Share

Bab 4. Penawaran Reyvan

Alissa baru saja menyelesaikan makan malamnya. Ia merasa lega karena berhasil mengelabuhi Riana untuk tidak minum obat mematikan itu. Alissa berpikir, 'Entah sampai kapan ia harus pura-pura seperti ini.' Namun apa daya, hanya itu yang bisa ia lakukan supaya terhindar dari bahaya Erick yang ingin membunuhnya untuk sementara waktu. 

Riana sudah pergi tidur. Sementara Erick, sedang pergi untuk makan malam dengan kliennya. Alissa merasa bebas, ia tidak perlu pura-pura untuk sementara waktu, setidaknya sampai Erick pulang. Alissa berjalan menuju balkon untuk menikmati angin malam, namun saat ia sampai pada pintu menuju balkon. Seketika matanya terbelalak, ia sangat terkejut saat tiba-tiba ada seseorang yang baru saja datang dari bawah. 

"Siapa kamu?" teriak Alissa. 

Reyvan yang baru saja berhasil memanjat dan sampai di balkon, terkejut saat melihat dan mendengar teriakan Alissa. Dengan cepat, Reyvan bergerak menghampiri Alissa, lalu menarik tubuh Alissa dan menyandarkannya pada tembok. Alissa yang terkejut dengan apa yang di lakukan oleh Reyvan, hampir saja berteriak lagi. Namun, dengan cepat Reyvan segera membungkam mulut Alissa dengan tangannya. 

"Ssst, diam! Aku datang untuk menolongmu."

Alissa terpaku di tempat. Ia menatap lekat wajah sesorang yang tampak asing di matanya, tetapi tiba-tiba berkata akan menolongnya. Dalam hati Alissa bertanya, 'Siapa dia? Dari mana ia tahu aku sedang butuh bantuan seseorang?'

Melihat tatapan Alissa membuat Reyvan salah tingkah. Seketika ia melepaskan tangannya dari mulut Alissa. "Ma-maaf, aku tidak bermaksud melakukan itu. Tadi aku cuma refleks aja supaya kamu nggak teriak dan membuat yang lain mendengarnya."

"Si-siapa kamu? Apa yang ingin kamu lakukan?" tanya Alissa, yang saat ini sudah lebih tenang. 

Reyvan tidak menjawab. Namun, tiba-tiba tanpa minta ijin pada Alissa, Reyvan masuk ke kamar Alissa, lalu duduk di sofa yang ada di kamar Alissa. Sementara Alissa, berjalan kembali ke kamar untuk melihat apa yang dilakukan oleh orang asing itu di dalam kamarnya. 

"Sebenarnya, siapa kamu? Dan, apa yanga kamu lakukan di sini? tanya Alissa lagi. 

"Langsung saja! Namaku Reyvan. Aku sengaja ke sini atas permintaan kakakku Rena. Kamu mengenal dia kan?" jawab Reyvan. 

"Re-Rena! Itu artinya, dia yang mengirimmu ke sini untuk menolongku!" seru Alissa senang. Ia tidak menyangka Rena akan secepat ini mengirim seseorang untuk menolongnya. 

"Jangan senang dulu! Siapa juga yang mau nolong cuma-cuma?" ucap Reyvan pada Alissa. Seketika Alissa pun mengerutkan keningnya. "Aku bisa saja menolong Kakak, tapi ada syaratnya," lanjutnya, seraya tersenyum penuh arti. 

"Syarat?" 

"Terima ini!" Reyvan memberi secarik kertas pada Alissa. "Jika Kakak ingin aku tolong, maka tanda tangani surat perjanjian itu. Kakak bisa baca sendiri isinya."

Alissa membaca surat perjanjian itu dengan seksama. "I-ini, apa kamu gila? Tidak mungkin aku menandatangani surat perjanjian seperti ini." Alissa tidak habis pikir dengan apa yang di pikirkan oleh adik temannya itu. Bisa-bisanya Reyvan meminta untuk menikah setelah berhasil menolongnya. 

"Kenapa tidak! Apanya yang salah?" sahut Reyvan. 

"Aku bahkan masih menjadi suami orang, apa kamu lupa itu? Lagipula kamu itu masih muda, kenapa nggak cari yang seusiamu saja."

"Aku tahu! Tapi suamimu ingin membunuhmu kan? Setelah ini kamu pasti cerai dengannya, artinya kita bisa menikah, kan?" jelas Reyvan. "Soal usia, Aku suka yang dewasa," ucap Reyvan, seraya mengedipkan matanya. 

Alissa hanya menggelengkan kepalanya. Ia tidak ingin melakukan hal konyol seperti itu. "Dasar gila! Keputusanku tetap tidak. Kamu bisa pergi, jika sudah tidak ada lagi yang kamu lakukan!" 

