Seminggu berlalu sejak kejadian hari itu, Amora sudah membaik. Demamnya pun sudah sembuh. Amora mencoba beradaptasi, perubahan Junior sungguh ketara.
"Makan? Minum obatnya? Pusingnya masih? Badan udah engga sakit?"
Amora mengerjap, yang cerewet sekarang Junior sepertinya."U-udah.." di telannya ludah karena gugup, ingatannya kembali pada hari di mana Junior mengungkapkan perasaannya.
Amora sontak merona, jantungnya berdebar. Hari yang penuh dengan kejutan. Amora bahkan belum membahas soal itu. Junior pun terlihat acuh soal balasan perasaannya.
"Lo demam lagi?" di rabanya kening Amora."engga panas.." lanjutnya dengan mengusap rona di pipi Amora.
Amora tersenyum tipis."Maka
Pria cukup tua dengan jambang lebat sedikit beruban dan rambut gondrong ikal yang sama ada ubannya itu, melangkah menghampiri Junior yang tengah duduk menunggu mie ayam pesanannya datang."Mas, di bungkus 10.."Junior refleks menoleh, tatapannya langsung bertemu dengan pria itu yang kini duduk di sampingnya.Keadaan cukup hening, karena hanya ada mereka berdua di sana sebagai pembeli."Bunda sakit.." celetuk pria matang itu pelan.Junior mengalihkan tatapannya, mengedar sesaat sebelum menatap lurus apapun di depannya."Ayah sama bunda masih harus nyamar sampe kasusnya bereskan? Udah 10 tahun lamanya, udah biasa sendiri. Tapi, semoga aja bunda cepet sehat.." Junior menelan ludah, mencoba mempekakan semua indera
Junior memijat pelipisnya, dia merasa pening. Matanya kembali menatap Amora yang seperti lepas dari kandang itu. Dangdut sialan! Umpatnya.Apa sah dia menjilat ludahnya sendiri? Junior sungguh tidak mau berbagi.Mulut sialan! Umpatnya pada bibirnya sendiri."Mor, ganti lagu.." kata Surya dengan suara mendayu, ngondek.Ayu dan Ilham mengangguk setuju dengan kompak. Kedua kaki dan tangannya bergerak mengikuti nada lagu.Amora melirik Ratih."Ganti, Rat.." katanya dengan masih bergoyang, menikmati akhir lagu.Amora terlihat semakin cantik hari ini..Junior berdeca
Junior menggeliat, menguap sesaat lalu membuka matanya. Suara gemericik air hujan yang gerimis membuat tubuhnya terasa berat untuk bangun.Junior menarik selimut, memeluk Amora yang masih terlelap dan berpetualang dalam mimpi."Emh.. Bangun, Razelia, sayang, istriku.." bisik Junior dengan mengulum senyum, matanya terpejam, ingatannya kini sibuk pada kejadian 9 tahun lalu."Yumtas, nama aku Yumtas om.." Junior saat benar - benar usia 19 tahun terlihat ramah dan baik sekali.Jayden tersenyum tipis."Dia Amora, Razelia Amora Rulzein. Anak om.." di tatapnya Amora yang saat itu 9 tahun."Hanya seminggu, tidak lama dan om har
Amora menatap Junior yang menghampiri mejanya, Amora menghentikan kegiatan meminum airnya."Kenapa?" tanya Amora dengan suara sedikit serak, mungkin karena terlalu semangat hari ini.Junior duduk di kursi samping Amora, tangannya terulur untuk menyeka peluh di dahi Amora."Cuma mau tegasin sama mereka, lo punya gue.." bisik Junior dengan mencuri kecupan di rambut Amora.Ayu dan Surya memekik tertahan, saking tidak sanggup menatap keuwuan pasangan yang sedang hangat - hangatnya itu."Malu ih, di liatin orang.." Amora berbisik dengan kesal.Junior tidak peduli, wajahnya terlihat di tekuk tak bersahabat. Moodnya masih buruk."Kenapa sih?" Amora berbisik saat aura Junior menak
"Reska baik - baik saja, dia selalu bisa menjaga diri.." Ali melepas tasnya lalu membantu sang istri untuk duduk.Rumah kecil namun aman itu sudah mereka tempati hampir 6 tahun lamanya."Bunda mau ketemu, kapan semua berakhir.." Vanzania terbatuk pelan, tubuhnya kian kurus semenjak minggu lalu.Ali mengusap bahu sang istri, memeluknya dengan menghela nafas berat."Reska pasti temuin buktinya, dia bahkan sampai rela terjun ke dunia gelap agar bisa cari bukti itu.."Vanzania, atau sering di panggil bunda Vanza itu semakin cemas."Apa anak kita sampai mengkonsumsi obat terlarang?" suaranya bergetar dengan mata basah.
Amora menggeliat pelan, matanya merem melek saat Junior bermain di lehernya. Setelah sesi penjelasan dan makan malam. Junior mulai menyerangnya."Libur dulu.." pinta Amora dengan menggeliat gelisah, kedua matanya merem melek kegelian.Keaktifan tangan Junior sungguh menyiksa, membuai hingga rasanya akan meledak. Amora menggeliat."Sekali, lagi pengen, Mor.." bisik Junior dengan suara serak.Amora menggeliat."Ugh_" pekiknya saat gerakan Junior di bawahnya semakin bertambah."ber-berhenti.." erangnya tertahan.Kepala Amora mendongkak, ke kiri dan ke kanan. Rasanya tidak bisa di jelaskan, dia hanya merasa akan meledak.
"Makanya jangan terus di serang, lawan bisa lemah.." Sopyan menjitak wali pasien yang selalu menjadi pasien rahasianya itu.Junior mengusap kepalanya sekilas, untung mereka kenal hampir 7 tahun dan seumuran. Junior menatap Amora yang kini tertidur dengan sebelah tangan di infus."Jadi cuma kecapean?" Junior menatap Amora lurus dan sendu sesaat."Terus lo harap hamil?" Sopyan tersenyum mengejek."misi lo masih gantung, jangan dulu bikin dia bunting.." lanjutnya acuh tak acuh.Junior menghela nafas pelan."Udah mau kepala 3 gue, temen - temen gue udah punya 3, 5 anak, hebat.." takjubnya dengan tidak bertenaga."Pake pengaman selama seks?" Sopyan duduk di kursi kebanggaannya dengan santai.
Sapuan lembut di pipi membuat Amora perlahan terjaga, basah - basah yang mulai terasa. Amora menatap Junior yang mengecup basah pipinya itu."Bangun, makan malem.." Junior mengusap poni Amora dengan mengulum senyum tipis.Kenapa lucu sekali Amora yang baru bangun tidur. Seperti anak kecil yang masih mengantuk."Mau kemana?" tanya Amora dengan suara serak, menatap Junior yang rapih dengan celana dan kemeja hitam yang senada."Urusan.." singkat Junior seraya masih mengusap Amora dan sesekali mengecup lembut pipinya."Kemana?" Amora menatap Junior dengan menuntut jawaban, tangannya terulur pada lengan berurat yang mengusapnya itu.