Share

Bab 6

"Tap-tapi Tuan, " kata Alina masih ragu.

Tanpa menjawab, Panji nampak menghubungi seseorang untuk memesan tiket pesawat menuju Surabaya. Ia memesan tiket pesawat VIP, untuk berangkat satu jam kemudian.

Bersiaplah dari sekarang karena pesawat akan berangkat jam 8 pagi. Karena nanti malam kita harus sudah kembali ke sini lagi.

Kata Panji sambil menyeruput kembali kopi buatan Alina yang sudah dingin tinggal setengah.

Alina masuk ke dalam kamar hanya tinggal mengganti pakaian saja dan mengambil sebuah tas kecil yang harganya pun tidaklah mahal. Dengan mengenakan celana jeans berwarna Navy dan kemeja berlengan pendek berwarna hitam Alina pun mematutkan diri di depan cermin besar yang terdapat di dalam kamarnya tinggi cermin itu secara setara dengan tinggi badannya. Setelah selesai Ia pun keluar kamar dan menghampiri Panji yang sedang sibuk menelpon ia berdiri dengan jarak 1 m dari arah Panji yang berdiri di jendela dan menghadap ke taman belakang apartemen.

"Aku pasti tidak akan lama sayang, sore nanti aku juga akan pulang karena kita ada acara makan malam bersama Mama dan Papa," kata Panji kemudian memutar tubuhnya ke arah Alina berdiri.

"Sayang, sudah dulu ya aku sudah harus berangkat sekarang karena pesawat berangkat jam 8," kata Panji kemudian menutup sambungan telepon.

"Sudah selesai?" tanya Panji pada Alina berdiri sambil tersenyum.

"Sudah Tuan, mari berangkat," kata Alina sambil terus tersenyum dan terlihat sangat manis bagi penglihatan Panji.

Keduanya lalu berangkat dengan menggunakan mobil milik Panji dan tanpa diantar oleh sopir. Alina yang merasa canggung karena duduk di samping Panji, tidak berani mengatakan sepatah kata pun. Kedua tangannya saling bertautan ada perasaan lain dalam diri Alina saat duduk berdekatan dengan Panji bukan sekedar perasaan antara majikan dan pembantu, akan tetapi perasaan yang sulit untuk diartikan dan diungkapkan. Ia merasa sangat gugup jantungnya pun berdetak lebih cepat dari biasanya keringat dingin sudah mulai membasahi keningnya dan saat Panji berbicara pun dia terlihat sangat kaget.

"Kamu ini kenapa? Dari tadi keliatan gelisah?" tanya Panji saat melirik Alina yang menampakkan raut wajah tegang.

"Sa-saya tidak apa-apa Tuan," jawab Alina sambil tersenyum sangat manis dan menggemaskan.

"Boleh saya bertanya sesuatu, Alina?" tanya Panji ragu.

"Bo-boleh Tuan, silakan mau tanya apa?" jawab Alina.

"Karena saya butuh uang untuk biaya operasi ibu saya Tuan, karena ibu saya adalah nyawa saya, orang tua terakhir saya setelah kepergian Ayah saya," kata Alina lembut.

Di kediaman kusuma, Maria yang sedang berada di dalam kamar sangat terkejut ketika Lisa tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya tanpa mengetuk pintu.

"Mama, ada apa Mama sampai mau masuk ke dalam kamarku tanpa mengetuk pintu?" tanya Alina lembut.

"Apakah aku harus meminta ijin dahulu padamu saat akan memasuki kamar di dalam rumahku sendiri?" tanya Lisa sarkas dan menatap sang menantu dengan tajam.

Dengan tersenyum Maria menghampiri Lisa dan bergelayut manja di lengan Lisa akan tetapi bisa menghempaskannya begitu saja ia tidak ingin disentuh oleh menantu yang sudah menghianati anak semata wayangnya.

"DI mana Panji?" tanya Lisa.

"Panji sekarang lagi ada meeting di luar kota, Ma" kata Maria yang mencoba sabar tapi dalam hatinya dia mengumpat.

Lisa pun keluar dari kamar Maria dan turun menghampiri Aroon yang sudah duduk di meja makan karena makan siang.

