Empat tahun menjadi istri Rama bukanlah waktu yang singkat. Selama itu pula Jeremba tak lagi menemukan dirinya yang dulu. Saat ini ia bak sosialita yang disibukkan dengan berbagai kegiatan donasi, kegiatan yang diyakini sebagai alat pencucian uang.
Selama empat tahun ini juga ia telah menyelesaikan gelar sarjananya. Gadis lulusan SMP itu sudah mengambil paket C dan melanjutkan kuliah di jurusan pendidikan. Tak masalah meskipun prosesnya dilalui dengan perantara uang haram, yang terpenting baginya adalah menemukan kebahagian yang ia mimpikan.
Hari ini, di sebuah meja makan raksasa, mereka berlima saling bercerita. Rama menjadi pendengar terbaik bagi istri-istrinya. Diselingi dengan canda, suara tawa lelaki itu terbahak-bahak.
"Istri-istriku tersayang, ada yang ingin aku sampaikan!" Rama menyela
"Ya sampaikan saja, Mas, kok harus izin dulu?" jawaban Gundi membuat ketiga madunya tertawa.
Rama pun tersenyum. Ia melipat kedua tangannya ke atas meja sembari menatap wajah keempat istrinya.
"Aku akan menikah lagi!"
Sontak semua menatap Rama, dan lelaki itu membalasnya dengan senyuman tegas.
"Aku tahu kalian akan berpikir bagaimana caranya? karena sekarang aku sudah memiliki empat orang istri, iya kan?" tak ada yang mengangguk. Semua terlihat sedang bingung, dan mencerna pernyataan suaminya.
Memang, sebelumnya mereka tak pernah peduli, namun kali ini cukup menegangkan,
"Artinya aku akan menceraikan salah satu di antara kalian!" sambungnya.
Begitu kah lelaki? Dengan mudah meninggalkan tanpa mengingat kenangan-kenangan indah yang telah dilaluinya. Mungkin sebagian besar wanita akan melaknat ucapan Rama, lelaki yang hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri.
Bergelimang harta membuat seorang lelaki merasa punya hak atas segalanya, begitu pun dengan lelaki yang kini tepat berada di sebelah Jeremba.
Jeremba masih berusaha tenang, sedikit canggung ia mengambil secuil kangkung tumis di hadapannya dan meletakkannya di piring Rama. Tak lupa juga meletakkan sepotong ayam goreng kesukaan suaminya sambil tetap tersenyum.
"Aku bersedia diceraikan, Mas!" ucap Gundi.
Jeremba kaget mendengarnya, matanya terbelalak. Wanita yang penuh dengan keglamoran itu berani mengutarakan sesuatu yang tidak masuk akal menurutnya.
Bagaimana mungkin?
Bukankah ia juga sangat takut miskin?
"Aku juga, Mas!" sambung Ratu.
"Aku juga!" lanjut Santi.
Kini Jeremba benar-benar kebingungan. Ia tak tahu harus bagaimana, hanya dirinya yang masih diam, belum bicara apa pun.
Bagaimana ini?
Jika ia hanya diam, ia merasa tidak kompak dengan madu-madunya, karena selama empat tahun ini mereka selalu akur dan saling bekerja sama. Namun, jika ia ikut menjawab hal yang sama, pikirannya mulai menafsirkan apa yang akan terjadi, ia tidak siap kembali miskin.
Mencoba tenang, Jeremba meneguk air putih yang sejak tadi berada di hadapannya, mencoba mencairkan suasana hatinya yang galau.
"Aku juga, Mas!" ucap Jeremba seraya meletakkan gelas berisi air putih tadi.
Semua madu-madunya tersenyum ke arahnya. Jeremba sendiri-meski telah lama bersama-belum mampu mendeskripsikan karakter ketiga madunya. Baginya, semua sangat pelik diterjemahkan. Seperti saat ini, entah apa yang ada di pikiran mereka hingga semua menjawab jawaban yang memang diinginkan Rama.
"Kamu tidak akan aku ceraikan!"
Pernyataan Rama membuat Jeremba kaget. Ia tidak tahu harus senang atau sebaliknya. Selain itu, ia juga takut madu-madunya akan marah, Rama akan membuat mereka merasa cemburu.
Mungkin, Rama mencoret Jeremba dari daftar istri yang akan diceraikannya karena Jeremba adalah istri tercantik yang ia miliki. Jelas, umur Jeremba yang masih sangat muda, 24 tahun, ditambah perawatan kecantikan yang mencapai ratusan juta per bulan, semakin membawanya pada julukan Ratu sejagat.
