Bukan cuma Cucu pertama, tapi dia Cucu kesayangan keluarga hanindra.""Penampilannya bener-bener sederhana. Sama sekali nggak keliatan Cucu orang kaya!""Pantes dia nggak mau sama Novira! Padahal Novira cakep.""Heh, nggak mungkinlah Kevan mau sama bekasnya Samir. Kita nggak tahu Novira udah unboxing apa belum!"Semua itu adalah reaksi orang-orang di sekitar Kevan. Namun, Kevan hanya diam mendengarkan tanggapan mereka. Karena dia lebih memilih untuk mengurusi keluarga Malik."Apa kalo bukan aku, anakmu boleh bersikap semena-mena?!" tanya Kevan dengan mata menyala. Kevan menghempaskan tangan Marthini hingga mengejutkan wanita itu. Kevan menoleh ke kanan dan kirinya. Dia melihat semua orang memandanginya."Oh, nggak gitu, Tuan Muda," sanggah Marthini. Dia buru-buru mengubah mimik wajahnya. "Malik dimanja Ayahnya sejak kecil. Itu sebabnya, dia jadi semena-mena dan bodoh."Wajah Malik memucat
"Van, jangan bilang kamu nggak bisa nyetir?" tanya Fauzan dengan berbisik. Kevan tersenyum tipis. Dia menatap Jasmine. "Pergi aja sama teman kamu, Van!" seru Jasmine lembut. Dia tersenyum. "Ya kan, Pa?"Theo mengangguk. "Iya, Van. Hargai pemberian Kakek dan Nenek. Kamu pantas dapetin hadiah itu."Setelah mendapatkan restu dari kedua orang tua, Kevan lantas mengangguk. Dia mengambil kunci mobil Bugatti dari tangan Dabin. "Paman, anterin orang tuaku sampai ke rumah dengan selamat!" Dabin membungkuk dan berkata, "Tentu, Tuan Muda. Jangan khawatir!""Satu lagi, Paman," kata Kevan tegas, dia menatap ke sekelilingnya. "Pastikan nggak ada gosip atau video apapun tentangku di kampus ini!" Kevan tidak peduli dengan statusnya. Dia hanya tidak ingin keluarga Darwin tahu kejadian hari ini di kampus.Kevan melangkah menjauh dari kerumunan. Orang-orang menyingkir dari jalan membiarkan Kevan melewati mereka. Namun tiba-tiba, Kevan berhenti. Dia menoleh ke belakang, menatap Fauzan."Fauzan, ayo
Satu bulan kemudian.Hari ini, tepat satu bulan Kevan berhasil akuisisi perusahaan Abbas 99. Kevan sudah meresmikan nama baru untuk perusahaan tembakaunya. K.C Tobacco adalah nama yang Kevan pilih untuk perusahaannya. Dia juga banyak merekrut warga di sekitar pabrik yang masih produktif untuk bekerja. Karena baginya, masih banyak orang miskin yang jujur dan mampu bekerja untuknya. Namun meskipun begitu, Kevan tetap memilih beberapa orang yang bisa bertanggung jawab penuh atas para pekerja. "Jadi, lokasi pabrik ini terbagi menjadi tiga, Van?" Gunawan bertanya antusias. Kevan dan Gunawan sedang berada di pabrik rokok. Di belakang mereka, Perdi dan Omar berjalan bersama. "Iya, Pak," jawab Kevan. Dia memakai masker kesehatan. "Pabrik ini, aku beri nama Pabrik Saturnus yang memproduksi 3 jenis produk baru rokok premium. Semua produknya aku desain sendiri. Lalu di bagian bawah sana, aku kasih nama pabrik Bintang yang produksi rokok menengah ke bawah." Kevan menatap wajah semua pekerja
"Ha?!" Novira terkejut. Dia mundur beberapa langkah sambil menatap Kevan."Aku ... aku mau ngelamar kerja. Kamu sendiri ngapain di sini? Mau ngelamar kerja juga?"Novira menatap beberapa orang yang datang bersama Kevan. "Aku yakin, kamu pasti diterima kerja di sini, Van. Karena kamu punya ijasah S1. Tapi, aku ... kuliah aja nggak selesai."Ada kesedihan di kedua mata Novira. Kevan dapat melihatnya. Novira berdiri di sana bersama 6 orang pelamar lainnya. Mereka terdiri dari pria dan wanita yang berpenampilan rapi.Kevan tidak membalas perkataan Novira. Dia menatap semua pelamar yang datang membawa berkas-berkas dokumen."Kalian semua ikut aku!"Kevan berjalan menuju sebuah ruangan bercat putih bersama Omar. Namun, para pelamar kerja tidak ada satupun yang beranjak dari sana hingga Perdi menegur mereka. "Kalian semua mau ngelamar kerja, kan? Itu Pak Kevan yang punya perusahaan tembakau. Cepet ikut dia masuk ke ruangan dan jangan sampai dia kelamaan nunggu!"Perdi menunjuk ruangan yan
