Share

Dimadu Setelah Sukses — Beda Istri, Beda Rezeki
Dimadu Setelah Sukses — Beda Istri, Beda Rezeki
Penulis: Dian Matahati

Bab 1. Ketahuan

"Bu Araya, jangan …!" 

Langkah Araya terhenti. Menoleh dan mendapati seseorang yang tadi memanggil dengan larangan yang tidak dimengerti maksudnya apa, menatapku dengan wajah takutnya.

"Kamu kenapa lihat aku datang kayak lihat setan, sih? Bapak ada di dalam, kan?" tanyaku pada Saras. Salah satu pramusaji yang bekerja di rumah makan Mas Bima. 

Bukannya segera menjawab pertanyaanku, Saras justru membuat gerak tubuh yang aneh. Kepalanya celingukan seperti mencari sesuatu sambil mengukuri belakang lehernya. Aku pun mengikuti arah gerak kepalanya meskipun sepertinya kami tidak menemukan apa yang sedang dicarinya. 

"Sudah, kamu lanjut kerja aja, Ras. Biar aku cari Mas Bima sendiri. Kayaknya dia di ruang kerjanya, deh." 

Baru aku melangkah dua kali melewatinya, Saras berseru dengan suara ragu, "Bu, jangan masuk, Bu!"

Aku berhenti. Kembali menoleh dan mendapati Saras menundukkan wajahnya sambil meremas jari tangannya sendiri. 

"Memangnya kenapa, Ras?" tanyaku lagi. 

"Itu, Bu. Soalnya …." Saras tidak melanjutkan ucapannya. 

Aku makin penasaran ada apa di ruang kerja suamiku sehingga Saras bertingkah aneh seperti itu sejak tadi. Ditambah dengan kedatangan Susi di antara kami yang kukenal baik karena dia sudah cukup lama menjadi pelayan di rumah makan suamiku. 

"Sudah, Ras. Biarkan Ibu tahu. Kasihan juga Ibu kalau makin lama tidak tahu apa-apa," ujarnya pada Saras yang jelas bisa kudengar karena mereka ada di depan mataku.  

"Memangnya ada apa, sih, Sus? Kenapa kalian berdua ini bersikap aneh sekali hari ini?" cecarku. 

Sudah hampir 4 tahun belakangan ini aku memang jarang ke sini. Sejak putri keduaku lahir, Mas Bima melarang aku sering datang supaya aku bisa fokus dengan kedua putri kami. Namun, sesekali aku masih tetap datang sekedar untuk menyapa para pekerja dan tentunya dengan sepengetahuan suamiku

Awalnya aku sedih karena setengah tahun belakangan ini benar-benar dibatasi Mas Bima untuk ikut campur urusan usahanya. Itu karena punya usaha rumah makan seperti ini adalah impian yang terpendam sejak menikah muda dengannya. 

Akan tetapi, saat bisa membersamai Mas Bima membangun usahanya dari nol hingga sukses seperti sekarang, ada rasa bahagia yang tergantikan saat melihat usaha suamiku berjalan lancar.

"Lebih baik Ibu lihat sendiri saja, ya, Bu," lirih Susi tidak juga mau menjelaskan. 

Aku pun tidak membuang waktu lagi untuk mencari tahu sendiri seperti yang mereka bilang. Dadaku berdebar dan merasa gusar. Gelagat aneh yang kulihat dari Saras dan Susi membuatku berpikir yang macam-macam tentang Mas Bima. 

Namun, sekuat tenaga aku menghilangkan pikiran negatif itu. Mengingat tujuanku datang tanpa memberi kabar terlebih dulu kepada Mas Bima adalah untuk membuat kejutan untuknya. Membawa kabar gembira atas kehamilan anak ketiga kami. 

Aku dan Mas Bima sudah punya dua orang putri selama menikah hampir sepuluh tahun. Putri pertama kami —Astuti Soraya Hakim, sudah duduk di bangku kelas 2 SD dengan usia 8 tahun. Sedangkan putri kedua kami —Andini Soraya Hakim, baru mulai masuk PAUD karena masih berusia 4 tahun. 

