Dimadu Setelah Sukses — Beda Istri, Beda Rezeki

Dimadu Setelah Sukses — Beda Istri, Beda Rezeki

By:  Dian Matahati  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
1 rating
50Chapters
10.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

"Jika tahu sukses akan membuatmu berkhianat, maka aku akan mengubah doaku untuk kebangkrutanmu, Mas." Araya Nastiti Atmaja, istri setia yang sudah menemani suaminya sejak masih susah hingga sekarang sudah menjadi pengusaha sukses, harus menelan pil pahit ketika mengetahui suaminya diam-diam menikah siri dengan pegawainya sendiri yang belum lama menjadi janda. Bagaimana kelanjutan rumah tangga mereka? Temukan jawabannya di buku ini!

View More
Dimadu Setelah Sukses — Beda Istri, Beda Rezeki Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
CikCintania
walaupun ngak suka sma watak lemah dan begok Araya......tetap saya undi 5star......cerita jg menarik..
2024-06-16 05:10:17
0
50 Chapters
Bab 1. Ketahuan
"Bu Araya, jangan …!" Langkah Araya terhenti. Menoleh dan mendapati seseorang yang tadi memanggil dengan larangan yang tidak dimengerti maksudnya apa, menatapku dengan wajah takutnya."Kamu kenapa lihat aku datang kayak lihat setan, sih? Bapak ada di dalam, kan?" tanyaku pada Saras. Salah satu pramusaji yang bekerja di rumah makan Mas Bima. Bukannya segera menjawab pertanyaanku, Saras justru membuat gerak tubuh yang aneh. Kepalanya celingukan seperti mencari sesuatu sambil mengukuri belakang lehernya. Aku pun mengikuti arah gerak kepalanya meskipun sepertinya kami tidak menemukan apa yang sedang dicarinya. "Sudah, kamu lanjut kerja aja, Ras. Biar aku cari Mas Bima sendiri. Kayaknya dia di ruang kerjanya, deh." Baru aku melangkah dua kali melewatinya, Saras berseru dengan suara ragu, "Bu, jangan masuk, Bu!"Aku berhenti. Kembali menoleh dan mendapati Saras menundukkan wajahnya sambil meremas jari tangannya sendiri. "Memangnya kenapa, Ras?" tanyaku lagi. "Itu, Bu. Soalnya …." Sara
Read more
Bab 2. Pengakuan
Aku berusaha tetap tenang saat melihat suamiku dalam pose menjijikkan bersama wanita lain. Saat ini Mas Bima sedang memangku Cantika dengan pakaian atas yang sudah berantakan. Sama halnya dengan riasan wajah yang juga acak-acakan. Benar-benar sukses membuatku muak setengah mati."Araya!" seru Mas Bima begitu terkejut dengan kedatanganku. Dia terlihat sangat marah karena kelancanganku yang tiba-tiba masuk ke ruang kerjanya. Ditambah lagi dengan Siska yang ada di belakangku dengan kamera yang sudah dinyalakan fungsinya untuk merekam apa saja yang siap terjadi di ruang kerjanya. "Turunkan kameranya, Siska! Atau kamu aku akan pecat sekarang juga!" ancam Mas Bima pada Siska. Namun, kulihat Siska sama sekali tidak menurut karena aku tahu, dia ada di pihakku saat ini. Aku berjanji dalam hati untuk memastikan dia tidak akan merugi di masa mendatang setelah membantuku hari ini. "Jelaskan apa maksudnya ini semua, Mas?" tandasku dengan suara rendah, tetapi dengan penuh penekanan. Kulihat Ca
Read more
Bab 3. Keputusan
"Cantika juga sedang hamil, Sayang. Aku gak bisa ceraikan dia. Apalagi keluargaku juga sudah tahu tentang pernikahanku dan kehamilan Cantika." Langkah kakiku terhenti paksa. Mendengar keluarga Mas Bima turut andil dalam pengkhianatan suamiku itu, membuat dadaku terasa ditikam sembilu. "Iya, Mbak Raya. Mbak tahu sendiri, kan, kalau ibunya Mas Bima ingin punya cucu laki-laki. Beliau berharap bisa dapat cucu laki-laki. Dan aku terbukti sudah dua kali melahirkan anak laki-laki, sedangkan Mbak Raya cuma bisa kasih cucu perempuan, kan?" Perkataan Cantika seakan mengatakan jika kedua putriku tidak ada artinya untuk Mas Bima dan keluarganya. Padahal kedua putriku sudah menjadi anak dan cucu yang baik selama ini. Aku mendidiknya dengan penuh kasih sayang. Sekali pun mereka tidak pernah membuat malu keluarga besar kami. Lalu sekarang, tiba-tiba gender mereka dipermasalahkan. Seakan hanya anak laki-laki saja yang berharga. Rasanya kesabaranku sudah diambang batas. Mereka boleh mengatakan apa
