“Ummi, sepertinya bagus konsep outdoor seperti ini buat konsep pernikahan Salwa dan Daniel.”Nuha mengedarkan pandangannya ke segala arah, mengagumi indahnya dekorasi pesta pernikahan Ilham-Shafiyah.Aruni mencoba melakukan hal yang sama, mengamati setiap sudut acara resepsi itu. “Boleh juga, meskipun modern tetapi dilakukan secara syariat. Ikhwan dan akhwat dipisah. Gak usah terlalu mewah, cukup mengundang orang-orang terdekat.”“Ya gak bisa begitu Ummi, Mama Kinan dan Daniel seleranya tau sendiri,” imbuh Nuha dengan kekehan kecil. “Eh, Kania sudah datang belum Mi?” “Ummi baru datang, Nak. Emang janjian jam berapa?”“Katanya tadi di jalan,” Nuha dan Aruni kini berada di meja sedang menikmati hidangan pesta.“Mami Kinan dan Daniel belum datang?” tanya Aruni.“Mami Kinan gak ikut, Ummi. Katanya Daddy kambuh lagi. Jadi sama Daniel aja perwakilan.”Nuha mengatakan itu saat melihat isi pesan dari ibu mertuanya.“Ibu, aku ketemu Yusuf!” ujar Farah tiba-tiba berlari ke arah mereka. Ia dud
Daniel tergopoh-gopoh saat tiba di acara pesta pernikahan Ilham-Shafiyah karena ia tiba di sana sudah jam sembilan malam. Mungkin keluarganya sudah lebih dulu datang ke sana dan kembali pulang. Saat kakinya menginjak pelataran pesta, matanya yang tajam beredar bukan mencari pengantin akan tetapi mencari calon istrinya. Ia berharap gadis bertahi lalat belum pulang. Hanya melihatnya ia merasa tenang dan penuh semangat dalam menjalani hari-harinya. Begitulah perasaan seorang badboy saat merasakan benar-benar jatuh hati pada seorang gadis. Beberapa wanita mulai usia muda dan tua berbisik-bisik dan tersenyum kala melihat seorang pemuda blasteran dalam balutan kemeja batik yang mencetak tubuhnya berjalan wara-wiri seperti tengah mencari seseorang. “Hei, siapa dia? Ganteng banget! Ternyata kawannya Ustaz Ilham ada yang kayak gitu.” Salah satu wanita muda berbincang pada temannya. “Ganteng banget! Ih, kasihan, kasih tau dia! Dia salah masuk barisan,” sahut kawannya yang lain seraya mena
Pesta pernikahan Ilham dan Syafiyah telah usai. Kini semua keluarga baik dari mempelai pria maupun dari mempelai wanita kembali kediaman masing-masing kecuali pengantin yang memilih menginap di resort di mana mereka mengadakan acara. Sebuah ruangan president suit telah dihias untuk menjadi kamar pengantin.Suasana terasa canggung bagi sepasang pengantin yang baru disatukan dalam ikatan suci itu. Mereka tidak dekat sebelumnya dan hanya terikat hubungan seorang guru dan santrinya.Shafiyah duduk di atas ranjang dengan perasaan yang berdebar-debar. Perkataan Salwa Salsabila masih terngiang-ngiang di telinganya. Ia menjadi takut ketika Ilham akan meminta haknya sebagai seorang suami. Awalnya ia begitu antusias menyambut malam itu. Namun mengingat Ilham masih mencintai Salwa Salsabila, ia menjadi merasa takut dan tak ingin menyerahkan dirinya ketika di hati suaminya masih bersemayam nama wanita lain.“Kenapa tak mandi? Kau mau tidur pake gaun?” Ilham keluar dari kamar mandi dalam balut
Di kamar asrama, saat ini Salwa dan Nuha tengah istirahat sepulang kampus. Mereka pulang lebih awal, karena salah satu dosen berhalangan hadir.“Kenapa kau melamun?” tanya Neng Mas melihat sahabatnya diam lama dengan menopang sebelah tangannya di atas meja belajar. Biasanya gadis itu terlihat ceria. Namun hari itu ia seperti tengah menyimpan sesuatu yang mengganjal pikirannya.“Um, aku merasa aneh dengan sikap Kak Raja.”Salwa memutar tubuhnya dan menghadap Neng Mas yang tengah tengkurap di atas karpet bulu. Sesekali gadis bertubuh berisi melakukan gerakan macam renang.“Ka Raja temannya Mas Daniel?” tanya Neng Mas menimpali karena ia memang tidak tahu persis siapa pemuda tadi yang mengobrol dengan sahabatnya.“Masa kau tak ingat, Kak Raja itu masih sepupu Kak Romi itu lo,” tukas Salwa berdiri dari tempat duduknya dan ikut bergabung dengan sahabatnya di bawah. Ia ikut merebahkan tubuhnya di samping sahabatnya. Namun posisi gadis itu terlentang, menatap nanar langit-langit kamar pondok
