Share

Bab 3. Isi Surat Perjanjian

"Dia kampusnya di dalam negeri, Kek," ucap Bryan dalam keadaan yang masih ngos-ngosan. Ia kemudian menyeka keringat di dahinya. "Lebih tepatnya, dia mahasiswa Sastra Inggris."

Pandangan Baskoro langsung teralihkan ke arah Bunga. "Really? So, you can speak English, Bunga?" tanyanya.

Glek!

Bunga kembali menelan ludah. Raut wajahnya amat menegang. Bahkan, muncul keringat sebesar jagung di dahinya. 'Aduh, ngomong apa si kakek?' batinnya. Ia kemudian menundukkan kepalanya ke bawah. 'Lagian mana mungkin aku kuliah di Sastra Inggris?' batinnya yang mulai ketir-ketir. 'Aku saja bisanya cuma yes-no, yes-no.'

Bryan mengangguk ke arah Baskoro. Lalu, dia menggenggam tangan Bunga yang sangat dingin seperti habis dari kulkas. Bunga pun langsung kaget saat tangan kekar nan hangat menggenggamnya. Ia pun hendak melepaskannya. Akan tetapi, Brtan mencegah dirinya. "Dia tak terlalu lancar, Kek, soalnya dia berhenti kuliah saat semester dua, makanya dia cuma bisa basic saja," elaknya. 'Semoga saja kali ini kakek percaya dengan ucapanku,' batinnya. Sebab, ia sangat takut Baskoro curiga dengannya, apalagi Baskoro sudah hafal kalau dia sering membohonginya.

Pandangan Baskoro kemudian teralihkan kepada Bunga. "Kalau boleh tahu kenapa kamu berhenti kuliah, Bunga?" tanya Baskoro.

Bryan pun hendak menjawab, tetapi Bunga langsung menjawabnya. "Saya bercita-cita jadi ibu rumah tangga, Kek," ujarnya yang memang sejak dulu ingin menjadi ibu rumah tangga.

Seketika, Bryan langsung menoleh ke arah Bunga. Ia tak menyangka jawaban Bunga sangat di luar nalar. Sebab, setiap perempuan di lingkungannya setiap ditanya, pasti jawabannya selalu bercita-cita tinggi, seperti menjadi dokter, direktur, CEO, guru, dan masih banyak pekerjaan yang lainnya.

"Hah? Kok cuma ibu rumah tangga?" tanya Bryan kepada Bunga. "Kalau punya cita-cita yang tinggi sekalian. Apaan ibu rumah tangga."

Bibir Baskoro tersenyum lebar. "Bryan, menjadi ibu rumah tangga adalah tugas yang begitu mulia. Sebab, tak semua perempuan mampu melakukannya."

Bryan langsung terdiam seketika. Ia tak mau mendebat sang kakek agar ia tetap terlihat baik di hadapan Baskoro.

"Dulu mendiang nenekmu full ibu rumah tangga kok, tapi mampu membawa mendiang papa kamu di puncak kejayaan," lanjut Baskoro.

"Iya, Kek. Aku minta maaf karena telah menghina pekerjaan ibu rumah tangga."

Baskoro pun amat senang mendengarnya. Sebab, jawaban Bryan sudah mampu menunjukkan kedewasaannya. Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Bunga. "Kalau boleh tahu, kenapa kamu mau menjadi ibu rumah tangga, Bunga?" tanyanya.

Bunga dengan rasa percaya diri langsung menjawab, "Biar saya bisa seperti ibu saya, Kek," ucapnya. "Yang mana beliau mampu memberikan kasih sayang kepada saya dan mendidik saya dengan baik meski beliau selalu berada dalam kekurangan." Mendadak, kedua mata Bunga berkaca-kaca karena kepikiran dengan kondisi ibunya.

"Kamu kenapa, Bunga?" tanya Baskoro. "Kenapa kedua matamu berkaca-kaca?"

Bunga menggeleng dan langsung memegangi matanya. "Gak ada, Kek, sepertinya mata saya kekeringan. Kalau mata saya kekeringan memang suka begini," ucapnya sambil pura-pura mengucek kedua matanya.

"Ooh."

Bryan pun melihat lampu hijau pada diri Baskoro. Dia pun segera menanyakan kelanjutan hubungannya dengan Bunga. "Jadi gimana, Kek? Kakek setuju dengan hubungan kami?" tanyanya.

"Ya, kakek setuju."

***

"Segera cari tahu asal usul dari calon istri cucu saya," ucap Baskoro kepada supirnya yang tengah menyetir. "Pastikan kalau dia adalah gadis baik-baik. Dan yang pasti, dia bukan anggota keluarga Abraham dan bukan termasuk pendukungnya."

Sang supir pun mengangguk. "Siap Tuan."

"Bagus!"

***

"Kenapa Anda mau menerima tawaran dari saya?" tanya Bryan kepada Bunga. "Kata pengawal saya, Anda sempat menolaknya."

Bunga pun menarik nafas panjang. "Saya butuh uang dengan segera, Tuan. Sebab, ibu saya harus segera dioperasi," ucap Bunga. "Dan saya mau gaji saya selama 12 bulan langsung dibayar di awal, soalnya untuk biaya operasi cangkok ginjal ibu saya dan biayanya mencapai 555 juta lebih."

Bibir Bryan langsung tersungging lebar mendengar jawaban Bunga. Ia kini semakin yakin betapa kuatnya kekuatan uang, terutama bagi golongan orang-orang seperti Bunga. "Baiklah, saya akan segera memberikannya kepada Anda, tapi kita nikahnya harus segera juga. Saya mau kita menikah besok."

