Share

Bab4 Aku Pelakor

Bab 4 Aku Sang Pelakor

Aku hanya berharap agar kesehatan Mbak Riana tetap baik-baik saja setelah ini.  Maaf Mbak tapi aku tak ada jalan lain. Wajah Mas Farel sedikit menegang begitu sampai di rumah Mbak Riana, walaupun dia berusaha tenang tapi aku dapat menangkap ekspresi gelisahnya.

"Ayo Mas turun, kok malah bengong," ujarku saat Mas Farel yang lama tak turun dari mobil.

"Iya," jawab Mas Farel gugup. Namun kemudian segera membuka pintu mobil untuk keluar dari mobil.

"Papa!" 

Tasya berlari memeluk Mas Farel saat kami baru saja turun dari mobil. Wajah Mas Farel berubah pias dan tegang saat Tasya memeluknya erat. Rasakan kamu Mas, kamu gak akan bisa menghindar kali ini!

Wajah Mas Farel pucat saat Tasya memeluknya, bibirnya bahkan gemetar dan wajahnya berubah pias saat menatapku.

"Kok Papa sama Bu Guru datangnya barengan?" Ujar Tasya, wajah anak kecil itu tampak bingung. Sementara Mas Farel hanya berdiri mematung menatapku.

"Iya Sayang, tadi Papa kamu ketemu Bu Guru dulu," ujarku kemudian berjongkok mensejajarkan tubuhku dengannya. "Mama mana?" lanjutku.

Sebisa mungkin aku menyembunyikan gejolak dihati dan menahan air mata agar tak jatuh kepipi. sungguh hatiku terasa sakit dan pilu, dadaku bahkan terasa sesak dan susah untuk bernapas.

"Ada, di dalam," jawab Tasya. Senyum tak lepas dari bibir mungil itu.

"Mama ... Papa datang ni sama Bu Guru!" teriak Tasya sambil berlari riang masuk kedalam. Tampak dia begitu bergembira menyambut kedatangan kami, bukan lebih tepatnya kedatangan Mas Farel. Kutatap Mas Farel yang masih berdiri mematung menatapku, wajahnya sudah berubah pucat kini. 

"Sayang, aku-aku akan jelaskan semuanya. Ini tak seperti yang kamu bayangkan," ucap Mas Farel berusaha meraih tanganku. Namun, segera kutepis, tak sudi aku disentuh olehnya.

"Nanti saja jelaskan di dalam," ketusku.

Aku segera berjalan kedalam rumah Mbak Riana dengan sejuta rasa dan gejolak di hati ini, aku ingin lari dari kenyataan ini tapi aku sadar sepahit apapun ini aku harus hadapi.

"Mas, kok bisa samaan datangnya sama Bu Guru Ane?" tanya Mbak Riana sedikit bingung.

Kuperhatikan saja Mas Farel yang masih tetap diam dan sedikit kaku saat Mbak Riana mencium punggungnya.  Ya Allah, kuatkan hatiku.

"Nenek, ini Bu Guru Ane, guru cantiknya Tasya," kata Tasya mmperkenalkan aku dengan neneknya.  Wanita tua yang dipanggil nenek oleh Tasya itu menatapku penuh selidik.

"Mas, mau minum apa aku buatkan?" ujar Mbak Riana lembut pada Mas Farel. Namun, Mas Farel hanya diam, mulutnya seperti terkunci hingga tak bisa berkata apa-apa lagi.

Ya Tuhan teganya  dia mengkianati wanita sebaik Mbak Riana, sungguh aku menyesal Ya Allah, sudah mempercayai suamiku. Betapa bodohnya aku yang mau saja diperdaya olehnya, Ya Allah.

"Mas," kata mbak Riana kembali memanggil Mas Farel.

"I-iya," jawab Mas Farel lirih, seperti enggan membuka suara. Entah bagaimana hatinya saat ini.

"Kok kamu diam saja?" 

Senyap, Mas Farel sepertinya sudah mati kutu sehingga tak mampu berkata apa-apa lagi.

"Kamu kemana saja Rel? Riana ini masih istrimu dan kamu masih wajib menjenguknya bahkan menafkahinya. Kamu gak bisa melepas tanggung jawab begitu saja pada Riana. Di mana hati kamu membiarkan istrimu berjuang hidup sendirian."  

Kata- kata Ibu Mbak Riana itu serasa menampar wajahku, betapa egoisnya aku yang setiap malam bisa memeluk suamiku sementara istri pertamanya menderita dan berjuang seorang diri. Tapi benarkah ini salahku, bukankah aku juga korban?