Reyvan pun berdiri dari duduknya, lalu berjalan mendekati Alissa yang berdiri tak jauh di depannya. "Pikirkan ini baik-baik. Jika kamu berubah pikiran, kamu bisa hubungi aku kapan saja. Nomerku ada di surat perjanjian itu," ucap Reyvan tepat di telinga Alissa. Setelahnya, Reyvan pun pergi dari hadapan Alissa. 

Alissa berjalan menuju ranjangnya, ia duduk di tepi ranjang merenungi nasibnya. Ia pikir, ia akan tertolong saat menghubungi temannya. Namun, ternyata ada harga yang harus ia bayar. Kini Alissa bingung, ia tidak tahu harus minta tolong pada siapa lagi. 

Pagi hari datang, namun Alissa masih enggan untuk membuka matanya. Dengan mata terpejam mendadak Alissa merasakan ada yang menyentuh dan mengusap pipinya. Alissa sangat hafal dengan sentuhan itu, sentuhan yang selama inI membuat Alissa semangat dalam menjalani hidupnya. 

Namun, sekarang semua telah berbeda. Bersama dengan erick, ia merasa bagai berjalan di atas tumpukan duri. Namun, ia harus sabar dalam menjalani. Sejak Alissa mendengar rencana Erick untuk membunuh dirinya, ia selalu merasakan ketakutan luar biasa. Setiap detik, Erick seakan mengancam jiwanya. 

"Sayang, bangun!" ucap Erick tepat di telinga Alissa. Alissa yang sejak tadi bertahan untuk tidak bangun, akhirnya terpaksa membuka matanya. Ia melihat suaminya Erick nampak sudah siap untuk pergi ke kantor. 

"Kamu sudah siap, Mas!" 

"Iya, Sayang! Hari ini ada meeting dadakan," jawab Erick seraya memakai dasinya. 

"Mas, aku pengen ngomong dulu sebentar sama kamu. Bisa kan, Mas?" pinta Alissa. Erick mengerutkan keningnya. Ia berpikir, 'Apa yang ingin dibicarakan istrinya? Kenapa tiba-tiba?'

"Tentu, Sayang! Memang apa yang ingin kamu bicarakan?" ucap Erick seraya tersenyum menatap Alissa, namun Alissa yakin senyuman itu hanya senyuman palsu. 

"Mas, bisa tidak kalau siang, aku tidak usah minum obat. Aku ingin punya waktu sama Ellena, Mas! Aku tidak mau tertidur terus." Seketika Erick menghentikan kegiatannya, tangannya mengepal kuat dasi yang pakai. Ia marah, ia seakan tak terima jika Alissa tidak minum obat seperti biasa. Namun, Erick tidak bisa menolak begitu saja permintaan Alissa. Ia harus tetap terlihat sempurna di mata Alissa. 

"Terus, bagaimana dengan kondisimu, Sayang? Apa tidak apa-apa?" tanya Erick, berusaha meyakinkan Alissa untuk tetap minum obat. 

"Aku tidak apa-apa kok, Mas! Sekarang, Aku ingin melihat Ellena di kamarnya. Sudah lama aku tidak ketemu sama dia." Alissa bangun dari ranjang, sekuat tenaga ia berdiri lalu berjalan menuju pintu keluar. 

"Tunggu, Sayang! Aku bantu ya!" seru Erick yang kini sudah siap untuk membantu Alissa. Namun, belum sempat Erick menyentuh Alissa, Alissa sudah mencegah Erick untuk melakukannya. 

"Tidak perlu Mas, Aku bisa sendiri kok!" tolak Alissa. Erick tidak menyangka, Alissa akan menolaknya. Hal itu membuat Erick semakin curiga dan mulai meragukan Alissa. Erick pun akhirnya membiarkan Alissa pergi ke kamar Ellena sendirian. 

"Alissa pun telah sampai di kamar putrinya, Ellena. Alissa membuka pintu kamar putrinya. Namun, belum sempat ia masuk ke dalam, iya terkejut saat mendengar suara putrinya. 

"Mama Liana, nanti aku minta ecim ya, Ma? laca tobeli, " ucap Ellena. 

"Tentu Ellena sayang, apapun yang tuan putri mau," sahut Riana. 

Deg

Dada Alissa bagai dihantam bongkahan baru besar, nafasnya sesak, air mata pun mulai menumpuk. Belum hilang rasa sakit yang diberikan oleh suaminya, kini ia harus mendengar putrinya sendiri menyebut orang lain sebagai mamanya. Alissa terus menyaksikan kedekatan putrinya dengan pengasuhnya itu. Rasa sakit di hatinya membuat ia tak bisa membendung lagi tangisannya. Hingga tanpa ia sadari, tiba-tiba ada yang membekapnya dari belakang. 

"Emph.... "

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status