Share

Istri Kelima Suamiku

Empat tahun menjadi istri Rama bukanlah waktu yang singkat. Selama itu pula Jeremba tak lagi menemukan dirinya yang dulu. Saat ini ia bak sosialita yang disibukkan dengan berbagai kegiatan donasi, kegiatan yang diyakini sebagai alat pencucian uang.

Selama empat tahun ini juga ia telah menyelesaikan gelar sarjananya. Gadis lulusan SMP itu sudah mengambil paket C dan melanjutkan kuliah di jurusan pendidikan. Tak masalah meskipun prosesnya dilalui dengan perantara uang haram, yang terpenting baginya adalah menemukan kebahagian yang ia mimpikan.

Hari ini, di sebuah meja makan raksasa, mereka berlima saling bercerita. Rama menjadi pendengar terbaik bagi istri-istrinya. Diselingi dengan canda, suara tawa lelaki itu terbahak-bahak.

"Istri-istriku tersayang, ada yang ingin aku sampaikan!" Rama menyela

"Ya sampaikan saja, Mas, kok harus izin dulu?" jawaban Gundi membuat ketiga madunya tertawa.

Rama pun tersenyum. Ia melipat kedua tangannya ke atas meja sembari menatap wajah keempat istrinya.

"Aku akan menikah lagi!"

Sontak semua menatap Rama, dan lelaki itu membalasnya dengan senyuman tegas.

"Aku tahu kalian akan berpikir bagaimana caranya? karena sekarang aku sudah memiliki empat orang istri, iya kan?" tak ada yang mengangguk. Semua terlihat sedang bingung, dan mencerna pernyataan suaminya.

Memang, sebelumnya mereka tak pernah peduli, namun kali ini cukup menegangkan,

"Artinya aku akan menceraikan salah satu di antara kalian!" sambungnya.

Begitu kah lelaki? Dengan mudah meninggalkan tanpa mengingat kenangan-kenangan indah yang telah dilaluinya. Mungkin sebagian besar wanita akan melaknat ucapan Rama, lelaki yang hanya memikirkan kebahagiaannya sendiri.

Bergelimang harta membuat seorang lelaki merasa punya hak atas segalanya, begitu pun dengan lelaki yang kini tepat berada di sebelah Jeremba.

Jeremba masih berusaha tenang, sedikit canggung ia mengambil secuil kangkung tumis di hadapannya dan meletakkannya di piring Rama. Tak lupa juga meletakkan sepotong ayam goreng kesukaan suaminya sambil tetap tersenyum.

"Aku bersedia diceraikan, Mas!" ucap Gundi.

Jeremba kaget mendengarnya, matanya terbelalak. Wanita yang penuh dengan keglamoran itu berani mengutarakan sesuatu yang tidak masuk akal menurutnya.

Bagaimana mungkin?

Bukankah ia juga sangat takut miskin?

"Aku juga, Mas!" sambung Ratu.

"Aku juga!" lanjut Santi.

Kini Jeremba benar-benar kebingungan. Ia tak tahu harus bagaimana, hanya dirinya yang masih diam, belum bicara apa pun.

Bagaimana ini?

Jika ia hanya diam, ia merasa tidak kompak dengan madu-madunya, karena selama empat tahun ini mereka selalu akur dan saling bekerja sama. Namun, jika ia ikut menjawab hal yang sama, pikirannya mulai menafsirkan apa yang akan terjadi, ia tidak siap kembali miskin.

Mencoba tenang, Jeremba meneguk air putih yang sejak tadi berada di hadapannya, mencoba mencairkan suasana hatinya yang galau.

"Aku juga, Mas!" ucap Jeremba seraya meletakkan gelas berisi air putih tadi.

Semua madu-madunya tersenyum ke arahnya. Jeremba sendiri-meski telah lama bersama-belum mampu mendeskripsikan karakter ketiga madunya. Baginya, semua sangat pelik diterjemahkan. Seperti saat ini, entah apa yang ada di pikiran mereka hingga semua menjawab jawaban yang memang diinginkan Rama.

"Kamu tidak akan aku ceraikan!"

Pernyataan Rama membuat Jeremba kaget. Ia tidak tahu harus senang atau sebaliknya. Selain itu, ia juga takut madu-madunya akan marah, Rama akan membuat mereka merasa cemburu.

Mungkin, Rama mencoret Jeremba dari daftar istri yang akan diceraikannya karena Jeremba adalah istri tercantik yang ia miliki. Jelas, umur Jeremba yang masih sangat muda, 24 tahun, ditambah perawatan kecantikan yang mencapai ratusan juta per bulan, semakin membawanya pada julukan Ratu sejagat.

