Share

8. Stimulasi...?

Sang dokter tertawa. Ternyata, dia bercanda.

Hanya saja, gara-gara konsultasi tadi, Lela dan Bara masih canggung, bahkan saling diam selama perjalanan pulang.

Syukurlah tadi Lela sudah diajari stimulasi oleh dokter sehingga kini Baby Dam bisa tidur nyenyak dengan perut kenyang.

Akan tetapi, mereka berdua tak sengaja bertemu di dapur saat Lela sedang makan!

"Ehem..." deham Bara menormalkan suara, "Kita perlu bicara." 

"Di--di mana, Pak?" tanya Lela berusaha menelan makanannya dengan susah payah.

"Di kamar Baby Dam, saya mau Bi Tati juga dengar."

"Baik Pak," balas Lela, meski bingung.

Segera dia berusaha menghabiskan makannya meski agak sulit karena konsentrasinya terpecah saat memperhatikan Bara yang mengambil air minum di dekatnya.

Jujur, suasananya sangat canggung, sampai Lela rasanya mau pingsan saja, biar bisa kabur.

"Oke. Setelah kamu makan, langsung naik."

Lela tersentak kaget dari lamunannya, tapi ia lalu mengangguk dan menatap kepergian Bosnya dengan perasaan khawatir.

Kira-kira apa yang ingin dibicarakan bosnya itu padanya?

Terlebih, begitu tiba di kamar Baby Dam, Bara terlihat frustasi.

"Masalah stimulasi asi yang dijelaskan dokter tadi, kita buat kesepakatan lagi," ujar pria itu membuka percakapan.

"Maksudnya, Pak?"

"Ada alatnya agar tidak bersentuhan langsung," balas Bara cepat, "Tapi, harus ada yang membantu induksinya."

Segera, pria itu menjelaskan informasi yang ditangkapnya dari sang dokter.

Sama seperti Lela, Bi Tati yang ada di situ tampak terkejut kala mendengar penjelasan Bara. Namun, dia berusaha mengerti dan bersedia menjadi saksi Bara akan membantu menstrimulasi asinya langsung dari Lela--agar tidak terjadi apa-apa.

Walau Bi Tati merasa akan jadi seperti obat nyamuk, tapi itu permintaan kedua orang penting bagi Baby Dam yang disayanginya. Jadi, akan ditahannya.

Jadi, di sinilah, keduanya sembari disaksikan Bi Tati.

Bara sendiri menatap Lela dengan ragu.

Tubuhnya maju bersamaan dengan tangan kanannya. "Buka!" perintah Bara.

"Buka apa?" tanya Lela bingung.

Bukannya menjawab, Bara malah gelagapan. Sampai akhirnya Lela menahan tangan Bara yang hampir menempelkan alat pijat laktasi padanya.

"Tunggu, Pak! Biar saya saja," ujarnya.

"Hem... kata dokter...."

Bara seketika kebingungan. Biasanya public speakingnya bagus. 

Meski dosen killer, ia sering mendengar pendapat caranya menjelaskan mata kuliah dari mahasiswa kalau penjelasannya mudah dipahami.

Ke mana kemampuannya itu?

"Pak. Saya akan lakukan sendiri saja!" sela Lela tiba-tiba, "i-itu... 'Kan ada Bi Tati yang bisa bantu saya."

"Lagipula, rasanya tidak pantas jika Anda yang melakukannya. Lebih baik, kita mencari alternatif lain, meski prosesnya lama, saya bersedia."

Mendengar itu, Bara sedikit terkejut.

Namun, ia langsung mundur dan menyerahkan alat itu pada Lela.

Meski ekspresinya kaku seperti biasa, ia jelas sangat malu. Telinganya bahkan memerah.

"Oke, lakukan. Tapi jangan sampe anak saya kelaparan!" tegas pria itu sebelum pergi.

Bi Tati sendiri merasa heran dengan itu.

Tuannya tidak pernah seperti itu sebelumnya, apa yang terjadi?

Untungnya, setelah itu, Lela berhasil melakukan stimulasi pada payudaranya sendiri dengan alat yang diberkan Bara.

Meski awalnya tidak mengerti cara pakainya, tetapi berkat tutorial di medsos ia bisa memakainya dengan baik.

Baby Dam juga terlihat menikmati asinya lagi seperti biasa.

Lela merasa lega dan mulai mengasihinya dengan nyaman.

Hanya saja, Bara lagi-lagi datang ke kamar Baby Dam saat Lela memberikan asi!

"Pak?!" pekik Lela kaget.

Ia langsung berbalik, menenangkan Baby Dam yang terusik tidurnya.

Tapi anehnya, Bara tidak ikut berbalik, seperti biasanya.

Pria itu justru menunjukkan bahwa ia tak terpengaruh sama sekali. "Saya udah bilang kan, saya gak tertarik sama kamu. Gak usah Geer," ucapnya pedas.

"Maaf Pak, tapi sebaiknya ketuk pintu dulu, saya kaget," protes Lela tidak nyaman.

Sedari dulu, ia memang berusaha untuk tidak membantah guru atau dosennya.

Terlebih Bara bukan cuma dosen biasa, melainkan atasannya juga.

Tapi, insiden yang mereka alami dengan cara konyol, sepertinya membuat Lela kehilangan prinsipnya itu. Untung, dia berhasil mengingatkan dirinya sendiri.

"Ck! Saya mau nagih revisian, seperti yang disepakati. Segera kirim ke email saya."

"Revisi?" beo Lela tanpa sadar.

"Iya. kamu udah kerjain, kan?"

I--iya Pak," balas Lela, pada akhirnya.

Meski demikian, gadis itu baru ingat jika revisiannya belum ia perbaiki secara detail seperti yang Bara arahkan.

Jangan-jangan, Bara akan memarahinya, atau ia akan menyuruhnya mengulang semester?

Kalau itu terjadi, Lela akan seperti Kakak Tingkatnya yang menjadi mahasiswa abadi.....

Apa yang harus Lela lakukan?!

"Ya Allah, aku mau lulus...." batinnya sembari melangkah menuju ruang kerja Bara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status