"Kamu belum revisi ini, kan?"
Lela mengangguk. "Belum semua, Pak."Bara menatap hasil revisian Lela yang masih seberantakan sebelumnya. "Lela, saya tau kamu sibuk dengan anak saya, tapi apa kamu mau minta simpati saya karena kamu yang mengurusnya? Kamu pikir dengan itu saya akan menoleransi segala kesalahan kamu?" ucapnya pedas. "Enggak Pak, saya tau saya salah. Tapi beri waktu saya lagi, semalam saja untuk merevisi lagi." "Kamu kira saya akan menyetujui itu?" Lela menggeleng lagi, tetapi kali ini ia diam tanpa meminta keringanan waktu. Ia tau bahwa permohonannya hanya akan terbuang sia-sia.Bara tetaplah Bara yang disiplin dan tidak bisa menoleransi kesalahan sekecil apapun.
"Kalau gitu, saya tunggu sejam dari sekarang," putus Bara. Ia menyerahkan laptopnya dan langsung menyuruh Lela merevisi skripsi itu di laptopnya. Tanpa pikir panjang, Lela langsung merevisinya. Saking fokusnya, ia sampai tidak menyadari kalau ia masih ada di ruangan sang dosen. Meski begitu, usahanya tidak membuahkan hasil yang diharapkan.Ada saja yang perlu diperbaiki!
Jika kemarin, dia dicecar sumber data, sekarang, bagian penulisan yang tak sesuai PEUBI juga kena....
Untungnya, Lela bisa melewati itu meski berdarah-darah.
Tapi, siapa sangka ini akan berdampak kembali pada Baby Dam.
Keesokan harinya, bayi tampan itu terus menangis dengan kencang.
Hal itu membuat Bara yang akan berangkat kerja menghampiri Lela. "Ada apa ini?"
"Sepertinya... asi saya belum cukup, Pak."
"Keluar sedikit?" Lela mengangguk ragu, ia takut Bara akan marah."Tuh kan, makanya jangan ngeyel. Sini saya saja yang menstimulasi asinya!"
"Tapi Pak...." "Ssstt, duduk!" Rasa panik melihat anaknya kelaparan, membuat Bara lupa memikirkan bagaimana perasaan Lela nanti saat ia sentuh.Hanya saja, Bara membuang muka karena takut kelepasan.
Tentu saja, dia 'kan masih pria normal!Memijat bagian tubuh khusus wanita adalah salah satu ujian terberat baginya.
Meski begitu, ia berusaha menahannya sampai selesai.
Sementara itu, Lela merasa geli.
Tubuhnya terasa merinding, tetapi ia tak mengatakan apa-apa.
Terlebih, dia bisa merasakan Bara melakukannya dengan telaten. Gadis itu tak tahu saja kalau di balik punggungnya, Bara sedang menahan wajahnya yang memerah karena menahan sesuatu yang biasanya tak mudah terpancing....!
15 menit yang berlalu, bahkan bagaikan 15 abad neraka untuk pria itu, sampai ucapan Lela menyadarkannya.
"Se--sepertinya sudah keluar, Pak," ujarnya gagap.
Gadis itu memang merasa kedua payudaranya mulai mengalirkan asi dengan deras, sehingga ia melihat Baby Dam menelan air asinya dengan suara 'glek'.
Bara pun menghela napas.
Diperhatikannya Baby Dam yang mulai tenang.
Sejujurnya, perkataan Dokter Greg yang dia tuntut penjelasannya lewat telepon tentang stimulasi, terngiang.
Cara pertama, suami memijat payudara atau punggung istri agar asinya lancar.
Tapi, kalau masih tidak mempan, Dokter Greg menyarankan agar suaminya membantu memerah asi dari payudara istri dengan cara menyedotnya secara langsung.
Bercandaan dokter sebelumnya itu ternyata benar.
Namun, di situasinya dan Lela tentu tak bisa seperti itu.
Jadi, ia sungguh merasa diselamatkan!
Hanya saja, kala dia melihat wajah Lela, perasaan bersalah menghiggapinya.
Sepertinya, ia harus meminta maaf nanti. Tapi, bukan sekarang karena ada "sesuatu" yang harus dia selesaikan. "Saya pamit dulu!" ujarnya cepat setelah mencium kening Baby Dam.
Lalu, Bara pun pergi ke kamarnya.
Akan tetapi, meski dia sudah selesai dan menyibukkan diri dengan pekerjaan, Bara tidak bisa fokus.
Pikirannya terus teringat dengan kejadian tadi pagi dan juga .... mahasiswinya?
"Sial! Kenapa dia keliatan lebih menarik?" gumamnya, memaki diri sendiri.
Padahal awalnya Bara menganggap kalau Lela hanyalah mahasiswinya yang menyebalkan.
Revisi saja tidak becus. Sekarang malah ia terngiang-ngiang wajah Lela yang memerah?
"Permisi, Pak!"
"Astagah!!!"
