"Kenapa diem aja, Van? Kamu rela si brengsek itu grepe-grepe Nona Cia?" Bima sedikit kesal karena Kevan hanya diam saja melihat kepiawaian Miguel memanipulasi keadaan. "Aku yakin, Nona bisa tentuin sikapnya sendiri," jawab Kevan masih dengan gayanya yang santai. "Aisshh! Cowok mana sih, Van, yang nggak tertarik sama Nona kita?" Bima masih saja kesal dengan sikap Kevan yang cuek. "Dia cantik banget kayak princess di negeri dongeng dan body-nya aduhai! Jangan sampai si bajingan itu berhasil tiduri Nona."Kevan tersenyum tipis. "Ngomong aja terus, Bim! Lagian, kenapa kamu nggak cari pacar aja, sih?""Kamu sendiri, kenapa putus sama Nulla? Dia kan seksi, Van." Bima teringat ketika Kevan memperlihatkan foto Nulla padanya. "Apa benar kata Mang Ismail?""Apaan?!" "Kamu jatuh cinta sama Nona sejakー"Buk!"Aarrggghhh!" Bima terkejut. Dia buru-buru menutup mulutnya.Kevan memukul pelan perut Bima. Dia juga memotong ucapan Bima. "Sssttt! Nggak baik ngomongin majikan sendiri. Pamali!" serunya
'Cantik," ujar Kevan di dalam hati mengagumi wajah Ciara. 'Bola mata coklatnya indah sama seperti warna rambutnya.'Waktu seolah berputar melambat. Keduanya saling menatap satu sama lain. Tangan Kevan menyentuh tangan Ciara. Gadis itu pun diam saja sambil menatap Kevan."Kak, aku pegal," ujarnya datar. "Kamu mau ambilin boneka aku atau nggak, sih?"Kevan gelagapan. Dia salah tingkah. "Oh, iーiyya ...."Kevan melepaskan tangan Ciara cepat-cepat. Lalu, mengambil boneka beruang besar berwarna lavender di lantai. Ciara kembali tiduran saat sudah mendapatkan bonekanya kembali. "Kamu begadang? Atau Bima?""Oh, aーaku," jawab Kevan terbata. "Aku yang begadang, Nona manis."Sekarang, Kevan sudah merasa lebih baik. jantungnya tidak lagi berdebar seperti tadi. Dia telah menguasai dirinya sendiri. Kevan berdiri. Dia menutupi tubuh Ciara dengan selimut. "Kak!" teriak Ciara memanggil Kevan. "Apa?"Ciara berulang kali mengembuskan napas panjang. "Kamu mau aku cepat mati, ya?!" Ciara marah. Namu
"Lima putaran?!" Ciara bertolak pinggang. "Yang bener aja, Kak! Kamu pasti nggak waras?"Kevan tertawa. Begitu juga dengan Ismail dan Bima yang berdiri tidak jauh di belakang Kevan. "Non, nanti kalau lelah, Kevan yang gendong," ujar Ismail menimpali ucapan Ciara. "Sepeda listriknya masih Mamang isi daya. Mamang kelupaan semalam keasikan nonton bola.""Ishhhhhh, gimana sih!" Ciara berdecak kesal. "Ya udah, ayo jalan!"Ciara berjalan menuju pagar tinggi yang sedikit terbuka. Bima sudah menunggunya di depan pagar. "Eh, kamu ngapain berdiri di situ, Bim?" tanya Ciara bingung melihat Bima sudah berdiri di depan pagar."Saya mau menemani Anda dan Kevan, Nona," jawab Bima sambil tersenyum."No! No! No!" Ciara yang menolak. "Kamu di sini aja sama Mang Ismail!" Kevan mengangguk begitu Bima melihatnya. "Iyain aja, Bim. Daripada ngamuk!"***Kevan menemani Ciara jalan pagi keliling kompleks. Ciara berjalan di depannya dengan kepayahan. "Kalau gini terus, badan Cia pasti semakin lemah," gumam
"Van!" Kevan baru saja keluar dari ruang adminstrasi Universitas Golden Baubau. Dia menoleh ketika mendengar seseorang memanggil namanya."Oh, Novira. Kenapa?" tanya Kevan. Dia memasukkan selembar kertas tanda bukti pembayaran ke tas ranselnya. "Kamu malem Minggu ada acara? Di rumahku ada party. Ya, party kecil-kecilan, sih. Mau ya dateng ke rumahku?" Novira Arsella, salah satu bintang kampus yang selalu gonta-ganti pasangan kencan. Selain cantik, dia merupakan salah satu anak dari keluarga kaya raya di kota Baubau. Kevan menatap dua gadis yang berdiri bersama Novira. Mereka adalah sahabat Novira."Oh, malem Minggu, ya?"Kevan mengulangi pertanyaan Novira. Dia memutar otaknya mencari alasan yang tepat untuk menolak ajakan Novira. "Aku ada acara reuni SMA," jawab Kevan santai. Dia sadar bahwa ada banyak pasang mata yang sedang memperhatikannya. Wajah Novira berubah masam. Baru saja Novira ingin menjawab, Kevan meraih ponselnya yang bergetar. "Maaf, Novira. Aku buru-buru," ujar Ke