Jeremba terlihat tegang, sesekali ia melirik ketiga madunya, Mencari tahu bagaimana raut wajah terbaru mereka. Sebenarnya Jeremba tak bangga dengan keputusan Rama, tapi ia khawatir ketiga madunya akan berubah kepadanya.
"Wah, selamat ya Jeremba, kamu harus terus setia kepada Mas Rama!" pinta Gundi.
"Iya Jeremba, Mas Rama punya alasan yang kuat sehingga ia tetap mempertahankan kamu, jadi jangan kecewakan dia ya?" pinta Santi dan Ratu mengangguk, menandakan ia mendukung wejangan Santi.
Jeremba pun mengangguk.
Tanpa sepatah kata pun yang ia ingin ucapkan, Jeremba hanya menebar senyum.
Makan malam pun dilanjutkan, tak ada yang berubah, semua masih melanjutkan canda yang sempat tertunda. Namun, Jeremba masih saja canggung, ia merasa tidak enakan.
**
Keesokan harinya adalah jadwal Jeremba dan madu-madunya ke salon. Perawatan kecantikan mereka mencapai angka 400 juta. Dimulai dari rambut, wajah, tubuh, hingga kuku. Semuanya tak ada yang terlewat, demi memuaskan imajinasi liar Rama dan juga menuruti naluri mereka sebagai perempuan.
Jeremba mencoba membaca setiap raut wajah madu-madunya, tak ada yang berubah, semua masih sama. Mereka memperlakukannya bak adik sendiri.
"Enak ya kamu, jadi istri orang kaya!" bisik Lela, seorang pekerja salon yang kebetulan juga teman sekolah Jeremba saat SMP dulu.
"Kamu mau? Biar aku jadikan maduku!" jawaban nyeleneh Jeremba membuat temannya itu kesal.
"Ternyata pintar aja gak cukup yang untuk jadi kaya, kita harus bengis juga!" Lela ingin membuat Jeremba emosi.
Sambil tersenyum, "makanya kalo sekolah jangan pintar-pintar banget," celetuk Jeremba sambil bermain game di ponselnya.
Selesai melakukan perawatan, Jeremba dan madu-madunya pun mengabiskan waktu sambil makan di restaurant mahal. Seperti yang selalu mereka lakukan sebelumnya. Tubuh yang segar, perut yang kenyang, lantas membuat mereka lelah dan ingin beristirahat,
Sesampai di rumah, Jeremba dan madu-madunya dikejutkan oleh seorang wanita manis di ruang tamu. Perawakannya memperlihatkan gadis itu bukan garis keturunan murni pribumi, matanya begitu indah, rambutnya ikal dan terurai panjang, ditambah busananya yang menggambarkan bahwa ia tak main-main tentang penampilannya.
"Perkenalkan ini Haura," Rama memecahkan lamunan Jeremba. "dia wanita yang aku ceritakan tadi malam" ia kembali mengingatkan mereka.
Sontak Jeremba begitu terkejut, ternyata gadis yang diceritakan suaminya sangat cantik, pantas saja Rama jatuh hati.
Namun berbeda dengan madu-madunya, mereka menyambut Haura dengan penuh keakraban.
Jeremba merasa sangat pusing, kepalanya terasa berat, ia berlalu menuju dapur, mencari secangkir air putih. Setelah meletakkan gelas di atas meja, pikirannya mulai tak karuan, bukan hanya karena sikap orang-orang di sekitarnya, tapi sedari tadi kepalanya terus berdenyut ringan.
Kini hati dan pikirannya saling bersikeras, ia tak kuat untuk bertahan, sempoyongan, tubuhnya terjatuh di lantai. Cangkir yang berisi air putih tadi pun ikut terseret dan menimbulkan bunyi yang nyaring. Orang-orang mulai mengerumuninya.
**
Dilarikan ke rumah sakit, kini Jeremba mulai sadarkan diri. Ia sangat tidak memahami apa yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Terasa berat dan letih. Rasanya bicara pun tak kuat.
"Gimana, Sayang" Rama mendekati istrinya.
Jeremba menatapnya tabu, ia masih ingin tidur, matanya tak mampu menatap lelaki yang kini berada di hadapannya. Genggaman tangan Rama pun tak bisa ia rasakan dengan nyata.
"Kamu siapa?"
Pertanyaan Jeremba mengejutkan suami dan madu-madunya.
Ada apa dengan Jeremba? Apakah benturan di kepalanya membuatnya amnesia?