Jeremba terlihat tegang, sesekali ia melirik ketiga madunya, Mencari tahu bagaimana raut wajah terbaru mereka. Sebenarnya Jeremba tak bangga dengan keputusan Rama, tapi ia khawatir ketiga madunya akan berubah kepadanya.

"Wah, selamat ya Jeremba, kamu harus terus setia kepada Mas Rama!" pinta Gundi.

"Iya Jeremba, Mas Rama punya alasan yang kuat sehingga ia tetap mempertahankan kamu, jadi jangan kecewakan dia ya?" pinta Santi dan Ratu mengangguk, menandakan ia mendukung wejangan Santi.

Jeremba pun mengangguk.

Tanpa sepatah kata pun yang ia ingin ucapkan, Jeremba hanya menebar senyum.

Makan malam pun dilanjutkan, tak ada yang berubah, semua masih melanjutkan canda yang sempat tertunda. Namun, Jeremba masih saja canggung, ia merasa tidak enakan.

**

Keesokan harinya adalah jadwal Jeremba dan madu-madunya ke salon. Perawatan kecantikan mereka mencapai angka 400 juta. Dimulai dari rambut, wajah, tubuh, hingga kuku. Semuanya tak ada yang terlewat, demi memuaskan imajinasi liar Rama dan juga menuruti naluri mereka sebagai perempuan.

Jeremba mencoba membaca setiap raut wajah madu-madunya, tak ada yang berubah, semua masih sama. Mereka memperlakukannya bak adik sendiri.

"Enak ya kamu, jadi istri orang kaya!" bisik Lela, seorang pekerja salon yang kebetulan juga teman sekolah Jeremba saat SMP dulu.

"Kamu mau? Biar aku jadikan maduku!" jawaban nyeleneh Jeremba membuat temannya itu kesal.

"Ternyata pintar aja gak cukup yang untuk jadi kaya, kita harus bengis juga!" Lela ingin membuat Jeremba emosi.

Sambil tersenyum, "makanya kalo sekolah jangan pintar-pintar banget," celetuk Jeremba sambil bermain game di ponselnya.

Selesai melakukan perawatan, Jeremba dan madu-madunya pun mengabiskan waktu sambil makan di restaurant mahal. Seperti yang selalu mereka lakukan sebelumnya. Tubuh yang segar, perut yang kenyang, lantas membuat mereka lelah dan ingin beristirahat,

Sesampai di rumah, Jeremba dan madu-madunya dikejutkan oleh seorang wanita manis di ruang tamu. Perawakannya memperlihatkan gadis itu bukan garis keturunan murni pribumi, matanya begitu indah, rambutnya ikal dan terurai panjang, ditambah busananya yang menggambarkan bahwa ia tak main-main tentang penampilannya.

"Perkenalkan ini Haura," Rama memecahkan lamunan Jeremba. "dia wanita yang aku ceritakan tadi malam" ia kembali mengingatkan mereka.

Sontak Jeremba begitu terkejut, ternyata gadis yang diceritakan suaminya sangat cantik, pantas saja Rama jatuh hati.

Namun berbeda dengan madu-madunya, mereka menyambut Haura dengan penuh keakraban.

Jeremba merasa sangat pusing, kepalanya terasa berat, ia berlalu menuju dapur, mencari secangkir air putih. Setelah meletakkan gelas di atas meja, pikirannya mulai tak karuan, bukan hanya karena sikap orang-orang di sekitarnya, tapi sedari tadi kepalanya terus berdenyut ringan.

Kini hati dan pikirannya saling bersikeras, ia tak kuat untuk bertahan, sempoyongan, tubuhnya terjatuh di lantai. Cangkir yang berisi air putih tadi pun ikut terseret dan menimbulkan bunyi yang nyaring. Orang-orang mulai mengerumuninya.

**

Dilarikan ke rumah sakit, kini Jeremba mulai sadarkan diri. Ia sangat tidak memahami apa yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Terasa berat dan letih. Rasanya bicara pun tak kuat.

"Gimana, Sayang" Rama mendekati istrinya.

Jeremba menatapnya tabu, ia masih ingin tidur, matanya tak mampu menatap lelaki yang kini berada di hadapannya. Genggaman tangan Rama pun tak bisa ia rasakan dengan nyata.

"Kamu siapa?"

Pertanyaan Jeremba mengejutkan suami dan madu-madunya.

Ada apa dengan Jeremba? Apakah benturan di kepalanya membuatnya amnesia?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status