"Duh, ini nggak ada diskon akhir pekan gitu? Atau beli dua gratis satu?" Jingga menghitung uang kembalian dari penjual di warmindo langganannya dengan cepat. Dua lembar uang dua ribuan dan satu koin lima ratusan. Totalnya empat ribu lima ratus rupiah."Itu udah aku korting buat gorengannya lima ratus rupiah," balas si penjual, seorang perempuan sebaya Jingga, tetapi sudah menikah dan memiliki dua orang anak. "Itu juga karena kamu pelanggan setia.""Hadeh, nanggung amat diskonnya. Bikin hari tambah bete aja," keluh Jingga."Minyak goreng masih mahal, Ga. Lagian segitu juga kamu udah kenyang, kan. Kalau makan di restoran mana bisa. Lima belas ribu palingan dapat kerupuknya doang," celetuk seorang pria yang muncul kemudian. Dia adalah suami si pemilik warung. Sama seperti sang istri, pria itu juga sudah mengenal Jingga dengan baik.Jingga bukan pemilih dalam hal makanan, kecuali untuk urusan harga. Da
Pemandangan berupa warna putih menyambut Krisna begitu pria tersebut membuka mata. Itu adalah langit-langit ruangan yang kini ia tempati. Ia lalu mengalihkan pandangan ke sekeliling dan mendapati tirai biru muda tertutup mengelilinginya. Rumah sakit. Di sanalah Krisna berada. Ia mengenal aroma yang terhidu dari sekitar, juga berbagai suara yang didominasi rintih kesakitan. Hanya saja, biasanya ia akan berada di tempat yang lebih layak jika terpaksa dirawat di rumah sakit. Bukannya ruangan sempit yang hanya muat untuk satu brankar serta sebuah meja kecil seperti saat ini. Apalagi tidak ada seorang pun bersamanya. "Aduh." Krisna merasakan seluruh badannya sakit saat mencoba untuk bangun sehingga akhirnya kembali berbaring. Ia masih ingat dengan jelas kalau habis dipukuli beberapa orang di klub malam. Orang-orang barbar yang tak mau mendengarkan penjelasan apa pun dan langsung menghajarnya hingga tak sadarkan diri. Namun, pada saat itu
"Astaga Krisna, kenapa kamu bisa sampai begini, sih?" Ratih Kumala langsung panik begitu masuk ruangan dan melihat kondisi putra bungsunya. "Siapa yang ngelakuin ini? Kamu ingat orangnya? Tahu namanya? Kita harus segera lapor polisi. Apalagi mereka juga ambil barang-barang pribadi kamu, kan?"Krisna yang baru ingin memejamkan mata dan beristirahat sontak terbangun dengan kaget. Ia tahu mamanya sangat mencintainya, tapi Krisna baru saja menikmati ruangan yang lebih besar dan lega. Ia butuh tidur nyenyak dan nyaman sekarang. Bukannya rentetan pertanyaan yang membuatnya pusing."Ma, selain wajah yang babak belur, dia masih Krisna yang sama. Nyebelin, songong dan pengin dijitak," celetuk Saras yang juga berada di ruangan tersebut."Saras, kenapa ngomong gitu, sih? Ini Krisna lagi kena musibah, lho." Ratih memandang putri sulungnya heran. Bagaimana bisa dia tidak khawatir saat adiknya baru saja dihajar orang tak dikenal dan harta bendanya dirampok. "Cintya aja
Lantunan lagu Not Today milik boyband BTS dari Korea Selatan memenuhi kamar Jingga. Meski ruangan tersebut hanya berukuran tak lebih dari 8m persegi, tapi dua gadis yang tengah menari mengikuti irama lagu itu tak tampak terbatasi ruang geraknya. Terutama Violet yang selalu bersemangat untuk urusan tari.Jingga yang sedari awal tak seantusias sang adik akhirnya menyerah. Ia memang menikmati musik-musik K-pop, tapi jika harus menggerakkan tubuh seperti koreagrafi yang mereka lakukan, Jingga angkat tangan. Terlebih lagu yang tengah mereka pakai sebagai musik pengiring itu memiliki irama dan gerak tari yang menghentak serta penuh tenaga. Melihat Violet yang tetap lincah sementara dirinya sudah terengah-engah, Jingga jadi merasa ia nenek Violet, bukan kakak sulungnya. Adiknya itu 17 tahun dan dirinya 71 tahun."Vio, udahan dulu. Aku capek," pinta Jingga. Sebelum adiknya merespon, ia sudah mengenyakkan tubuh ke ranjang. Kini hanya ada mereka berdua di rumah, karena Lemba
