Share

Bab 0017

Sebagai orang luar yang hanya menyaksikan, Siska saja merasa lelah, apalagi Yara sendiri?

Yara mencintai Yudha selama enam tahun dan menikah dengannya selama satu tahun. Balasan apa yang dia dapatkan setelah tujuh tahun ini?

Yang ada hanya penghinaan dan benci dari Yudha.

Semua ini sudah seharusnya berakhir sejak lama.

Yara menyeka air matanya dan tersenyum pada Siska.

"Siska, kamu benar. Sel-sel dalam tubuh manusia berganti seluruhnya dalam tujuh tahun. Kenapa aku masih harus terjebak dalam bayang-bayang Yudha?"

Dia harus semangat dan kerja keras demi masa depannya.

Dalam beberapa hari berikutnya, Yara mematikan ponsel dan mengabaikan semua kontak dengan dunia luar. Dia fokus menggambar.

Terakhir, pada hari Senin, dia mendesain gaun bertema "Cinta Pertama".

Dia memutuskan untuk membawa kumpulan gambar desain ini ke kantor sebagai perjuangan terakhirnya.

Sesampainya di depan pintu kantor, dia tidak menyangka akan bertemu Melanie.

"Rara, kenapa kamu ada di sini?"

Melanie menariknya ke samping dan berkata, "Aku masih memperjuangkan masalahmu dengan manajemen atas perusahaan. Jangan terlalu gugup, kembali saja dulu dan tunggu sebentar lagi."

"Melanie." Yara memegang sebuah album di tangannya. "Aku merancang beberapa gaun dan ingin menunjukkannya kepada Bu Anita."

"Oh ya?" Mata Melanie berbinar. "Tapi Bu Anita sedang perjalanan bisnis ke luar kota. Dia baru pulang besok sore."

Dia melihat album di pelukan Yara dan berkata, "Rara, mau aku bantu cek dulu?"

Yara ragu-ragu sejenak sebelum mengangguk. "Oke, tolong ya."

Dia menyerahkan hasil gambarannya.

Melanie melihat-lihat dan berkata, "Bagus-bagus, Rara, perbaiki lagi detailnya. Aku yakin Bu Anita pasti suka."

"Oke." Yara sangat gembira. "Terima kasih, Melanie. Nanti aku ke sini lagi hari Rabu."

"Ya, aku berangkat kerja dulu." Melanie pergi diiringi suara sepatu hak tingginya.

Yara memeluk album foto itu dan menyaksikan sosok cantik itu berjalan menjauh.

Samar-samar, di matanya muncul sebuah emosi yang dia sendiri tidak terlalu mengerti. Tak lama kemudian, dia beranjak pergi.

Setelah kembali ke rumah kontrakan, Yara menceritakan kejadian tersebut kepada Siska.

"Kamu menunjukkan gambar desainnya kepada Melanie?"

Nada suara Siska terdengar sedikit dongkol.

"Iya." Yara mengangguk.

"Rara ...." Siska tidak tahu bagaimana harus mengatakannya. "Aku tahu kamu selalu percaya pada Melanie, tapi ...."

Pada akhirnya, dia hanya bisa mendesah pelan. "Lupakan saja, mungkin aku yang terlalu berburuk sangka."

Siang besoknya, Siska kembali mendesak Yara.

"Rara, bukannya kamu bilang Bu Anita pulang sore ini? Menurutku, kamu nggak perlu menunggu sampai besok. Pergi temui dia sekarang juga."

Dia takut sesuatu yang buruk akan terjadi jika ditunda-tunda lebih lama.

Namun, Yara tidak berniat berangkat dan malah memfoto gambar desain itu dengan ponselnya.

"Rara, kamu sedang apa?"

"Aku mau kirim fotonya ke Bu Anita dulu."

"Begitu juga nggak apa-apa." Siska mengiakan dan duduk di samping Yara. "Bilang saja, kamu nggak tidur beberapa hari membuat rancangan ini, tolong dihargai ...."

Yara menggelengkan kepalanya dan menunjukkan kepada Siska pesan yang dia tulis.

Siska awalnya terkejut, tetapi dia langsung mengerti maksud Yara.

Mereka mengangguk dalam diam dan Yara menekan tombol kirim.

Penantiannya cukup lama. Yara menerima balasan dari Anita setelah hari berganti malam.

"Aku pernah lihat. Bukannya ini "Cinta" rancangan Bu Melanie? Menurutku sudah sangat bagus. Aku ingin menjadikannya produk utama musim depan, tapi Bu Melanie masih kurang puas dan berkata ingin memperbaikinya lagi. "

Yara membaca pesan ini dan tangannya gemetar tak terkendali.

Disodorkannya ponsel itu pada Siska di sebelahnya.

Siska langsung mengumpat.

"Monster kejam. Menurutku dia pantas dimasukkan laboratorium biar diteliti."

