Share

Bab 5. Mulai mengambil Langkah.

Bab 5. Mulai mengambil langkah.

"Oke, kalau gitu kamu pilih aku atau dia Mas?" tanyaku dengan suara bergetar, menahan sesak yang menghimpit dada ini. Sebisa mungkin aku menahan tangis agar tak sampai tumpah sekarang.

"Aku nggak mungkin ninggalin dia, Yas!"

"Segitu berartinya dia untuk kamu Mas?! Lalu selama ini pernikahan kita kamu anggap apa?!" sentakku tajam.

"Sebenarnya kami ... Ka.i sudah menikah siri seminggu yang lalu.

Bagai tersambar petir di siang bolong. Ternyata sudah sejauh itu hubungan mereka. Aku menatapnya dengan pandangan mulai berkabut.

"Dan sekarang, dia sedang hamil anakku." Lagi-lagi tubuhku seperti di timpa godam yang teramat berat. Aku menggeleng tak percaya dengan apa yang kudengar.

"Aku laki-laki. Apanya yang salah? Laki-laki boleh memiliki istri lebih dari satu. Bukankah itu Sunnah, dan bagimu jaminannya syurga."

Aku menggeleng tak terima. Sunnah yang di maksud dalam berpoligami tentu bukan seperti ini. Posisi Mas Iqbal jelas dia menikahi Amanda karena nafsu. Bukan karena sebuah alasan syar'i.

"Tunggu, apa kamu bilang tadi? Dia sedang hamil? Dan kamu menikahinya baru semingguan yang lalu? Bagaimana bisa?"

"Dia hamil anakku, dan aku harus bertanggung jawab padanya."

Lagi-lagi aku dibuat terkejut oleh pengakuan laki-laki ini. Tak kusangka suami yang kupuja Selema ini ternyata sebejat ini kelakuannya.

Dari ucapannya tadi jelas. Mereka menikah karena posisi wanita sudah hamil duluan. Astaghfirullah!

Aku pejamkan mata ini kuat-kuat. Ini sangat menyakitkan. Suamiku bermain gila.

Dia sudah berzina. Dia sudah melakukan dosa besar, apakah pantas yang seperti itu dia bilang Sunnah? Jelas ini ngawur namanya.

"Apakah sebuah perkara yang kamu sebut Sunnah itu harus di awali dengan sesuatu yang haram? Kamu itu sudah berzina dengan perempuan itu Mas! Dan sekarang kamu menikahi dia dengan dalih Sunnah berpoligami? Dapat ilmu dari mana itu! Kamu benar-benar ja-hat kamu Mas!" teriakku lagi.

"Sekarang lebih baik kamu ceraikan aku." Aku berusaha untuk kuat, meski sebenarnya hatiku sudah berdarah-darah.

"Tyas. Jangan beri aku pilihan sulit seperti ini. Aku janji akan berbuat adil pada kalian."

Ck, dasar laki-laki serakah!

"Nggak! Lebih baik aku memilih pisah dari kamu daripada harus di madu."

Aku meninggalkan Mas Iqbal sendiri di dalam kamar. Aku memilih untuk ke halaman belakang.

Di depan dia aku tampak tegas, tapi sejujurnya hati ini hancur. Aku duduk di kursi dekat kolam renang. Kupejamkan mata ini rapat-rapat seraya menepuk-nepuk dada ini. Rasanya sesak, seperti ada yang menghimpit di dalam dada. Wanita mana yang rela berbagi suami.

"Jangan minta cerai dariku. Aku janji akan berbuat adil." Tiba-tiba saja Mas Iqbal sudah berdiri di belakangku.

Benar-benar brengs3k!

"Kamu nggak bisa giniin aku Mas! Kamu anggap apa aku? Aku punya hati, aku punya perasaan!" teriakku lantang.

Mas Iqbal masih santai berdiri menatap kolam renang yang tenang airnya. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya.

Sekilas aku menatapnya. Yang dikatakan Amel benar, melihat Mas Iqbal sekarang, wanita mana yang mampu menolak segala pesona yang ada pada dirinya. Dia laki-laki gagah, tampan, wajahnya putih bersih, dengan hidung mancung, dan alis tebal. Rahangnya kokoh. Tubuhnya tegap atletis. Ditambah dengan kondisi finansial yang memadai, dia punya jabatan.

