"Aku takut Bram tidak memberinya warisan. Karena tak mungkin Bram memberi hartanya kepada yang bukan darah dagingnya, sedangkan dia sudah punya anak kandung," jawab Tania."Jangan berpikir seperti itu, walupun Ramel anak kandung Bram! Bukan berarti semua harta warisan Wijaya jatuh kepadanya. Bram pasti berbuat adil terhadap kedua putranya." Tentu Amel bicara seperti itu, karena dia sendiri lah yang meminta Bram untuk memberikan hak Bryan."Apa kamu yakin?" Tanya Tania."Iya, aku yakin. Bahkan Bram sudah meminta Notaris dan Pengacara untuk mengurusnya." Amel bicara yang sejujurnya."Apa kamu tahu berapa persen yang akan Bram berikan kepada Bryan?" Tania benar-benar tidak sabar untuk mengetahui seberapa banyak warisan Wijaya jatuh ke tangan putranya.Amel menggeleng, "Aku tidak tahu, karena aku tidak berhak menanyakan itu," jawabnya."Iya sih, secara kan kamu baru dua Minggu menjadi istri Bram. Sebenarnya yang lebih berhak itu aku, karena akulah yang menemani Bram mengembangkan perusaha
Keduanya sedang asik bercumbu, tiba-tiba Amel membuka mulut."Stop Pah, tunggu sebentar," ucap Amel untuk menghentikan gerakan suaminya."Ada apa sayang," tanya Bram dengan napas menderu."Tunggu sebentar," sambil mendorong Bram dari atas tubuhnya.Amel menurunkan kedua kaki dari atas tempat tidur, berlari masuk ke kamar mandi lalu menguncinya dari dalam."Ya ampun, dia benar-benar datang," ucap Amel sambil melihat cairan merah yang menempel di pakai dalamnya."Sayang, sayang," panggil Bram sambil mengetuk pintu kamar mandi."Tunggu sebentar Pah," sahut Amel dari dalam sana."Mamah kenapa?" Tentu Bram bertanya, karena Amel tiba-tiba saja berlari masuk ke kamar mandi lalu menguncinya dari dalam."Enggak kenapa-kenapa Pah." Suara lembut Amel dari dalam sana."Mah, bukan pintunya dong," desak Bram dengan rasa tidak sabar."Iya Pah." Amel membuka pintu setelah membersihkan tubuhnya, lalu melilitnya dengan handuk. "Kok mandi? Kan belum selesai! Masuk aja belum, baru gesek-gesek doang," uc
"Tidak sayang, kamu berhak mendapat warisan Wijaya. Karena kamu lah istriku saat ini sampai selamanya," bantah Bram."Iya, aku mengerti maksud Papah. Tapi aku ikhlas kok memberikannya kepada Bryan ataupun Tania." Amel memaksa ingin memberikan miliknya kepada Bram ataupun Tania."Yasudah, 10 persen dari milikmu akan saya berikan kepada Bryan," akhirnya Bram menerima permintaan istrinya."Sekarang Bryan mendapat 30 persen, sedangkan Mamah dan Tania mendapat 10 persen 10 persen. Sudah adil kan?" lanjut Bram."Tidak ada yang adil," geram Bryan.Ia bangkit dari tempatnya, bergegas menuju pintu utama lalu pergi meninggalkan kediaman Wijaya menuju kampus.Setibanya di kampus Bryan tidak sengaja bertemu dengan Riska di kantin. Pria tampan itu menatap Riska dengan tatapan tajam, yang membuat wanita cantik itu merasa risih dan langsung bertanya."Ada apa kak? Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Riska.Bram bangkit dari kursinya, melangkah menghampiri Riska yang duduk bersama teman-temannya."A
"Itu ide bagus sayang. Ajak dia tinggal di rumah ini," jawab Bram."Yang benar Pah?" "Iya sayang," jawab Bram."Terima kasih Pah." Amel tersenyum bahagia.Setelah satu tahun terikat kontrak sebagai asisten rumah tangga, akhirnya Tia bisa bebas. Satu tahun yang lalu Tia menyodorkan dirinya sebagai asisten rumah tangga, untuk melunasi utang biaya pengobatan Ibunya. Dimana saat itu Amel pertama kalinya melarikan diri dari Bram, sehingga mereka tidak memiliki uang dan harus meminjam.Setelah Amel kembali kepada Bram, mereka sudah pernah berniat untuk mengeluarkan Tia dari sana dengan cara melunasi semua hutangnya. Tetapi ditolak, karena sang pemilik uang sedang membutuhkan asisten untuk merawat Ibunya yang sedang sakit.Akhirnya Tia pasrah menjalani sesuatu kontrak yang sudah ditandatangani. Bahkan wanita cantik itu tidak melihat Ibunya untuk yang terakhir kalinya, karena sang majikan tidak memberitahunya.Amel bergegas ke kamar, ia meraih ponsel dari atas meja rias lalu menghubungi adik