Dan kehamilan ketiga yang baru ku ketahui pagi ini, kuharap bisa menjadi kado terindah di peringatan hari akad kami yang kesepuluh, minggu depan.

"Minggu depan kamu jadi ke Bali sama Mbak Raya, Mas?" 

Langkahku kembali terhenti tepat di depan pintu ruang kerja Mas Bima yang pintunya tidak tertutup dengan benar. Suara dari wanita yang cukup familiar membuatku penasaran. 

"Jadi, dong. Kan, udah jadi kebiasaan kami setiap anniversary selalu pergi honeymoon." 

"Yah, aku bakalan kesepian, dong." 

"Cuma sebentar, Sayang. Paling juga seminggu aja kita di sana. Nanti kamu boleh ambil cuti terus liburan sendiri atau apapun asal kamu senang dan gak bosan lagi." 

"Kalau aku mau ikut ke Bali boleh? Aku belum pernah ke Bali, Mas. Pengen banget pergi ke Bali juga," rengek Cantika. 

Dadaku bergemuruh sejak mendengar percakapan mereka dari balik pintu. Suara mendayu dari karyawan lama di rumah makan suamiku membuatku mual. Belum lagi balasan Mas Bima yang terdengar sama lembutnya. Tanpa sadar kedua tanganku mengepal erat menahan gejolak amarah. 

"Nanti siapa yang jagain kamu kalau ikut liburan ke Bali? Aku gak bisa, Sayang. Aku pasti bakalan ditempeli terus sama Araya. Gak mungkin bisa nyamperin kamu."

"Ya udah, tapi Mas janji, ya. Nanti kalau kita anniversary, Mas juga ajakin aku honeymoon kayak Mbak Raya."

"Iya, Sayang. Nanti kita pergi ke tempat yang kamu mau. Mas janji, tapi sekarang kasih mas jatah dulu, ya?"

Air mataku menetes mendengarnya. Sama sekali tidak menyangka jika pria yang ku puja setengah mati ternyata ada main curang dengan karyawannya sendiri di belakangku. Apalagi aku tahu siapa wanita yang sedang bermanja dengan suamiku di ruang kerjanya. 

Cantika Putri Rahayu. Seorang janda dengan dua anak yang baru enam bulan ini ditinggal suaminya meninggal karena kecelakaan. Salah satu karyawan lama di rumah makan suamiku yang sudah aku anggap seperti adik sendiri.

Kenapa kalian tega melakukan semua ini di belakangku? 

Aku menghapus air mata yang membasahi wajahku. Aku ingin mendengar penjelasan dari mereka tanpa memperlihatkan wajah sedihku. Sekalipun hatiku hancur berkeping-keping, aku tidak mau terlihat lemah di depan mereka. 

Prinsipku, siapa yang curang, dia yang harus menderita. Aku tidak akan hancur dengan pengkhianatan mereka. Justru mereka yang akan menyesal karena sudah bermain api di belakangku. 

Baru saat aku hendak masuk ke dalam ruang kerja Mas Bima, tanganku ditahan seseorang dari belakang. Aku menoleh dan mendapatkan uluran sebuah benda ke tanganku. 

"Bawa ini, Bu. Barangkali nanti dibutuhkan," bisiknya samar-samar. 

Aku mengangguk mengerti, tetapi tidak juga mengambil benda tersebut dari tangannya. Aku justru menatapnya dengan tatapan penuh harap.

"Tolong kamu bantu, ya?" balasku sama lirihnya. 

"Baik, Bu." 

Setelah mendengar persetujuan dan melihat anggukan kepala darinya, aku baru memantapkan hati untuk membuka pintu ruang kerja suamiku lebar-lebar hingga mereka berdua terkejut melihat kedatanganku.

"Araya!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status