Di malam yang amat tenang.Di rumah sakit.Cahya duduk di samping tempat tidur, mengerutkan keningnya sambil memandang beberapa makanan yang terdapat di atas meja, lalu melihat Rizki yang menolak untuk memakannya. Dia menghela napas dan berkata, "Pak Rizki, kamu harus makan, oke?"Akan tetapi, Rizki sedang memakai bluetooth earphone. Dia hanya diam menonton layar ponselnya, sambil duduk bersandar pada kepala tempat tidur.Cahya mendekat untuk melihat.Di layar ponsel tersebut, dua anak kecil yang menggemaskan sedang melakukan siaran langsung.Dia pun tak bisa berkata-kata, Rizki lebih memilih menonton siaran langsung dua anak kecil dibandingkan makan. Cahya menatap layar ponsel itu dengan wajah datar, tiba-tiba dia memiliki ide.Bagaimana kalau dia membuat akun baru untuk mengirim pesan pada kedua anak itu, lalu mengatakan bahwa temannya yang sangat menyukai siaran langsung mereka sedang sakit dan tidak mau makan ataupun diobati, sehingga dia ingin mereka membujuk temannya? Apakah cara
"Semoga kamu cepat sembuh!"Semua orang di ruang siaran sangat baik hati.Satya mendekat untuk melihat.Sebuah wajah yang menggemaskan dan tampan tiba-tiba muncul di depan kamera."Wow!"Cahya yang sedang memegang ponselnya, tidak dapat menahan dirinya dan berseru. Dia sangat terkejut melihat wajah kecil ini dari dekat.Entah apakah ini hanya imajinasinya saja atau tidak, tetapi dia merasa bahwa wajah ini adalah versi kecil dari Rizki!Jadi, setelah itu, Cahya sesekali melihat Rizki, lalu menunduk dan melihat Satya di ponselnya.Makin dilihat, rasanya makin aneh.Pada akhirnya, dia pun tak bisa berkata-kata.Sebelumnya, dia hanya tahu bahwa Rizki terus menonton siaran langsung kedua anak kecil ini, juga bagaimana anak-anak ini mirip dengan Rizki.Namun, ini adalah pertama kalinya dia melihat anak kecil itu sedekat ini. Anak itu berwajah sangat tampan dan masih tampak polos, tetapi anak itu juga sudah memberikan kesan yang dingin dan tenang. Kemiripan anak itu dengan perangai Rizki sang
Berhasil!Ketika Cahya melihat kehangatan itu, dia merasa usahanya berhasil.Dia pun dengan gembira bertanya, "Pak Rizki, bagaimana kalau kita makan?"Siapa sangka, sesaat berikutnya, dia bagaikan disiram seember air es."Apa aku bilang aku mau makan? Bukankah aku menyuruhmu untuk nggak macam-macam?"Cahya tercengang."Kenapa? Bukankah barusan kamu ...."Rizki yang tadinya bermata hangat, sekarang kembali ke dirinya yang biasa, dingin dan jauh.RIzki sudah malas untuk berurusan dengan asistennya. Mengingat kedua anak kecil yang mendoakan kesembuhannya, hatinya pun terasa hangat.Sungguh luar biasa, dia bisa disembuhkan oleh dua anak asing melalui layar ponselnya.Jari Rizki bergerak, dia lagi-lagi memberi hadiah pada kedua anak itu."Eh?" Maya melihat notifikasi hadiah di layar ponselnya, matanya yang berbinar terbuka lebar saat dia berkata dengan suaranya yang menggemaskan, "Paman RezekiMalam juga di sini. Paman, halo, terima kasih atas hadiahnya."Suara dan sikap kekanak-kanakan gadi
"Nona Alya, ponselmu bunyi, biar aku saja yang mengerjakan sisanya.""Baiklah."Alya terpaksa mengambil ponselnya dan pergi ke luar untuk mengangkat telepon."Halo.""Nona Alya."Suara yang tak asing ini mengagetkan Alya. "Pak Cahya?"Kenapa pria ini meneleponnya lagi?"Nona Alya, maaf sudah meneleponmu malam-malam, apa aku mengganggu?"Alya merapatkan bibirnya, lalu bertanya dengan nada tenang, "Ada apa?"Cahya hendak berbicara ketika Rizki sedikit mengangkat dagu, mengisyaratkannya untuk menyalakan pengeras suara.Di bawah tatapan pria itu, Cahya pun terpaksa menyalakan pengeras suara, lalu dengan terbata-bata berkata, "Jadi, begini, Pa-Pak Rizki masih nggak mau makan, jadi bisakah aku minta tolong kamu ....""Pak Cahya."Sebelum dia bisa menyelesaikan perkataannya, Alya segera menyela, "Pak Rizki sudah dewasa, apakah dia harus makan atau nggak, butuh makan atau nggak, dia bisa menilainya sendiri. Kalau dia nggak mau makan, artinya dia tahu kondisi tubuhnya sendiri."Setelah mengatak
