Pram mengasihi Alena tanpa syarat. Ia memahami betapa hancur dan sakitnya Alena saat diruda paksa ayah kandungnya sendiri. Rasa iba dan juga cinta menjadi satu. Namun jika Alena sampai bermain api di belakangnya setelah menjadi istrinya, Pram masih harus berpikir berulangkali untuk bisa menerima Alena apa adanya.
Tapi benarkah Alena telah bermain api di belakangnya? Foto. Ya, foto yang ia terima tadi siang bisa saja hanya rekayasa. Hati kecilnya masih mempercayai kesetiaan Alena untuknya. Pram meyakinkan dalam hati jika Alena adalah istrinya yang cantik dan setia.
Foto-foto mesra Alena dengan Arya sudah Pram bakar tak bersisa. Ia memutuskan untuk mempercayai Alena. Tak perlu bertanya, tak perlu mencari tahu. Namun, pesan singkat dari nomor yang tak dikenalnya membuatnya kembali meragukan keyakinannya. Kenali Istrimu lebih dalam!
Pram menyugar rambutnya gundah. Setelah menerima paket foto tadi siang ia membatalkan
"Kapan kalian bulan madu?" tanya Nyonya Sekar pada Pram dan Alena.Alena bertanya pada Pram dengan tatapannya."Aku masih belum bisa meninggalkan perusahaan untuk waktu yang lama, Ma," sahut Pram hati-hati.Nyonya Sekar menghela napas. "Bisa, Pram. Kau hanya terlalu khawatir. Ayahmu dulu sering mengajak Mama bepergian."Alena tersenyum. "Aku tak apa-apa, Ma. Bulan madu di rumah pun sudah sangat nyaman," timpal Alena."Kau biarkan Alena bulan madu ke Perth dengan pekerjaannya sendirian. Kenapa saat itu tidak kau temani?" protes Nyonya Sekar."Mana bisa pergi bekerja disambi bulan madu, Ma?" kelit Pram."Mama ingin segera menimang cucu," ucap Nyonya Sekar.Pram dan Alena saling berpandangan."Memberi cucu tidak harus bulan madu, bukan?" ucap Pram pelan."Bagaimana, Alena? Sudah ada tanda-tanda perutmu diisi calon Pram j
Pram menelungkupkan kepala di atas meja kerjanya. Membayangkan betapa pernikahannya yang manis dan indah harus ternoda oleh kebohongan Alena. Ingin sekali ia bertanya pada Arya, ada hubungan apa antara dia dengan Alena. Namun ia belum mampu menghadapi kenyataan jika memang di antara mereka benar terjalin sebuah hubungan terlarang.Dering ponsel mengagetkan Pram."Halo, Ma!""Alena di kantormu?" tanya Nyonya Sekar di seberang telepon, suaranya terdengar sedikit panik.Kemana Alena? Bukankah kepergian mereka ke panti asuhan dibatalkan?"Alena sedang menemui seorang klien, Ma," sahut Pram berbohong, ia tak ingin mamanya panik memikirkan Alena."Ia izin padamu?" tanya Nyonya Sekar."Tentu saja," sahut Pram. Mungkin sebentar lagi ia pulang, Mama tak usah panik, ya!" imbuh Pram menenangkan."Baiklah. Ya, sudah." Nyonya Sekar mengakhiri panggilan
Alex masuk ke kamar Nyonya Sekar dengan langkah riang dan wajah ceria."Halo, tanteku cantik, tanteku sayang!" Alex memeluk Nyonya Sekar lalu duduk bersisian di tepi tempat tidur."Kenapa lagi?" tanya Alex sembari memijat lengan Nyonya Sekar."Kau tidak kuliah?" Nyonya Sekar bertanya balik."Aku yang punya kampus jadi bebas mau kuliah atau tidak," sahut Alex."Anak nakal!" ujar Nyonya Sekar tersenyum."Tante sakit apa? Memikirkan aku?"Nyonya Sekar mesem."Masih memikirkan anak emasmu?"Nyonya Sekar kembali mesem."Bagaimana kalau kita shopping?" tanya Alex lagi."Kemarin Tante sudah shopping dengan Alena.""Sering sekali kalian shopping. Tante, apa Alena memenuhi semua kriteria sebagai menantu idaman?"Nyonya Sekar mengangguk mantap."Kam
Pagi hari, Pram sudah siap duduk di meja makan. Sikapnya biasa saja. "Kau tidak membangunkan istrimu?" tanya Nyonya Sekar sembari tersenyum senang. "Alena tidak pulang semalam. Dia...." "Dia tidur di kamar Mama," tukas Nyonya Sekar cepat. Terlihat rona bahagia di wajahnya. Pram terbelalak. "Bagaimana bisa dia tidur di kamar Mama?" "Jam sebelas malam ia pulang, langsung menemui Mama. Ia minta maaf karena selalu pergi tanpa pamit dan malam itu ia memohon menemani Mama." Pram menelan ludah kering. Bisa-bisanya Alena berani datang lagi ke rumah ini dan tidur di kamar Mama? "Biar aku bangunkan dia," ucap Pram hendak berdiri. "Tidak usah, biar dia bangun dengan sendirinya. Semalam Mama lihat wajahnya teramat lelah. Biarkan ia bangun sendiri," sergah Nyonya Sekar cepat. Pram menahan gemelutuk giginya. Ia tak hab