Amel baru saja menjatuhkan bokongnya di atas kursi, tiba-tiba terdengar suara alunan musik dari pintu. Seorang pria berkemeja hitam memainkan biola, saat itu juga Bram meraih setangkai bunga mawar dari atas meja, ia berlutut tepat di hadapan Amel. "Aku mencintaimu Amel Rahayu, sudi kah engkau hidup selamanya denganku?" ucap Bram sambil menyodorkan bunga kepada istrinya.Amel tersenyum sambil menutup mulut dengan tangan, matanya berkaca-kaca karena terharu mendapat surprise dari Bram. Sungguh Amel tidak menyangka Bram adalah pria romantis, ini kedua kalinya pria tampan itu memberinya kejutan.Amel bangkit dari kursi, jari lentiknya meraih bunga dari tangan Bram."Aku juga sangat mencintaimu Bram Pratama Wijaya, aku berjanji akan selalu ada untukmu dan putra kita. Baik itu dalam suka maupun duka, cintaku hanyalah untukmu seorang. Kamulah yang pertama, dan kamulah yang terakhir dalam hidupku." Amel mengatakan itu sambil meneteskan air mata.Bram bangkit dari lantai, dipeluknya Amel den
Kata-kata Tania yang begitu meyakinkan membuat Amel percaya. Sehingga wanita cantik itu memberikan kartu kreditnya kepada Tania."Oh iya, password-nya," ucap Tania."Ya ampun aku lupa," sahut Amel setelah menyadarinya, "Sebentar, aku hubungi Papah dulu," lanjutnya sambil meraih ponsel dari meja."Tunggu sebentar Mel." Tania menghentikan Amel, "Jika Bram bertanya, jangan katakan aku yang menggunakan kartu kreditnya," lanjutnya."Kenapa?" tanya Amel dengan polosnya."Bram tidak akan mengizinkannya.""Tapi aku harus jujur Tania, aku enggak mungkin berbohong," protes Amel."Tolong Amel, untuk saat ini kamu menyembunyikannya dari Bram. Karena bagaimanapun Bram tidak akan percaya aku menggunakan kartu kreditmu untuk hal yang positif. Padahal aku benar-benar ingin berubah dan fokus berbisnis." Mohon Tania."Baiklah." Amel segera menghubungi Bram.Baru satu kali berdering, tiba-tiba terdengar suara bariton dari seberang sana, "Iya sayang, apa kamu merindukanku?" goda Bram.Amel tersenyum men
Sepanjang malam Amel tidak bisa tidur, walupun ada Mbok Inem menemaninya di sana. Wanita itu dengan rasa tidak sabar menunggu matahari segera terbit.Bibirnya tersenyum setelah melihat benda bulat yang terletak di atas meja kecil di samping tempat tidur, menuju angka enam. Bahkan suasana di luar sana sudah terlihat terang."Mbok, nanti temani aku ke stasiun ya," ucap Amel."Baik Nyonya," sahut Mbok Inem yang sedang 000⁰000⁰0merapikan tempat tidur."Setelah ini Mbok siap-siap, soalnya Tia sudah hampir sampai. Kasihan dia kalau terlalu lama menunggu." Amel kembali membuka mulut."Siap Nyonya."Sebelum Mbok Inem ke luar dari sana, Amel terlebih dahulu membersihkan tubuhnya ke kamar mandi. Ia tidak percaya meninggalkan putranya sendirian di kamar.Tepat pukul 8 pagi mereka sudah meninggalkan kediaman Wijaya menuju stasiun. Setibanya di sana, Tia sudah menunggu mereka."Kakak," panggil Tia yang langsung memeluk kakaknya."Aku sangat merindukanmu," ucap Amel."Aku juga sangat merindukan Kak
Tiga hari telah berlalu, pagi ini senyuman manis terukir indah di wajah Amel. Ia membersihkan tubuh ke kamar mandi, lalu mengenakan gaun fit body serta memoles wajahnya dengan riasan tipis.Tadinya Amel berniat untuk menyambut Bram di teras, tetapi karena terlalu sibuk mempercantik diri! Akhirnya Bram yang menunggunya sampai selesai dandan.Pria tampan itu sudah 10 menit berdiri di pintu kamar, ia tersenyum melihat Amel yang beberapa kali mengganti lipstik. "Itu sudah bagus kok," ucap Bram dari pintu."Tapi Papah gak suka warna merah, Papah lebih suka warna pink muda," jawab Amel tanpa menyadari siapa lawan bicaranya."Aku suka kok."Amel menghentikan gerakan tangannya yang sedang mengoles lipstik. Kepalanya berputar ke arah datangnya suara.Bibirnya terangkat karena senyum, "Papah," ucapnya sambil berlari mengejar Bram yang juga melangkah ke arahnya.Keduanya berpelukan melepas rindu yang terpendam selama 3 hari ini. Walupun hanya berpisah tiga hari! Tetapi bagi keduanya sudah sep