"Kurang ajar!" teriak Samir kesal. Kevan berulang kali menghindari pukulan Samir. Dia sama sekali tidak melawannya. "Ayo, lawan!" seru Samir sambil mengepalkan kedua tangan. "Kenapa? Nggak bisa berantem? Nggak bisa beladiri?"Samir mencoba memancing emosi Kevan. Dia menatap Kevan sinis.Samir meludah ketika melihat Kevan memegangi bibirnya yang tipis, "Cih!" Kevan mengusap darah di ujung bibirnya dengan ibu jari. 'Darah? Sialan! Aku mau melawan, tapi aku nggak mau identitasku ketahuan publik! Bisa kacau rencanaku nanti!"Romi teriak, "Hajar aja, Bos!" Samir menoleh ke teman-temannya. Dia tersenyum miring. "Kevan kayaknya nggak bisa bela diri, Bos," ujar Rey. "Habisin aja orang miskin kayak dia!""Betul tuh, Bos," ucap Feral. "Syukur-syukur spesies miskin kayak dia lenyap dari muka bumi!"Karena mendapatkan dukungan dari ketiga temannya, Samir begitu bersemangat untuk menghajar Kevan lagi. "Kamu yakin, mau adu skill bela diri sama aku?" tanya Kevan santai. "Tapi, nggak gitu carany
"Mega!""Mega!"Mustika dan Desi berteriak berbarengan memanggil nama wanita berpakaian merah dengan kain songket tersebut. Ya! Dia adalah Mega Darmawanーseorang pengusaha pempek asal Pelembang sekaligus pemilik rumah makan di stasiun Tango 2.Wajah Mega memucat. Dia tidak berani memandangi Mustika dan Desi. Dia memilih untuk menundukkan kepala menatap sandal merah yang baru dibelinya di pasar malam. Mustika menatap Kevan. Dia berseru, "Van, bantu aku berdiri! Pantatku rasanya sakit banget."Kevan dengan sigap membantu Mustika berdiri. Dia membawa wanita penyuka sepatu dan sandal high heels itu duduk di samping Gallon. "Kamu nggak apa-apa, kan?" tanya Gallon. "Ah, kamu! Bisa-bisanya kamu makan enak saat teman kesusahan!" keluh Mustika sambil memijit kaki kanannya yang terasa sakit. "Aku laper," jawab Gallon pasrah. "Aku udah bilang tadi, kan? Aku nggak ikut campur urusan kamu dan Desi. Karena aku belum lihat motor baru Desi yang dibilang Mega tempo hari itu!" Gallon menunjuk Mega d
"Astaga! Antrian di pom bensin ini panjang banget."Kevan menggerutu. Walaupun begitu, dia tetap ikut mengantri. Dia melihat-lihat suasana di sekitar pom bensin. "Ya, ampun! Itu mobil Novira, kan? Dia ngapain ikutin aku?"Novira melambaikan tangan kepada Kevan. Namun, pria itu berpura-pura tidak melihatnya. Setelah 20 menit mengantri, kini giliran Kevan mengisi bensin."Mau diisi berapa liter, Mas?" tanya wanita petugas pom bensin. Kevan merogoh koceknya. Dia menemukan sisa uang recehan di sana. Dia segera mengeluarkan dan menghitungnya.'Astaga! Uangku sisa Rp 5.000,00. Mana cukup buat isi bensin?'"Mas? Gimana? Jadi, mau isi bensin?" tanya petugas itu lagi. "Eh, kalau nggak punya uang, ngapain antri? Ganggu ketertiban umum aja, sih!" Pria di belakang Kevan berteriak kesal. Beberapa antrian di belakangnya pun melakukan hal yang sama. "Mendingan kamu minggir, deh!""Iya, minggir! Aku nggak punya banyak waktu.""Bener, tuh! Kita mau cepat sampai di rumah."Kevan menghela napas pan
"Kamu juga cuma penjaga toko, kan?" Kenapa lancang sekali?!" tegur Kevan tidak suka. "Ha! Ha! Ha!" Si wanita tertawa lagi. "Penjaga toko kamu bilang?! Aku ini manajer toko Boys and Girls. Toko aksesoris sekaligus toko yang menyediakan kebutuhan cowok dan cewek masa kini.""Maaf, Bu Jessica," sela seseorang. Dia adalah seorang wanita muda dengan usia kira-kira 20-an tahun. Gadis itu datang dan berdiri di tengah-tengah Kevan dan manajer toko tadi. "Kalau Ibu nggak mau melayani Mas ini, biar aku aja.""Dara, kamu nggak bisa nilai orang, ya? Coba aja lihat dari penampilannya!" Jessica menunjuk Kevan. "Mana bisa dia beli barang-barang di toko kita? Sekarang udah malem dan toko udah mau tutup. Kamu jangan buang-buang waktu untuk orang macam dia!"Ketika mereka sedang asyik berdebat, Kevan sudah menemukan satu barang yang cocok diberikan untuk Ciara. "Berapa harga kotak musik ini?"Kevan memegang sebuah kotak musik berbentuk hati warna pink. Jessica melotot. Dia berteriak, "Jangan sentuh