"Astagah!!!"Dika ikut kaget saat Bara kaget. Ia tahu Bara sedang melamun, tetapi ia tak pernah melihat Bosnya kaget sampai seperti itu."Ma--maaf, Bos. Tadi saya sudah mengetuk pintu tapi Anda sepertinya sedang serius," ujar Dika, takut bosnya marah.Bara berdeham, lalu mengangguk. "Ada apa?""Ini draft Tim Perencana yang tadi pagi Anda minta," jawab Dika menyerahkan file tersebut.Bara pun menerimanya dan melihat perencanaan yang mereka susun. Lalu ia mengangguk, merasa cukup dengan file tersebut.Namun, moodnya turun setelah mendengar ucapan Dika selanjutnya, "Oh ya, Pak. Untuk acara makan malam dengan Nona Cantika, jadi kan? Saya disuruh Tuan Besar untuk menanyakan kepastiannya."Ck! Ayahnya terus menjadwalkannya untuk bertemu dengan anak perempuan kolega bisnisnya."Bilang sama Papa, saya agak gak enak badan. Saya ingin pulang dan langsung istirahat.""Baik, Pak," balas Dika sebelum akhirnya pamit pergi.Bara menyenderkan badannya di kursi. Ia ingin istirahat saja setelah kerja
Mendengar ucapan asal Alex, Bara menggelengkan kepala. "Jaga ucapan lo ya, Tokek! Gue sama sekali gak fokus sama dianya, gue justru bingung sama diri gue sendiri yang tertarik sama dia!" "Oke-oke, jadi lo gak terima dengan perasaan itu?" Bara mengangguk, "Lo bayangin aja, masa gue suka sama dia?" umpatnya. Saking frustasinya, dosen galak itu pun minum banyak wine sampai Alex kualahan menghentikannya. Pria itu sampai meminta wanita penghibur yang dipesannya untuk pergi! Sepertinya, Bara benar-benar galau. Tapi jujur, baru kali ini ia melihat Bara bertanya soal permasalahan yang mudah tapi ia seolah terus menyangkal. Bara tak mungkin tak tau kalau ia sedang tertarik dengan seorang wanita secara khusus, tetapi berusaha menyangkalnya dengan keras. Coba bayangkan dua botol wine dihabiskannya, sampai mabuk? "Udah cukup, anjir! Lu udah mabok!" ucap Alex, menghentikannya. Sahabat Bara itu langsung meminta pelayan night club memindahkan semua gelas dan botol alkohol di mejanya dan m
Sayangnya, Bara tak bisa berkonsentrasi karena alkohol! Melihat itu, Alex menghela napas dan membawanya pulang ke mansion mewah milik ayah Damian itu. Maka, ketika pulang, pegawai di mansion sudah tertidur, kecuali satu orang. Lela! Dan gadis itu sangat takut melihat Bara yang pulang dipapah oleh temannya. Terlebih, bau alkohol menguar dari keduanya. Gadis polos itu sampai bengong. Bara yamg biasanya bersikap dingin dengan wajah datar, sekarang tersenyum teler. "Hai!" Suara teman Bara menyadarkan Lela dari lamunan. "Hai!" balasnya, "Anu... Pak Bara kenapa ya?" Jujur, dia sedikit khawatir. Namun, pria yang memapah Bara itu tak menjawab hanya senyum menatapnya. Tanpa basa-basi, ia kemudian masuk ke ruang tamu dan menidurkan Bara di sofa yang ada di sana. "Gak apa-apa, Bara cuma mabuk. Kamu baru pertama liat orang mabuk?" Lela sontak mengangguk polos, ia juga agak was-was dengan Alex. Meski wajahnya tampan, dia terlihat memakai pakaian seperti bad boy. Jaket kulit,
"Ehmm..." Lela merasakan dekapan yang sangat erat di sekeliling tubuhnya. Ini pertama kalinya semenjak ia remaja merasakan pelukan yang seperti ini. Rasanya seperti tali yang mengikat, tapi tali itu terlalu besar dan hangat. Teksturnya tidak keras, tapi tidak lembek juga. Asing dan aneh, tapi kok nyaman? Ingin mencari tahu, Lela perlahan mulai membuka mata. Namun, pemandangan di depannya membuat gadis itu hampir menjerit! Ada Bara di sampingnya yang masih tidur dan memeluk Lela dengan hangat. Hah? Panik, Lela pun mencoba melepaskan tangan pria itu dari tubuhnya. Untung, tak sesulit kemarin, sehingga dia bisa menjauh. Hanya saja.... "Aaaaaaa!" Bugh! Lela gagal untuk tidak berteriak saat melihat Bi Tati yang sedang menggendong Baby Dam. Saking paniknya, Lela bahkan terjatuh ke atas karpet dan lupa kalau teriakannya itu tipe yang menggelegar. Semua penghuni mansion seketika kaget. Bahkan, Bara sampai terbangun dari tidurnya! "Kenapa kalian di sini?" tanya pria itu, ta