Rengga masih berdiri di depan bosnya yang masih duduk sembari sibuk berpikir. Sudah berlalu beberapa menit dan Krisna masih menunduk memegangi kepalanya. Belum ada tanda-tanda pria itu akan bicara, padahal Rengga dipanggil ke sana untuk diberi perintah."Apa kamu ada ide, Ga?" Krisna akhirnya mengangkat wajah dan bicara. "Saya benar-benar bosan dengan ide 'seksi' yang mereka tawarkan."Mereka di sini mengacu pada departemen desain, sebab Rengga tahu jika hal yang memenuhi pikiran bosnya sekarang adalah rencana untuk produk terbaru mereka. Dahayu Fashion yang kebetulan hanya memproduksi tas dan sepatu wanita itu memang selalu mengeluarkan koleksi terbaru dua kali dalam setahun. Sekarang sudah mendekati jadwal peluncuran koleksi kedua tahun ini, dan sepertinya Krisna tidak tertarik dengan rancangan yang diajukan para pegawainya."Saya tidak merasa berhak memberi pendapat mengenai hal ini, Pak," jawab Rengga. Ia memang asisten pribadi Krisna, tapi tugasnya le
"Terima kasih sudah berbelanja di sini. Senang bisa memuaskan selera Anda."Jingga tersenyum senang begitu pelanggan terakhirnya siang itu beranjak meninggalkan butik. Sebab, wanita yang juga salah satu selebgram terkenal tersebut baru saja membeli salah satu koleksi sepatu paling mahal yang ada di sana. Kalau bagi si pelanggan hal tersebut adalah sebuah prestise karena bisa membeli barang bermerek yang berharga tinggi, maka bagi Jingga itu adalah rezeki nomplok. Penjualannya bertambah, yang berarti akan bertambah pula bonusnya nanti.Sudah seminggu Jingga kembali bekerja di butik. Meski jengkel setengah mati pada Krisna, tapi ia tak mau munafik jika bisa kembali ke butik adalah hal yang memang ia inginkan. Namun, tentu saja itu tidak berarti pertolongannya pada Krisna tempo hari pamrih. Semua yang terjadi hanya sebuah kebetulan. Dan, Jingga harap Krisna masih punya otak untuk berpikir seperti itu. Karena gadis itu yakin jika pemanggilannya kembali pasti bukan murn
"Sungguh ini sebuah kesalahpahaman, Pak Krisna. Saya berani jamin tidak ada hubungan semacam itu antara saya dengan Jingga atau pegawai lain. Saya berani mempertaruhkan pekerjaan saya untuk itu." Krisna berjalan sembari memikirkan kembali ucapan Farhan sewaktu diinterogasi olehnya tadi. Ia sebenarnya tidak punya alasan untuk peduli dengan hal tersebut. Mau Farhan main serong dengan Jingga atau siapa pun, selama tidak berdampak buruk pada pekerjaan maka tidak jadi masalah untuknya. Bukan berarti Krisna menyetujui perselingkuhan. Hanya saja itu adalah urusan pribadi mereka, ia tidak punya hak untuk ikut campur. Akan tetapi, jika sampai gosip yang didengarnya dari dua pegawai lain itu sampai benar, tentu itu memalukan. Sama dengan para pegawainya tidak profesional. Sedangkan jika tidak benar, hal itu masih mengusik Krisna. Sebab dirinyalah yang membuat Jingga bisa kembali bekerja di sana. Kredit itu harusnya diberikan untuk dirinya, bukan orang lain.
Jingga masih memandangi kotak kue berisi red velvet cake yang ada di hadapannya. Pada kotaknya tertera nama toko tempat kue itu dibeli. Ia tidak pernah membeli di toko tersebut, sebab jelas bukan dalam jangkauan isi dompetnya. Namun, tidak perlu menjadi orang kaya untuk mengetahui jika kue-kue dari toko tersebut terkenal enak meski mahal. Setidaknya satu hal tersebut menjadi alasan Jingga bisa mempercayai ucapan Farhan. Manajernya itu bilang kue tersebut dari Krisna, sebagai ucapan terima kasih. CEO mereka itu juga membelikan beberapa kotak lagi untuk dinikmati pegawai yang lain. Namun, jika yang lain menikmati bersama-sama,khusus untuk Jingga, gadis itu mendapatkan spesial satu kotak tersendiri. Jingga senang-senang saja mendapat hadiah kue, meski sejatinya tak begitu tepat jika disebut sebagai ucapan terima kasih. Krisna sudah mengucapkannya di depan semua pegawai saat meeting dadakan tadi. Apalah artinya sekotak kue dibandingkan k