"Pa, Panji keluar kota ada meeting mendadak Tadi berangkat jam 08.00," kata Lisa pada suaminya.

"Sudahlah Ma, lebih baik Mama jangan terlalu khawatir dengan Panji. Dia sudah dewasa Ma."

Lisa hanya diam saja dan tidak menanggapi apa yang di katakan oleh Aroon. Ia justru memanggil Mbok Sumi yang sedang sibuk di dapur.

"Mbok.... Mbok Sumi.....," Seru Lisa sambil berjalan ke arah dapur.

Mbak Sumi yang mendengar jika dirinya dipanggil oleh nyonya besar segera berjalan menghampirinya dengan tergopoh-gopoh.

"Iya Nyonya, ada apa Nyonya memanggil saya.

"Mbok Sumi, selama saya pergi apakah ada masalah yang saya tidak tahu? tanya Lisa dengan lembut.

"Ti- tidak ada Nyonya, semuanya baik baik baik saja selama Nyonya pergi.

"Mbok, Mbok jangan takut jika harus bercerita dengan saya, apakah ada yang mengancam Mbok?"

Saat Mbok Sumi akan menjawab pertanyaan Nyonya Lisa, pandangannya tertuju pada Maria yang sedang mengepalkan tangan ke arahnya. Itu adalah ultimatum agar Mbok sumi tidak menceritakan pada siapapun tentang masalah yang ada.

Mbok sumi dengan susah payah menelan salivanya, lalu menatap kembali pada Lisa yang menunggu jawabannya.

"Tidak Nyonya," jawab Mbok Sumi dengan tersenyum dan menampilkan raut wajah yang tidak panik.

"Syukurlah jika tidak ada masalah apapun, kata Lisa dengan tersenyum.

"Kalau begitu saya kembali ke dapur ya Nyonya, "pamit Mbok

*****

Di Bandara Panji dan Alina baru saja tiba. Panji langsung melangkah dan menarik lengan Alina sedikit kasar hingga membuatnya mengaduh.

"Tuan, sa-sakit tangan saya," kata alina sambil mencoba menhentakan lengan Panji.

Saat tersadar Panji pun minta maaf karena tidak sengaja menyakiti Alina yang. "Maafkan saya, jika sudah menyakitimu." kata Panji merasa bersalah dan melihat raut wajah Alina berubah sendu.

Alina menghentikan langkahnya saat Panji sudah menaiki pesawat. Ia merasa takut karena ini adalah pertamanya ia naik pesawat.

Panji yang menyadari jika Alina tidak berada di belakangnya Ia pun menoleh ke belakang dan memang ternyata Alina berhenti di bawah pesawat. "Sedang apa dia di sana?" gumam Panji

Panji pun turun kembali lalu ia menggandeng tangan Alina dan mengelus lembut punggungnya seolah memberi kekuatan seakan Panji mengetahui jika Alina sedang ketakutan jika naik pesawat.

"Tuan, tolong jangan tinggalkan saya. Saya takut naik pesawat," kata Alina memohon pada Panji saat Panji bangun dari duduknya dan ingin ke toilet.

"Saya hanya ingin buang air kecil, kamu tenang saja jangan takut."

Di belakang kursi Panji dan Alina ada dua orang kepercayaan Panji yang selama ini sudah Setia dan salah satu dari mereka adalah aspri. Keduanya mengawasi Alina selama Panji berada di toilet.

Tidak lama kemudian Panji sudah selesai melakukan ritual di kamar mandi toilet pesawat. Dan setelah duduk kembali

10 menit kemudian pesawat pun Take off

Take off adalah istilah penerbangan yang berarti “lepas landas” atau “terbang”. Saat take off, seluruh penumpang, termasuk para cabin crew harus duduk di kursi masing-masing dengan sabuk pengaman terpasang.

Pada saat pesawat mulai Take off sedikit terjadi gunjangan pada pesawat itu dan membuat Alina merasa sangat ketakutan, dan tanpa sadar ia mencengkeram punggung tangan Panji hingga kuku kuku panjangnya menancap di kulit mulus putihnya.

Panji pun membalas cengkeraman tangan Alina dengan erat tanpa menyakiti. Ia hanya memberikan sedikit kenyamanan buat Alina.