"Sekali lagi kutegaskan, aku akan berbuat adil pada kalian. Jangan pernah meminta pisah dariku, kalau sampai itu terjadi aku pastikan kamu nggak bisa dapat apa-apa dari semua yang kumiliki sekarang."

Degh!

Dasar laki-laki egois! Dia tak tahu jika bisa punya jabatan seperti sekarang ini, rumah sebesar ini karena peranku di belakangnya.

Sekarang disaat dia sudah merasa enak dengan semua yang di dapatkan, dia melakukan hal semena-mena terhadapku.

Aku tak akan tinggal diam.

"Kamu adalah laki-laki paling brengs3k yang pernah kukenal Mas! Aku menyesal pernah menjatuhkan hatiku padamu," ucapku sinis.

Aku hendak beranjak tapi tanganku di cegah olehnya.

"Tetaplah jadi istriku yang manis, dan jangan cari gara-gara, Tyas!" ucapnya.

Oh, sekarang dia sok jadi orang yang berkuasa. Lihat saja nanti Mas, kamu akan kaget begitu tahu seperti apa sebenarnya istrimu ini.

Aku menatap tajam kedua manik hitam itu dengan sorot mata penuh kebencian. Kamu mengajakku bermain-main? Kalau begitu Mari kita bermain.

"Karena kamu sudah tahu semuanya sekarang, tak ada lagi alasan bagiku menyembunyikan dia. Amanda akan ikut tinggal di sini. Kamu harus bersikap baik pada adik madumu!" Aku terperangah, ini gil4!

"Kamu benar-benar sudah gil4 Mas!" teriakku lantang. Tapi Mas Iqbal tetap diam dan terlihat tenang.

Benar-benar aku merasa dibodohi olehnya. Tanpa sadar telapak tanganku terkepal sempurna. Ini benar-benar keterlaluan.

"Kamu harus menerimanya dengan baik. Bukankah ini adalah sebuah kabar baik, kau bisa ikut merawat anakku, meski dia bukan lahir dari rahimmu."

Pandangan mataku meremang. Apa ini jadi alasan utama bagimu untuk berselingkuh dibelakangku? Karena aku belum mampu memberimu keturunan? Bukankah selama ini kamu selalu bilang tak masalah, dan rela menunggu hingga saat itu tiba. Tapi sekarang kamu justru merasa bangga akan kehadiran keturunan walau bukan dariku.

Hatiku seperti di cengkeram kuat. Ini sungguh menyakitkan.

"Apa karena alasan itu kamu selingkuhi aku Mas?!"

Mas Iqbal diam.

"Jawab Mas!" sentakku lagi sambil menggoncang kemejanya.

"Alasanku lebih dari itu. Dia sangat berarti bagiku. Dan ini sudah menjadi keputusanku, Yas."

Mas Iqbal berlalu begitu saja usai mengatakan itu, apa yang baru saja terucap itu bak sejumput garam yang ia tabur di atas luka yang masih basah dan menganga. Perih tak terkira.

'Dia sangat berarti bagiku' tak kusangka kalimat itu sungguh sangat menyakitkan.

Aku duduk di bibir kolam dengan kaki menjuntai ke dalam air. Aku merasa ini seperti mimpi buruk.

"Aku akan ke rumah ibu untuk mengatakan semuanya."

Mas Iqbal tiba-tiba sudah berdiri dibelakangku. Kemudian berlalu.

Aku hanya diam tak menyahut, menoleh pun tidak. Hingga suara derap langkah kakinya perlahan menjauh dan keluar dari rumah ini.

Kamu yang mengajakku bermain api, maka akan tunjukkan bagaimana Api itu akan membakar semua sikap arogansimu itu Mas!

"Hallo Nando, tolong kamu pantau setiap gerak gerik Mas Iqbal selama di kantor, laporkan semuanya sama saya."

Aku menghubungi Nando orang kepercayaanku di kantor.

"Baik Bu."

"Oke. Terimakasih."

Mas Iqbal tidak tahu kalau kantor tempatnya bekerja adalah milik papaku. Selama aku menjadi istrinya aku memang menutupi semuanya darinya.

Karena kamu berani mengkhianatiku, maka akan aku tunjukkan siapa sebenarnya istrimu ini Mas! Dan bersiaplah untuk menyesal sudah menyia-nyiakan aku.

Bersambung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status