"Tuan...." Murni berdiri dengan wajah cemas di depan pintu kamar Nyonya Sekar.Pram menghela napas dalam. "Biar aku yang jelaskan!" Pram masuk ke kamar Nyonya Sekar.""Alena pergi, kemana ia?" tanya Nyonya Sekar dengan wajah agak pucat, napasnya sedikit tersengal.Pram merengkuh kedua bahu mamanya dengan lembut. "Ma, sebelum menikah denganku, Alena adalah wanita yang mandiri dan bebas. Sering bepergian dan ia juga salah satu penyokong finansial terbesar panti asuhan Ibu Rengganis. Ia terbiasa mencari uang sendiri dengan caranya."Tak bisakah uangmu dan uang Mama menggantikan semua kebutuhan Alena selama ini?"Pram menarik napas berat. "Bisa, Ma. Tapi Alena tipikal wanita bebas. Aku dan dia sudah berkomitmen, tak akan menganggu kesenangannya beraktivitas di luar sana, menjemput rezeki dengan keahliannya.""Tapi dia isterimu. Sudah selayaknya dia patuh padamu.""Aku yang tak ingin mengekangnya," sahut Pram pelan namun
Malam yang dingin, rintik hujan sejak siang tadi membasahi semesta tanpa henti. Membuat jiwa-jiwa yang sepi semakin tenggelam dalam sunyi tanpa kehangatan. Pram memandangi rintik hujan dari balik jendela kafe dengan tatapan kosong. Perasaan sedih, kecewa dan sakit hati sekaligus cinta masih bergumul di hatinya. Pram merindukan Alena namun di saat yang sama ia membencinya. Selain ruang kerjanya di perusahaan, saat ini Pram juga membenci kamarnya. Ia tak ingin pulang ke rumah. Ada banyak foto dan kenangan manis bersama Alena di sana. Entah kekuatan dari mana, saat itu Pram menekan nomor ponsel Alena. Tak lama, Alena menjawab panggilan telepon Pram. "Ada satu yang ingin aku tanyakan," ucap Pram tanpa basi-basi. "Bersama siapa saat kau berada di Perth? Arya?" Alena tak langsung menjawab. Namun hela napasnya terdengar jelas di telinga Pram. "Aku bersama Devian, kekasihku
"Alena sedang berada di Bali," jawab Pram sekenanya."Berapa lama dia di sana?" tanya Diwali."Satu Minggu."Diwali tersenyum lembut pada Nyonya Sekar. "Ma, Alena sedang bekerja. Tak bisa Mama menjadikan Alena seperti Puri. Puri hanya ibu rumah tangga. Jauh sebelum mengenal Pram, Alena adalah wanita bebas, mandiri dan punya banyak jadwal bepergian. Pram sebagai suaminya tidak keberatan dengan aktivitas Alena. Bukankah begitu, Pram?"Pram mengangguk mendengar ucapan Diwali. Pram tak tahu jika kalimat terakhir Diwali mengandung makna yang lain.Nyonya Sekar terdiam. Ia masih tetap bersikukuh menginginkan Alena tak usah bepergian."Sekarang Mama minum obat dulu sebelum makan, ya," ujar Puri.Nyonya Sekar menggeleng lalu memejamkan mata. Bulir bening nampak menetes di sudut matanya.Pram merasa sangat prihatin dan merasa bersalah pada mamanya. Ia tak mungkin menceritakan siapa Alena sesungguhnya. Hati Nyonya Sekar pasti
Pram masuk ke dalam mobil. Tak jauh di depannya, Liana masih cemberut berjalan di samping Alex. Keduanya masuk ke dalam mobil Alex. Sebuah ide gila terbersit di benak Pram. Namun segera ia tepis. Alena dan Liana adalah dua karakter yang berbeda. Tak mungkin Liana bisa menjadi seperti Alena.Sementara itu Liana betah menekuk wajahnya meski Alex berusaha menghiburnya."Kau kenapa dengan sepupuku? Ponselmu sudah ia ganti, bukan?" tanya Alex."Iya sudah ia ganti tapi entahlah, aku sungguh tak menyukai sepupumu itu. Mentang-mentang ia kaya, sikapnya sombong sekali," sahut Liana.Alex tersenyum. "Pram cenderung pendiam dan dingin di permukaan, bukan sombong. Kau hanya belum mengenalnya. Ia sangat baik dan hangat sebetulnya," bela Alex."Jelas kau membelanya, dia sepupumu!" tukas Liana."Dia sedang ada masalah dengan istrinya dan tadi kau tiba-tiba saja menyindir dia tak je