Dipisahkan oleh kematian, kini Bu Ratna hanya bisa menangisi liang lahat yang sedang terbuka di hadapannya. Sekuat apa pun ia meminta, suami yang sangat dicintainya tidak akan pernah kembali."Yang kuat ya Bu," seorang wanita memeluk dan menguatkannya. Cantik sekali parasnya. Rambutnya terurai lembut, warnanya sedikit pirang. Kulit wajahnya pun begitu mulus. Harsa yakin perawatannya pasti mahal.Ia menyentuh wajahnya sendiri, sedikit menyayangkan tubuh sendiri. Kulit wajahnya yang cacat terkadang membuatnya cemburu, jujur ia ingin sekali kembali terlihat cantik.Harsa juga ingin sekali menyambangi Bu Ratna dan mengucapkan ikut berbelasungkawa, namun ia tau diri, seorang tukang kebun sepertinya sebaiknya fokus mempersiapkan bunga-bunga yang nantinya akan ditaburkan.Dari kejauhan, terlihat sosok gagah, berkaca mata hitam, dengan kemeja sederhana dan sepatu mewahnya, memeluk erat tubuh Bu Ratna. 'tinggi sekali lelaki itu', gumam Jeremba dalam hati. Ia terlihat menyimpan air mata di balik
Jeremba mampu mendengar segalanya. Tapi matanya sulit terbuka, mungkin karena pengaruh obat yang disuntikkan kepadanya. Tubuhnya lemas tak berdaya, parasnya yang cantik terlihat sayu. "Kami tim dokter mencurigai ada makanan beracun yang dikonsumsi oleh pasien!" seorang dokter cantik, tingginya semampai, menjelaskan. Sembari ia menyentuh dan sedikit menekan pergelangan tangan Jeremba. "Apa, Dok? Bagaimana bisa ini terjadi?" Gundi begitu terkejut. "Pasien ada makan apa sebelum pingsan?" dokter menyelidiki. "Setau saya Jeremba hanya minum air putih di dapur, lalu pingsan!" sahut Gundi. "Tapi kami juga makan di restaurant sebelum tiba di rumah!" jelas Ratu, melanjutkan. "Kita tunggu hasil laboratorium, ya!" dokter cantik itu meminta Gundi dan madu-madunya bersabar. "Baik, Dok" Madu-madu Jeremba setia menemaninya. Mereka bertiga tak meninggalkannya sedikit pun, bahkan jika harus keluar, mereka akan bergantian. Setelah mengantarnya ke rumah sakit, Rama langsung bergegas pergi. Katan
“Kami butuh darah golongan A!” ujar dokter. Osa tengah mondar-mandir memikirkan di mana ia dapat menemukan darah golongan A tersebut. Sudah beberapa rumah sakit yang dihubunginya, tetap saja belum membuahkan hasil. Belum lagi beberapa preman yang dikerahkan juga mengeluh hal yang sama. Kerja keras Osa bukan tanpa alasan. Ia khawatir rencana yang telah disusunnya dengan apik ambyar begitu saja. Jika Harsa tak juga selamat dari masa kritisnya, bagaimana tentang perjanjian yang telah disepakati bersama? Sial. Bisa-bisanya ia ingin mati setelah mengikat janji dengan Osa. “Hei, perempuan bodoh!” celanya. Meski Harsa tak mendengarnya, setidaknya ia ingin meluapkan kekesalan itu. “bukan hanya uangku yang terkuras, tapi darahku juga!” lanjutnya begitu kesal. “kamu harus bangun untuk membayar semuanya!” perintah Osa. Osa yang akhirnya terpaksa mendonorkan darahnya sendiri untuk Harsa, sangat berharap wanita itu bangun. Sudah banya
"Bagaimana aku bisa menjadi istri keempat?" monolognya.Sulit bagi Jeremba menerima semua kenyataan itu. Ia yang kehilangan ingatannya tak percaya telah menikah dengan seorang bandar narkoba.Bahkan ia enggan pulang ke rumah suaminya. Setiap hari, ketiga madunya datang untuk membawa makanan kesukaan Jeremba, dengan harapan wanita itu akan segera mengingat semuanya."Lebih baik aku tidak mengingat apa pun!" pungkasnya. "aku lebih suka begini,!"Jeremba sama sekali tak ingin berusaha mengembalikan ingatannya. Ia lebih suka hidup dalam jati dirinya yang baru, yang baginya adalah diri yang sesungguhnya."Bagaimana dengan pernikahanmu?" Gundi ingin Jeremba mempertimbangkannya kembali."Aku bukan istri lelaki itu!" Jeremba merasa dipermainkan.Akal sehatnya berontak keras. Bahkan ia semakin tak percaya ketiga madunya begitu baik dan peduli padanya. Keanehan yang ia sadari sama sekali di luar nalar akal sehat.Gundi menunjukkan beberapa foto pernikahan Jeremba dan suaminya yang masih tersimpa