Rasanya Daniel kehilangan kewarasannya ketika ia tak bisa bertemu dengan calon istrinya dalam waktu yang cukup lama. Pemuda bergaya rambut undercut itu tengah disibukan dengan proyek barunya--membangun real estate di ibukota. Biasanya Daniel akan pulang dalam seminggu sekali, mendatangi Salwa saat berada di kampus sebab akan sangat sukar jika Daniel ingin menemuinya langsung. Kuliah kedokteran menyita sebagian besar waktu kekasihnya.Namun sudah hampir satu bulan ia tidak pulang ke kota hujan karena sibuk mengurus proyek, mengawasinya di lapangan dan mengurus coffee shop yang sudah mulai berkembang baik.Siang itu, Daniel tengah duduk di kursi kebesarannya. Ia harus menuntaskan pekerjaannya jika ia ingin menemui kekasihnya. “Pak Daniel, ini dokumen yang Bapak minta.”Sekretaris muda-yang kini sudah berpakaian sopan menyerahkan tumpukan dokumen perjanjian penting pada atasannya. Kehadirannya mengusik pikiran Daniel yang berkelana.Seketika indera penciuman Daniel yang tajam bisa meng
Wajah pemuda itu mendadak panas. Sudah tak bisa dikondisikan lagi. Mungkin rezeki anak sholeh. Kebahagiaan dipeluk oleh sang kekasih hati seperti memenangkan lotere.Ia diam mematung dengan salah tingkah. Pipinya yang berkulit putih terlihat merona dari pipi menjalar hingga ke telinga. Jika Kinan melihatnya macam anak perawan pasti akan menertawakannya.Sisi lain, sang pelaku justru terlihat ketus setelah adegan sepersekian detik yang ia lakukan. Wajahnya ditekuk dan menunduk dalam. Gadis itu merutuki kebodohannya.Salwa ketiduran dan bermimpi bertemu dengan kekasihnya saat sakit kronis dulu. Ia begitu ketakutan andai kekasihnya itu tiada. Beruntung sang ibu dan adiknya tidak berada di sana menyaksikan tingkahnya. Jika ketahuan, habis sudah mereka berdua digiring ke KUA.“Lupakan yang barusan!” ucap gadis itu bahkan tak berani menatap lawan bicaranya.Mereka tengah duduk di kursi taman terhalang meja yang menjadi pembatas.Mendengar perkataan Salwa, Daniel hanya mengulum senyum dan be
Akhirnya Salwa Salsabila mendapat persetujuan sang ibu untuk ikut magang di klinik perusahaan PT JD Group. Ia berencana akan menjadi asisten dokter senior yang bertugas di sana. Bukan benar-benar senior karena telah bekerja lama di sana. Memang dokter itu direkrut dari klinik perusahaan yang berpusat di Bogor. Gadis itu akan mulai mengisi waktu produktifnya minggu depan. Sebab ia ingin menghabiskan waktunya dengan istirahat dan menikmati ‘kebebasan’ nya terlebih dahulu. Ya, bebas dari mengikuti mata kuliah yang menjejali otaknya. “Sekarang kita mau kemana?” tanya Neng Mas pada Salwa yang tengah memperbaiki rantai sepedanya yang longgar. Kini mereka memutuskan menghabiskan waktu berjalan-jalan dengan menggunakan sepeda, seolah mengenang masa-masa putih abu-abu mereka. Ke dua sahabat itu seringkali menghabiskan waktu mereka bersepeda saat berangkat ke sekolah dan pergi berlatih silat di padepokan. “Sudah betul!” gumam Salwa dengan senyum yang mengembang. Tatapannya lalu beralih pada
“Salah! Aku tidak memesan kopi espresso! Aku memesan cappucino!”Salwa berkata dengan berlagak seperti bos. Bahkan dia duduk di atas kursi kebesaran Daniel Dash dengan bersedekap tangan di dada.‘Boleh lah merasakan menjadi CEO,’ batin gadis bertahi lalat itu.“Mbak, tadi ‘kan pesan espresso one shot,” tukas karyawati wanita muda itu dengan raut wajah tak tertolong. Tubuhnya gemetar karena ketakutan. Salwa menggeram kecil lalu berdiri dengan punggung bersandar pada meja dan tangan masih bertengger di dadanya. Kali ini manik berwarna karamel itu menelisik karyawati itu dari ujung kepala hingga ujung kaki.“Angkat kepalamu!” titah gadis itu meraih dagu wanita itu. Mau tak mau wanita itu mendongak dengan perasaan kesal.‘Awas kau! Aku diam karena ada Bos Daniel! Jika tidak ada, aku akan kasih pelajaran untukmu! What the fuck! Selera Bos Daniel sungguh jelek. Cantik saja tidak cukup! Penampilannya mirip emak-emak pengajian. Um, sepertinya Bos Daniel dijodohkan. Mana mungkin suka dengan g