Di rumah sakit keadaan Bu Nina sudah jauh lebih baik dia sudah sadar dari pasca operasi, jantungnya sudah lebih baik dari sebelumnya waktu belum dioperasi, nafasnya juga sudah tidak sesak lagi. Pandangannya memindai setiap sudut ruangan. Ruangan yang warna chatnya berwarna putih. Ia tidak melihat siapapun di ruangan, hanya ada seorang pria yang sangat ia kenal sedang tertidur pulas di samping tempat tidurnya.

Tangan kanannya terangkat dan mendarat di puncak kepala pria itu hingga membuatnya terbangun.

"Nina, kamu sudah sadar? A-apa yang kamu rasakan sekarang, katakanlah! Aku akan panggil dokter untuk memeriksamu." Kata Pak asep yang terus melangkah tanpa menunggu jawaban dari Bu Nina.

Beberapa menit kemudian Pak Asep datang bersama seorang dokter yang sejak kemarin sudah merawat bu Nina dengan baik.

"Bagaimana keadaannya pasca operasi Dok?" tanya Pak Asep.

''Keadaannya jauh lebih baik dan sekarang tinggal masa pemulihan saja." kata dokter muda itu sambil tersenyum.

"Mas, siapa yang sudah membiayai biaya operasiku?" tanya Bu Nina.

"Ooh, itu kemarin tiba tiba ada orang yang baik datang ke sini, yang kebetulan saudaranya juga sedang di rawat. Pas aku sedang kebingungan dia dengan baik hati mau menjamin biaya operasi dan perawatanmu juga." kata pak Asep menjelaskan.

"Hmm, siapa ya orang baik itu?" gumam bu Nina.

Saat sedang sibuk memikirkan siapa orang baik yang sudah menanggung biaya operasi dan perawatannya Nina di kejutkan dengan adanya suara putri semata wayangnya yang mengucapkan salam.

"Assalamualaikum...."

"Wa'alaikum salam."

"Alina, i-ini beneran kamu yang datang Al?" tanya Bu Nina.

''Iya Bu, ini beneran aku," kata Alina yang kemudian mencium punggung tangan ibunya dan memeluknya.

Terlihat ada air mata yang mengalir dari ujung netra ibunya. Alina menghapus air mata itu yang mengalir membasahi pipi ibunya dengan lembut. Ia pun tidak lupa untuk mengenalkan Panji yang datang bersamanya sebagai majikannya, akan tetapi saat ia akan mengucapkan Panji adalah majikannya. Panji sudah mengatakan hal yang membuat Alina melotot dan tidak menyangka.

"Bu, ini kenalin namanya Tuan Panji dia adalah....."

"Saya Panji calon suaminya Alina," kata Panji lalu mencium punggung tangan Nina dengan sopan.

Alina tak menyangka jika Tuan Panji akan mengatakan hal itu pada ibunya dalam keadaan ibunya yang baru saja melewati masa kritis setelah pasca operasi. Alina yakin jika jantung ibunya belum sangat kuat.

"Kenapa Tuan Panji berkata seperti itu?" gumam Alina.

"Bu, tunggu sebentar ya. Alina mau bicara berdua dulu sebentar sama Tuan Panji." kata Alina sambil menarik tangan Panji untuk mengikutinya keluar ruangan.

"Tuan kenapa berkata seperti itu?" tanya Alina

"Berkata apa?" jawab Panji.

"Kenapa Tuan bilang, kalau Tuan adalah calon suami saya? Kenapa harus mengatakannya?"

Saya takut, Ibu saya akan salah paham jika Tuan mengatakan bahwa Tuan adalah calon suami saya.

"Tapi memang benar kan, saya ini calon suamimu," jawab Panji santai

"Calon suami contrak Tuan!" Kata Alina membenarkan ucapan Panji.

Panji menatap Alina dengan tajam dan menatap tepat pada netra coklatnya.

Baru kali ini ada wanita yang berani memarahinya bahkan Maria saja tidak berani. Tahapan keduanya saling mengunci. Panji berfikir selama ini Alina adalah gadis yang lemah lembut tapi dia ternyata adalah gadis yang sangat bar bar.

"Apa kamu tidak mau membuat ibumu senang dalam keadaannya yang sakit?" tanya Panji

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status