"Wanita ini sudah nggak punya urat malu, aku jadi takjub."

"Bu Anita pernah lihat set rancangan desain ini?" Itulah pesan yang dikirim Yara kepada Anita tadi siang.

Artinya, setelah Melanie melihat rancangan desain Yara hari itu, dia langsung membuat salinannya dan menunjukkannya terlebih dahulu kepada Anita.

"Rara!" Siska merasa ingin meledak.

Bertahun-tahun lamanya, Yara hidup dalam bayang-bayang Melanie.

Apalagi setahun terakhir ini, Yara yang juga menjadi korban diliputi rasa bersalah pada Melanie.

Kejadian ini menunjukkan bahwa Melanie selama ini hanya berpura-pura.

Yara menatap Siska. Saat dia berbicara, suaranya sedikit bergetar.

"Siska, mungkinkah kejadian di pesta ulang tahun itu hasil kerja sama antara ibuku bersama Melanie?"

Karena Melanie-lah yang menyuruhnya masuk ke ruang VIP itu dan satu-satunya yang tahu Yudha ada di sana hanyalah Melanie.

Siska tidak bisa menjawab, dia bahkan tidak berani memikirkannya.

Ibu dan sepupunya bersekongkol untuk mengirimnya ke ranjang seorang pria? Betapa menyedihkan.

"Rara, kamu tenang dulu." Siska menggenggam tangan Yara. "Ada yang nggak masuk akal. Melanie sangat ingin menikah dengan Yudha. Dia nggak perlu melakukan hal seperti itu!"

Yara tidak bisa tenang. "Mungkin ada alasan mendesak sehingga Melanie nggak bisa menikah dengannya pada saat itu? Atau karena dia harus pergi?"

"Lalu kenapa kamu?" Siska merasa semuanya terlalu aneh.

"Nggak tahu, aku juga nggak tahu."

Yara sudah tidak sabar lagi. Dia ingin pergi ke rumah keluarga Lubis sekarang.

Dia ingin bertanya pada Silvia sendiri apa yang terjadi saat itu.

"Yara, kamu harus tenang. Ibumu jelas-jelas ada di pihak Melanie. Kalaupun kejadian saat itu benar-benar ada hubungannya dengan Melanie, ibumu nggak akan memberitahumu."

Siska meraih pergelangan tangan Yara dan berkata, "Rara, kalau kamu ingin bertanya, kamu nggak bisa bertanya langsung. Kamu harus memikirkan bagaimana cara menanyakannya."

Yara mengangguk.

Dalam perjalanan pulang, apa yang terjadi saat itu terlintas lagi di benaknya.

Pesta ulang tahun Melanie berlangsung sangat megah, mengundang banyak keluarga ternama Kota Selayu.

Yara ingat, Silvia-lah yang membawanya ke sana. Kemudian Silvia juga yang memberinya minum.

Usai meminum minuman tersebut, dia merasa tidak nyaman. Melanie muncul di waktu yang tepat dan mengantarnya ke ruang VIP.

Setelah dia masuk, dia melihat Yudha yang matanya merah tidak wajar.

Kemudian, saat Melanie tiba-tiba masuk, Yara sedang duduk di atas Yudha dengan mata kabur.

Silvia menghambur masuk dan menghajarnya. Yudha yang sudah dalam pengaruh obat pun marah dan mengusirnya keluar.

Dalam waktu semalam, dia menjadi bahan tertawaan.

Setelah itu, tidak peduli bagaimana dia menjelaskan, tidak ada yang percaya padanya.

Silvia menyebutnya tidak tahu malu, Yudha menyebutnya licik, dan Melanie menolak menemuinya ... padahal dia jelas-jelas tidak berbuat apa-apa.

Jika semua ini benar-benar hasil manipulasi Melanie dan Silvia, maka semuanya masuk akal.

Namun, kenapa?

Seperti yang dikatakan Siska, kenapa dia?

Sesampainya di depan pintu rumah keluarga Lubis, Yara melihat sepatu Melanie.

Seorang pelayan menghampirinya. "Kebetulan sekali, Nona Melanie juga pulang."

"Melanie di sini?"

"Di sini. Nona Melanie dan Nyonya sedang ngobrol di ruang kerja. Mereka minta jangan diganggu."

"Ya sudah, aku nggak akan ganggu mereka. Aku mau ke kamar ambil sesuatu."

Yara mengangkat kepalanya dan melihat ke arah ruang kerja. Jantungnya berdebar kencang.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Sarah Hani
aku rasa Rara mmg sgt bodoh ,sbb msh pcya pda melanie..aku sungguh skt hati..
goodnovel comment avatar
Otlanika
thor, kasian bgt sih karakter yara ini...masak ada cewe sebodoh ini
goodnovel comment avatar
Indah Nasrul
bodoh betul
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status