Read more
Bab 4. Kenyataan Lain
Aku pulang ke rumah dengan perasaan hancur. Namun, karena sebentar lagi aku harus menjemput putri pertamaku pulang dari sekolahnya, aku harus bersikap seperti biasa supaya anakku tidak tahu tentang apa yang terjadi pada kedua orang tuanya. "Ternyata hal tersulit untuk melewati ujian ini bukan perkara bagaimana aku sabar dan tetap tenang menghadapi para pengkhianat. Akan tetapi, bagaimana aku akan bersikap di depan kedua putriku yang tidak sepatutnya tahu jika papanya sudah membagi hati untuk keluarga barunya." Aku menata hati dan menenangkan diri secepat mungkin. Ilmu tenang memang mahal, dan aku merasa beruntung karena sampai saat ini, aku masih bisa mengendalikan diri dan tetap tenang meskipun tidak tahu bisa bertahan sampai kapan ketenangan ini bisa aku jaga. Aku kembali membawa kendaraan pribadi untuk menjemput kedua putriku. Mereka bersekolah di satu lingkungan sekolah yang sama, meskipun tingkatannya berbeda. Aku sengaja memilih yayasan yang sama dari jenjang pendidikan anak
Read more
Bab 5. Permintaan
"Kita gak tunggu Bapak pulang dulu, Bu?" tanya Astuti, putri pertamaku. Biasanya, kami memang selalu menunggu kepulangan Mas Bima supaya bisa makan malam bersama-sama. Akan tetapi, kali ini aku tidak ingin menunggu seseorang yang sudah mengubah prioritasnya bukan lagi untuk aku dan anak-anakku saja.Aku jadi ingat, sudah beberapa waktu belakangan ini Mas Bima memang sering pulang terlambat. Dia pun hanya makan sedikit saat di rumah. Tadinya, kupikir karena Mas Bima terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Namun, sekarang aku baru paham jika penyebabnya bisa jadi karena dia sudah lebih dulu makan malam dengan istri mudanya. "Gak usah, Sayang. Bapak pulang telat. Jadi, kita bisa makan duluan aja gak usah nunggu bapak." Kedua putriku menurut dan kami sudah siap memulai acara makan malam sederhana, saat tiba-tiba ucapan salam dan pintu yang terbuka dari pintu utama terdengar berderit. "Itu Bapak, Bu!" seru Astuti terlihat gembira. Aku diam saja dan berusaha tetap mengulas senyum tipis supa
Read more
Bab 6. Kelancangan Cantika
"Kok bisa tanganmu sampai luka begini?" tanya Mas Bima terlihat khawatir. Aku diam saja karena sejujurnya aku sendiri masih syok dan tidak menyangka juga jika aku bisa membuat gelas kaca pecah hanya dengan mencengkeramnya. Rasanya seperti mustahil, tetapi darah yang mengalir dari telapak tanganku sudah cukup menjadi bukti. "Mungkin gelasnya tadi sudah retak, tapi Mbak Raya gak teliti, Mas. Jadi bisa sampai pecah dan kena tangan begitu. Biar aku bantu obati, Mas. Kotak P3K dimana, ya?" Cantika ikut menimpali. "Gak perlu. Biar aku obati sendiri," tandasku tidak sudi menerima bantuan dari sumber masalah di hidupku saat ini. "Kamu diam di sini aja, biar aku yang obati," sahut Mas Bima menahanku untuk tidak beranjak demi mengambil kotak P3K. Aku menurut, membasuh tanganku dengan air mengalir. Namun, setiap lukanya sudah bersih dari noda merah, maka tidak lama setelahnya kembali keluar lagi. Saat aku perhatikan, sepertinya luka goresan gelas kaca yang menancap di telapak tanganku cukup
Read more
Bab 7. Ular Berbisa