“Guru yang mengajar di sekolah ini harus cantik!” perintah lelaki yang baru beberapa minggu menjadi seorang kepala sekolah. Semua guru saling memandang, sayup-sayup mereka mulai berbisik tentang apa yang baru saja mereka dengar. “Kalau guru tidak cantik dan memesona, bagaimana para peserta didik tertarik untuk mengikuti pembelajaran?” Osa semakin mempertegas pernyataannya. “jadi kalau gak bisa cantik, lebih baik jangan bekerja di sini!” pungkasnya lagi. Semua guru semakin heran dibuatnya. Mereka tak percaya karakter Osa berbeda jauh dengan almarhum ayahnya. Pak Seno dulunya selalu merekrut guru atas dasar kemampuan dan prestasi yang dimiliki guru tersebut. Ia sama sekali tak memperdulikan penampilan fisik. Lantas dari mana Osa mengadopsi aturan tersebut? “Dari Pak Ibrahim!” jelasnya. “lihat bagaimana sekolah Pak Ibrahim sekarang? Mereka menjadi sekolah swasta yang selangkah lebih maju dari kita!” Osa mulai membandingkan, dan t
“Aku tetap tidak sudi!” cecar Jeremba. Rasanya terlalu tabu membahas soal ranjang dengan Jeremba. Padahal sebelumnya, Rama tak perlu berdiskusi untuk melakukannya. Kini ia harus sadar, bahwa istrinya tak lagi sama. Bahkan Rama, yang tak terlalu ingin dekat dengan agamanya, berdalih atas nama “istri durhaka” agar dapat meluluhkan hati Jeremba. Tetapi sebaliknya, dalam lubuk hatinya, Jeremba bukan hanya tak bersedia disentuh lelaki yang diketahui sebagai suaminya itu. Namun ia juga sedang kalut dan berpikir keras tentang siapa yang menidurinya malam itu? Yang jelas bukan Rama. Toh ia juga baru pulang tadi sore setelah dua hari berada di luar kota, pikir Jeremba. “Kenapa melamun?” Rama menegur istrinya itu, yang ia ketahui karakternya telah berubah jauh dari sebelumnya. “Tolong jangan lagi paksa aku!” pinta istri keempatnya itu. Rama yang juga diketahui haus akan buaian wanita, seolah tak bisa melupakan Je
“Jangan pura-pura jatuh hanya untuk menarik perhatianku!” cetus Osa. Belangi mengerutkan keningnya. Seharusnya justru ia yang patut marah, pikirnya. Laki-laki yang telah merangkulnya itu datang tiba-tiba. Bagaimana bisa Belangi menyiasatinya, sedangkan ia sendiri tak tahu Osa akan muncul. Lelaki aneh. “Kenapa? Masih terpesona?” sombongnya lagi. Ya, memang wajah Osa patut dikagumi. Lelaki bertubuh kekar, berkulit putih, dengan tinggi yang juga tak main-main, jelas akan membuat para wanita takluk kepadanya. Tapi tidak dengan Belangi, ia bukan hanya tak bernafsu, tapi baginya disentuh Osa seperti tadi sangat mengkhawatirkan. Osa yang ia ketahui mengidap HIV, membuatnya menyesali telah bersentuhan fisik dengannya. “Kenapa? HIV tidak ditularkan hanya dengan sentuhan fisik!” Jelasnya. Tak disangka tatapan Belangi mampu menjelaskan pada lelaki itu tentang apa yang ia khawatirkan. Baguslah, pikir Belangi. “Maka
“Keterlaluan kamu ya!” pekik Ratu. Jeremba hanya membalas dengan senyum jahatnya. Merasa puas telah membuat suami dan ketiga madunya kecewa. “Bagaimana kalau Mas Rama tahu semuanya?” duga Santi. Ia terlihat sangat khawatir. Sesekali menggigit jemarinya untuk sekadar menenangkan diri. Sial, mengajak Jeremba ke acara amal justru menjadi malapetaka. Awalnya Gundi berencana membuat Jeremba kembali mengingat masa lalunya dengan membawanya mengikuti acara amal yang memang rutin ia lakukan. Tetapi, semua itu justru menjadi bumerang. Tega sekali Jeremba mengatakan pada warga bahwa makanan dan bingkisan yang mereka terima adalah hasil dari uang haram suaminya. Ratu menggelengkan kepalanya, ia tak habis pikir dengan ulah madunya itu. “Sekarang bagaimana jika itu jadi viral?” Ratu kembali mengandai-andai. “bisa mati kita!” tambahnya lagi. Di ruang tamu yang begitu besar, Ratu dan Santi sedang panik. Jeremba hanya duduk manis