Bunga mendadak mematung mendengar jawaban Bryan. "A-apa? Menikah besok?" tanya Bunga yang mendadak gelagapan. "Kenapa mendadak sekali, Tuan?"

"Saya tak mau pertanyaan. Anda mau atau tidak?"

Bunga pun nampak berpikir sejenak. Akan tetapi, berbeda dengan Bryan, ia tak mau kalau Bunga akan berubah pikiran. Sehingga, dia membuat Bunga terburu-buru.

"Kalau Anda tak mau, silakan keluar dari ruangan saya. Nanti saya akan berbicara kepada kakek kalau hubungan kita tak dapat dipertahankan."

"J-jangan. Baiklah, saya mau."

Bryan pun meminta pengawalnya untuk memberikan berkas kontrak pernikahannya dengan Bunga. "Mana berkasnya!" perintahnya.

Sang pengawal pun langsung memberikan kontrak itu kepada Bryan.

Lalu, Bryan melempar kontrak itu ke arah Bunga. "Silakan tanda tangani surat kontrak itu di atas materai yang ada tulisannya pihak kedua dan isi bagian yang diberi tanda kurung dengan nama Anda."

Bunga pun membuka surat kontrak itu yang hanya berisi satu lembar.

[Surat Perjanjian Kontrak Satu Tahun

Dengan ini saya ( .......... ) siap menjadi istri kontrak dari Tuan Bryan Bahuwirya selama satu tahun.

Dalam kurun waktu satu tahun, saya siap menjalankan tugas sebagai mana seorang istri.

Keuntungan:

1. Gaji pokok 50 juta/bulan

2. Asuransi kesehatan

3. Fasilitas (pakaian, sepatu, makanan, tas, salon, jalan-jalan ke luar negeri, pengawal, dsb.)

Larangan:

1. Dilarang satu ranjang dengan Tuan Bryan Bahuwirya. Silakan tidur di sofa yang sudah disediakan.

2. Dilarang menyentuh Tuan Bryan Bahuwirya, begitupun sebaliknya, kecuali di depan banyak orang dan saat terdesak.

3. Dilarang memberi tahu rencana nikah kontrak kepada pihak lain.

4. Dilarang kepo mengenai kegiatan apapun yang dilakukan Tuan Bryan Bahuwirya.

5. Dilarang untuk melarang Tuan Bryan Bahuwirya menghabiskan waktunya bersama kekasihnya.

6. Dilarang pulang ke daerah asal selama masa kontrak meski ada anggota keluarga yang sakit atau meninggal.

7. Isi surat perjanjan bisa berubah sewaktu-waktu.

Pihak pertama:

1. ( ........................ )

Pihak kedua:

2. ( ..........................)

Demikianlah surat perjanjian ini dibuat sebagai mana mestinya. Jika saya sebagai pihak kedua tak mampu melaksanakan dengan baik, saya siap menanggung segala resiko, termasuk dijebloskaan ke dalam sel penjara dan siap mengembalikan semua yang sudah diberikan.]

Kedua mata Bunga langsung teralihkan pada Bryan. Ia merasa tak setuju dengan poin nomor 6 yang menurutnya terlalu berat. Apalagi, dia memiliki ibu yang pasti butuh kehadirannya. "Tuan, apakah nomor 6 tak boleh dirubah?" tanyanya. "Sebab, ibu saya sedang sakit keras dan pasti butuh kehadiran saya."

Bryan pun memajukan tubuhnya ke depan. Lalu, dia meletakkan tangannya di atas meja. "Jika Anda mau saya merubahnya, maka otomatis, semuanya akan berubah juga termasuk keuntungan Anda yang akan berkurang."

Bunga merasakan ketidakadilan atas salah satu isi surat perjanjian itu. Akan tetapi, dia bisa apa? Dia sangat butuh uang itu agar ibunya segera selamat.

"Baiklah, Tuan. Saya mau."

Bryan segera beralih ke arah pengawalnya. "Siapkan segala keperluannya. Jangan lupa hubungi kakek juga."

"Baik, Tuan."

***

[From: Bu Aisyah

To: Me

Bunga, bagaimana? Kami sudah berbicara dengan dokter yang menangani ibumu. Katanya, untuk operasi cangkok totalnya menghabiskan biaya sekitaran 555 juta lebih Bunga.]

Bunga pun segera membalas pesan dari Aisyah.

[From: Me

To: Bu Aisyah

Uangnya sudah saya kirim ke rekening Bu Aisyah atas nama Bryan Bahuwirya, tolong urus segala macamnya, Bu. Soalnya saya masih harus bekerja.]

Tak lama setelah itu, pesan Bunga dibalas oleh Aisyah.

[From: Bu Aisyah

To: Me

Alhamdulillah, Bunga. Iya, kamu gak usah mikir aneh-aneh, ibumu bareng kami. Doakan supaya operasinya lancar.]

Bunga pun kini sedikit lebih lega. Sebab masalah ibunya sudah selesai, sebab ibunya akan segera dioperasi..

[From: Me

To: Bu Aisyah

Amin, Bu.]

Tok!

Tok!

Tok!

Pintu ruangan tempat pengantin terketuk. Bunga langsung menoleh ke arah pintu. Lalu, muncullah seorang perempuan muda di sana. "Apakah Anda sudah siap, Nona? Akad akan segera dimulai."

Bunga pun buru-buru menutupi dadanya dengan tangannya, sebab ia merasa malu dengan gaun pengantin berwarna putih yang dipakainya. Ia merasa tak nyaman dengan pakaian yang menurutnya sangat terbuka itu.

"I-iya, saya sudah siap."

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status