Setelah mengetik pesan itu, Bara hendak mengirimnya. Akan tetapi, pria itu ingat, ia tak boleh melakukannya! Terlebih, kata-kata Greg dan istrinya yang kebetulan merupakan dokter anak, mendadak terngiang di kepala Bara. "Perpisahan antara kamu dan Riri sebenarnya merupakan sebuah keputusan yang beresiko pada anak, terutama bayi yang baru lahir. Timingnya gak pas." "Damien perlu sosok ibu yang bisa menjadi sandarannya." Kala itu, Bara tidak mengelak. Dia yang terkenal gengsian, bahkan sudah sampai memohon pada Riri agar tetap bertahan selama 2 tahun ke depan. Tapi, dia bisa berbuat apa jika Riri malah mengancam bunuh diri kalau tidak diceraikan? Wanita itu sudah tak sabar bersatu dengan pria idamannya yang mampu membuatnya tidak merasa sepi! "Hah...." Tanpa sadar, Bara menghela napas. Dan kini, Damien sepertinya sudah bersandar pada Lela. Sepertinya, Bara harus menoleransi mahasiswinya kali ini. [Ok] balasnya singkat pada Lela. Dipijitnya kening yang mendadak terasa pen
Bukan hanya Bara yang frustasi. Lela pun sama. Setelah bimbingan yang cukup lancar itu, gadis itu terkejut mendengar Baby Damian yang terus saja menangis entah karena apa. Apakah Baby Dam sudah dikasih asi? Sudah! Saat dipompa tadi, asi-nya keluar stabil. Pakaiannya bersih. Popoknya juga baru. Lela menghela napas. Ia terus menimang dan berusaha menenangkan Baby Dam--mengabaikan pinggangnya yang mulai pegal sekali tanda-tanda haid. Ceklek! Tiba-tiba pintu kamar terbuka. "Ada apa lagi nih?" tanya Bara melihat anaknya yang terus menangis. Lela menyadari pakaian dosen sekaligus atasannya itu sudah rapi, sepertinya hendak berangkat kerja. "Saya juga tidak tahu, Pak," jawab Lela lemas, sembari terus menggendong Baby Dam. "Coba lihat mana asinya?" Lela pun menunjukkan botol Asi yang ia pompa sebelum memberi asi pada baby Dam. Namun tanpa diduga, Bara malah mencicipi Asi itu dengan santai--tidak memperhatikan bagaimana reaksi Lela yang terkejut dan malu! Apakah Bara memang tida
Tak terasa, mereka pun tiba di tempat tujuan yang dimaksud Bara.Namun, Lela tiba-tiba merasa bingung, apalagi saat melihat tempat yang dikunjungi adalah Mall terbesar di Ibukota.Ia pernah ke sana tetapi hanya jalan-jalan menemani temannya shopping. Lalu, ada yang aneh dengan tempat parkir ini...."Kenapa bengong?" tanya Bara sembari melepas sabuk pengamannya."Gak apa-apa, tapi... bukannya kita parkir dulu, Pak?" tanya Lela.Ia bingung karena mereka berhenti tepat di depan pintu masuk utama Mall. Sementara itu tidak ada yang menegur mereka, Satpamnya malah terlihat mendekati Bara dengan senyuman."Satpam yang parkirin," jawabnya, "kita pake valet."Bara langsung keluar lalu melemparkan kuncinya pada Satpam itu. Mereka terlihat sudah akrab, sementara itu ia kaget ketika tiba-tiba seorang Satpam lain membukakan pintu untuknya."Silahkan, Nyonya," ucapnya pada Lela."Hah?"Melihat Lela bingung, Satpam itu juga merasa bingung.Sementara itu Bara tiba-tiba datang dan mengambil alih Baby
Lela bingung sekarang. Harusnya memang cuma pengasuh, kan?Untungnya, ketegangan itu tak berlangsung lama.Lela sudah selesai dan kini keluaar dari ruang rias.Ditemuinya Bara yang terlihat menimang Baby Dam. "Baby Dam udah ngantuk ya, Pak?" tanya Lela.Namun alih-alih menjawab, mengapa Bara malah bengong?"Pak?" panggil Lela bingung."Oh... sudah?" tanya Bara gelagapan."Sudah, Pak," jawabnya malu.Bara menatapnya dengan intens, bahkan ia terlihat menyukai penampilannya.Jujur, pria itu menyukai warna gelap untuk dirinya sendiri, tapi untuk wanita ia lebih suka dengan warna yang soft seperti yang dipakai Lela kali ini.Dan penampilan Lela ... berubah sangat drastis.Anak kuliahan semester akhir yang sedang mumet-mumetnya mengerjakan skripsi, biasanya tampilannya sangat sederhana dan terkesan ndeso.Lela yang seperti itu, kemudian didandani, seolah ada peri yang mengubahnya dengan sihir. Ia menjadi sosok yang cantik natural, bersinar dan tampak seperti orang lain."Bagaimana hasilnya,