"Selamat siang, para pekerja!"Siang ini, pukul 2:00 waktu kota Tango. Cuaca begitu redup dengan udara yang sejuk karena dusun Tembakau Dalam memiliki suhu udara yang bagus.Kevan menyapa para pekerja di lapangan pabrik K.C Tobacco. Dia duduk di kursi kayu, sedangkan para pekerja duduk di bawah. "Makasih kalian udah mau dateng untuk kerja di pabrik rokok aku."Semua orang menatap Kevan dan menunggunya berbicara. "AkuーKevan Hanindra, pemilik pabrik rokok K.C Tobacco. Siapa yang mau menyampaikan keluhan, pendapat, ide dan saran? Aku akan tampung semuanya dan pilih yang terbaik untuk dieksekusi."Suasana menjadi ramai seketika. Mereka saling pandang dan berbisik. "Bagi pekerja yang punya keluhan, pendapat, ide atau saran, silakan angkat tangan dan perkenalkan nama kalian!"Gunawan terheran-heran dengan jalan pikiran Kevan. Dia mengangkat kedua bahu."Van, apa kamu nggak salah? Bagi saya, kamu terlalu berlebihan manjain para buruh," keluh Gunawan. Dia tidak terima Kevan mengizinkan para
"Nama saya Engkos," ujar si pria memperkenalkan diri. "Saya teh sopir yang nganterin barang. Saya mau tanya ke Juragan Kevan. Apa rute kita cuma sekitar kota Tango atau ke luar kota? Terus, atuh kita sendiri gitu kayak yang dulu-dulu? Atau kumaha?"Beberapa pria yang duduk bersama Engkos angguk-angguk. Rupanya mereka sesama sopir yang dulunya bekerja di pabrik rokok Abbas 99."Gini, Mang Engkos. Aku ada rencana mau jual rokok ke luar kota Tango bahkan sampai ke luar pulau Pearl. Jadi, buat tim distributor bukan cuma sopir aja, tapi ada keneknya."Engkos terlihat kurang puas dengan jawaban Kevan. Dia kembali bertanya, "Apa uang bensin kita pasti sesuai sama jarak, Juragan? Karena yang udah-udah kita atuh nombok. Gajian bukannya seneng, tapi abis buat nombok. Merana pisan jadi sopir, atuh mending kita jadi buruh pabrik. Iya nggak, kawan-kawan?"Engkos meminta pendapat dari teman-temannya sesama sopir. Mereka pun mengangguk. "Iya, Juragan Kevan. Kita teh sebenernya was-was balik kerja j
Tok! Tok! Tok!Seseorang mengetuk pintu ruang kerja Kevan. Semua orang menoleh ke arah pintu yang masih tertutup rapat."Saya akan buka pintunya, Tuan," kata Omar sembari bangun."Itu pasti Glen dan Gauche. Suruh mereka masuk, Omar!" perintah Kevan. "Ya, Tuan."Omar membukakan pintu. Benar saja dugaan Kevan. Glen dan Gauche berdiri di depan pintu dengan napas terengah-engah. "Masuk aja!" seru Omar begitu keduanya melihat Omar."Kamu siapa?" tanya Glen. Dia baru sekali ini bertemu Omar."Dia Omarーanak buah Kevan," ujar Gauche. "Kamu belum pernah ketemu, ya?"Glen menggeleng. "Kevan sekarang punya anak buah?" tanya Glen lagi. "Iya, dia kan sekarang udah kaya. Dia udah punya bisnis sendiri. Ya ... ini bisnis Kevanーpabrik rokok.""Oh, jadi Kevan udah beli pabrik rokok Pak Gunawan? Aku baru tahu, Bang," ujar Glen lagi, dia rupanya masih penasaran dengan Kevan."Udah diem!" tegur Gauche. "Nanti aja tanya-tanya tentang Kevan kalo udah nggak ada orang lain!""Siap, Bang."Glen diam saat be