"Bu." Mbak Riana memegang tangan Ibunya lembut. "Gak usah bicara ini dulu ya, gak enak sama Bu Guru," ujar Mbak Riana. Netra Ibunya kini beralih memandang kearahku, tatapanya tajam serasa ingin menguliti tubuhku.

"Bagaimana Bu Guru bisa datang dengan mantu saya, jangan-jangan Bu Guru ada hubungan dengan Farel."

Jleb !

Kata-kata itu bagai busur tajam menusuk lerung hatiku, sakit dan perih menusuk jantung hingga ke paru sehingga aku susah untuk bernapas.

"Saya...," kataku tertahan.

"Dia istri saya," ujar Mas Farel yang tanpa kuduga.

"Maksudnya apa, Mas?" tanya Mbak Riana. Wanita itu menatap tepat kemanik mata Mas Farel, sepertinya meminta penjelasan.

"Aku sudah menikah lagi, maaf. Tapi aku sudah tak tahan menghadapi kamu yang sakit-sakitan, aku menjadi tak terurus, kebutuhan lahir maupun batinku terabaikan." 

Jleb!

Ya Tuhan, jadi begini aslinya lelaki yang selama ini aku puja.

"Tega kamu, Mas," ucap Mbak Riana. Kedua netranya berembun, dadanya bergelombang.

"Di mana hati nurani kamu Mas, saat aku sakit, saat aku membutuhkan dukunganmu, kamu malah dengan teganya bersenang-senang dengan wanita lain."  Mbak Riana memegang dadanya, sepertinya Dia juga kesulitan untuk bernapas.

"Dan kau," kini Mbak Riana beralih menatapku. "Selama ini aku anggap kamu wanita baik-baik dan terpelajar tapi nyatanya," kembali Mbak Riana menatapku penuh emosi. 

 "Dasar pelakor," ucap Mbak Riana dengan penuh penekanan membuat aku mati kutu seketika. Mbak Riana menatap nyalang kearahku, kilat kemarahan terlihat jelas dimatanya. Ya Tuhan apa yang harus aku katakan?

"Aku pikir kau wanita baik-baik Mbak, kamu begitu lembut, bahkan aku sudah anggap kamu seperti adikku, ternyata." Mbak Riana menarik napas sepertinya menahan gejolak," kamu tak ubah seperti ular, kelihatan berpendidikan tapi murahan!" 

"Cukup!" teriak Mas Farel, menatap tajam kearah Mbak Riana.

"kamu gak berhak merendahkan istriku, ini bukan salahnya," ujar Mas Farel dengan suara berat.

"Lalu apa namanya kalau bukan murahan, perebut suami orang!" 

"Aku bilang, cukup!" 

Suasana yang harusnya nyaman kini menjadi tegang, aku sendiri tak tahu harus bagaimana. Di sisi lain aku ingin marah dan membela diri tapi di sisi lain aku juga paham bagaimana hati dan perasaan Mbak Riana saat ini, Dia tentu syok dan kecewa dengan perbuatan Mas Farel.

"Sekarang kamu pilih Mas! Aku yang sudah memberimu keturunan atau Dia." Mbak Riana menatap tajam kearahku," perempuan mandul itu?" 

"Tak perlu Mbak! Tak perlu menyuruh Mas Farel memilih, saya yang akan mundur Mbak. Maafkan saya jika selama ini sudah merebut suami Mbak." 

Aku tahu aku kelihatan bodoh mengatakan ini, tapi aku mencoba memahami situasi dan kondisi Mbak Riana saat ini, hati wanita mana yang tak hancur jika lelaki yang amat di cintainya mendua dibelakangnya.

"Gak usah sok baik kamu!" Kali ini ibu Kak Riana ikut bicara dan memojokkan aku.

Ya Tuhan apa yang harus kukatakan pada mereka?

"Kalian." Mas Farel menunjuk Mbak Riana dan mertuanya, "jangan pernah menghakimi Ane, ini bukan salahnya." 

Harusnya aku senang dibela sedemikan rupa oleh lelaki yang aku cintai tapi tidak untuk kali ini, aku merasa muak dengan sikap Mas Farel. Aku jijik dengan sifat egoisnya itu, lelaki tak punya hati dan perasaan hanya memintingkan diri sendiri.

Brak!

"Mama."  Tasya berteriak saat melihat Mbak Riana.

"Astaga  Mbak Riana!" Aku menjerit melihatnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status