Kota Juwana?Ketika melihat bahwa orang itu juga berada di Kota Juwana, Alya tertegun.Beberapa detik kemudian, dia pun menghela napas. Belakangan ini terlalu banyak kebetulan yang terjadi.Sebelum ke sini, dia kira Kota Juwana adalah kota yang tenang, dia seharusnya tidak bertemu dengan siapa pun yang dia kenal saat mendirikan perusahaan di sini.Namun, ternyata ....Memikirkan seseorang, Alya pun menaruh kembali ponselnya.Lupakan saja, memangnya kenapa kalau mereka bertemu? Kota Juwana sangat besar. Dia ingin mendirikan perusahaan untuk mencari nafkah, sekarang orang itu telah berinvestasi di perusahaannya dan dia menerimanya. Hanya seperti itu.Dia hanya perlu memperlakukan pria itu layaknya mitra bisnis.Akan tetapi, meskipun berpikir seperti ini, malam itu Alya tidak bisa tidur.Dia terus membolak-balikkan tubuhnya di ranjang, teringat dengan apa yang Dokter dan Cahya katakan padanya.Pria itu jelas-jelas memiliki masalah lambung yang serius, tetapi dia tidak mau minum obat. Ini
Namun, karena mobil putih itu mengebut, mobil hitam itu pun tidak sengaja tergores.Meskipun itu hanya goresan kecil, Alya tahu sebuah pertengkaran akan segera dimulai.Tentu saja setelah mobil itu terserempet, kedua belah pihak segera turun dari mobil dan mulai bertengkar mengenai tempat parkir dan goresan tersebut.Alya sudah terbiasa dengan kejadian semacam ini, jadi dia hanya menggelengkan kepalanya dan pergi ke lantai atas.Biasanya hanya dia yang naik lift, tetapi hari ini ada beberapa orang yang juga naik bersamanya.Salah satunya adalah seorang pemuda berkacamata, pemuda itu tampak lembut dan rapi. Melihat penampilan cantik dan perangai Alya yang unik, dia pun tak dapat menahan diri dan menyapa Alya, "Hai, apa kamu ke sini untuk melamar kerja juga?"Mendengar ini, Alya agak kaget."Kamu berbicara padaku?""Ya." Pemuda berkacamata itu mengangguk dan tersenyum. "Kamu sangat cantik."Ini adalah pertama kalinya Alya menerima pujian seterus terang ini di Negara Surya.Namun, pujiann
Memang.Alya tidak bisa membantah poin ini.Jadi, dia pun teringat akan seseorang yang saat ini masih berbaring di rumah sakit.Akan tetapi, pikiran tersebut segera disingkirkan oleh Alya.Dia tidak boleh memikirkannya lagi. Setelah bertahan 5 tahun dan kembali ke negara ini, pikirannya tidak boleh dikacaukan oleh pria ituDia harus mengikuti jalannya sendiri.Ponselnya tiba-tiba berbunyi, Alya pun mengeluarkannya dan mengecek."Ini Felix.""Pak Felix? Kenapa dia meneleponmu? Jangan bilang dia juga ingin ....""Sepertinya nggak, biar kuangkat dulu."Angga mengangguk dan keluar dari kantor tersebut."Pak Felix?"Sejak meninggalkan Perusahaan Darmawan pada hari itu, Alya belum berbicara dengan pria itu lagi. Setelah mengetahui bahwa pria itu tidak akan berinvestasi di perusahaannya, Alya merasa dia tidak perlu membuang-buang waktu lagi. Akan tetapi, bila Alya ingin mengembangkan perusahaannya di Kota juwana, maka dia juga tidak mau menjadi musuh Felix."Nona Alya, bagaimana perusahaanmu
"Dokter, aku benar-benar minta maaf. Aku akan membicarakannya dengan Pak Rizki ketika dia bangun."Namun, sang dokter marah dengan sikap Rizki menyepelekan nyawanya sendiri, dia pun berkata dengan agak kasar, "Kalau dia memang mau mati, maka jangan datang ke rumah sakit dan jangan datang mencariku."Di bawah tegurannya, Cahya sama sekali tidak berani berbicara dan hanya bisa mengiakannya dengan lemah.Alya melihat semua ini dari samping. Dilihat dari reaksi dokter tersebut, kondisi Rizki kali ini sepertinya cukup parah.Setelah itu, sang dokter mengatakan sesuatu pada Cahya dan pergi dengan frustrasi.Cahya terlihat sedih, seperti seekor anak anjing yang dibuang. Pria itu bersandar di dinding dengan kepala tertunduk, dia tampak patah semangat.Setelah terdiam untuk sejenak, Alya pun mulai menghampirinya.Mendengar langkah kakinya, Cahya mendongak. Alya pun menemukan bahwa mata pria dewasa ini sudah memerah.Dia tidak tahu apakah mata Cahya memerah karena kata-kata kasar sang dokter ata