"Ini ada apa sih? Kenapa baru pulang kamu udah marah-marah sama Cantika?" tanya Mas Bima yang sudah berdiri di belakangku.Aku makin kesal karena Mas Bima terlihat tidak senang saat aku membentak istri mudanya. Kedua anakku pun seperti ketakutan saat mendengar aku berbicara dengan nada tinggi. Andini bahkan sampai bersembunyi di balik tubuh kakaknya. "Ini lho, Mas. Aku cuma ngajarin anak-anak panggil aku Mama, tapi Mbak Raya langsung marah-marah gak jelas, padahal anak-anak aja gak ada yang protes dan dengan suka rela mau panggil aku dengan sebutan Mama." Cantika menjawab dengan wajah seakan di sini dia yang menjadi korbannya, sedangkan aku tokoh antagonisnya. "Kamu seharusnya berterima kasih sama Cantika, Araya. Kita jadi gak perlu repot lagi mengenalkan Cantika kepada anak-anak karena dia sudah bisa lebih aktif mendekati anak-anak dan juga sayang sama mereka. Tolonglah, Raya. Kamu jangan mempersulit keadaan yang sebenarnya baik-baik saja hanya karena ego-mu yang tinggi. Kamu haru
Read more
Bab 8. Meminta Bantuan
"Sini, Bu. Sarapan sama-sama." Aku menurut dan bersandiwara seakan tidak terganggu dengan kehadiran orang baru di rumah kami. Akan ku ikuti cara main madu pahitku. Jika dia bermuka dua di depan Mas Bima dan anak-anak, aku pun akan melakukan hal yang sama. Kulihat di meja makan sudah ada ayam goreng dengan sayur sop yang lengkap dengan sambal dan kerupuknya. Aku bersikap seolah senang dengan bantuan Cantika dan memuji masakannya, meskipun sebenarnya terselip sindiran yang membuatku merasa puas. "Kebenaran banget ada kamu, Cantika. Aku sama Mas Bima memang udah pernah kepikiran buat cari asisten rumah tangga buat bantu-bantu aku di rumah. Ternyata kamu cocok juga. Apalagi anak-anak juga udah kenal dekat sama kamu. Jadi gak canggung lagi, kan?" Cantika menatap nyalang kepadaku. Dia pasti sangat marah karena aku istilahkan sebagai asisten rumah tangga. Mas Bima sendiri hanya diam meskipun lirikan matanya terlihat tidak enak hati pada Cantika. Aku abaikan semua tatapan keduanya, dan la
Read more
Bab 9. Mencoba Profesi Baru
"Menjadi konten kreator dan afiliasi marketplace?" Aku mengulang apa yang diusulkan Endah kepadaku. Katanya, dua profesi ini akan naik daun di era digitalisasi yang sudah nampak hilalnya. "Daripada kamu sibuk kerja di luar rumah terus bingung anak-anak mau dijagain sama siapa, mending cari cuan dari dalam rumah. Kamu bisa atur sendiri waktu kapan kamu bikin konten dan kapan kamu mengurus rumah beserta anak-anak. Kamu juga sudah punya basicnya karena pernah belajar editing video bahkan copywriting, kan?" Aku menggigit bibir bawahku sendiri karena mulai tertarik dengan apa yang dijabarkan Endah. Aku memang pernah mendengar tentang profesi tersebut meskipun saat ini belum begitu menjamur di sekitarku. Namun, kata Endah ini justru saat yang tepat untuk memulai apalagi gadis cantik itu meyakinkanku jika potensinya cukup besar untuk cukup menghidupiku dan anak-anak di masa mendatang. "Kamu
Read more
Bab 10. Kedatangan Ibu Mertua
Aku keluar kamar setelah selesai bersiap untuk ke sekolah anak-anak. Sebenarnya ini terlalu awal untuk menjemput mereka. Hanya saja, berlama-lama di rumah saat ada ibunya Mas Bima bisa membuat tensi darah cepat naik. Dan ini jelas tidak sehat untuk aku yang sedang hamil. "Masakan apa …, ini? Sayur sop kok hambar, gak ada rasanya." Suara ibunya Mas Bima menggelegar dari dapur. Sepertinya sengaja ingin mengejekku. Tidak tahu saja jika yang sedang dihina adalah masakan menantu yang tadi dibanggakannya. Kalau tadi aku malas menanggapi omongannya, maka sekarang aku semangat sekali membalasnya. Aku pun berjalan santai menuju dapur dan berhenti di ambang pintu masuk yang hanya tertutup tirai bermotif bunga. "Coba Ibu tanya aja sama menantu ibu yang lain, tadi dia gimana masaknya, soalnya aku juga gak ikut nyicipin masakan dia, sih."Aku melihat wajah ibunya Mas Bima terlihat terkejut. Beliau
Read more
DMCA.com Protection Status