Share

Mengikuti Kang Ikbal Diam-diam

Bab 4

Aku harus menyelidikinya. Kang Ikbal tak boleh main serong di belakangku. Aku aja bisa menjaga diri dan hati saat di sana. Ia pun harusnya bisa berbuat sama denganku.

Kemudian aku memperhatikan Kang Ikbal. Setelah bangun tidur, ia sepertinya ada acara. Ia merapikan diri di depan cermin. Aku memandangnya dari belakang.

"Eh, Neng Alma sedang apa di situ?" Ia menghampiriku, lalu mengecup keningku.

"Lagi liatin Akang yang makin ganteng. Selama aku nggak ada, Akang perawatan di mana?"

Ia menyeringai, balas menatapku. Lalu ia menjawil hidungku.

"Akang harus terlihat menarik di depan para costemer batu akik, biar mereka beli," katanya.

"Memangnya perlu laki-laki ganteng ya? Kan paling yang beli laki-laki tua aja, ya kan?" 

"Nggak, Neng. Semua kalangan ada laki-laki muda dan tua, ada juga wanita muda dan tua," katanya.

"Oh, pantes. Pasti udah ada yang nyangkut ya?" Aku balas menyeringai.

"Nyangkut? Iya pasti ada dong. Suamimu ini jadi pengusaha batu akik terbesar di Jawa Barat," katanya dengan penuh semangat.

"Emang Akang udah punya gerainya?"

"Ada dong! Nanti kamu juga aku bawa ke sana."

"Kenapa nggak sekarang aja?" tanyaku. Ia diam, tidak menjawab. Yang ada matanya maalh berputar-putar.

"Nanti aja deh, sekarang aku ada janji sama seseorang," katanya.

Kemudian aku mengapit lengannya. 

"Kang, kenapa kita nggak berduaan aja di rumah? Aku kan udah pulang. Masa Akang nggak kangen sama aku?"

Ia berusaha melepaskan diri dariku dan melihat jam di tangannya.

"Aku ada janji. Nanti saja, kita bicarakan prospek bisnisku. Siapa tau kamu mau kasih kucuran dana lagi, biar bisnisku makin lancar," ujarnya.

Apa? Mau bicarakan prospek bisnisnya? Aku kan bukan mau itu. Aku kangen sama dia. Masa dia nggak kangen juga? Malah inget sama bisnis. Dan itu berhubungan dengan uangku. Selama ini, aku yang memodali bisnisnya, masa ia ingin kucuran dana lagi? Sungguh terlalu.

"Udah ya, aku berangkat dulu!" Ia memelukku sebentar, lalu mengambil kunci motornya di atas nakas. 

Tak lama ia kembali.

"Neng, kamu liat ponselku?"

Aku melihatnya tadi, tapi kujawab dengan gelengan karena kecewa dengan jawabannya. 

Ia langsung mencarinya. Dari kamar, ruang tengah, meja makan. Dan akhirnya ketemu di atas kulkas.

"Udah ya, aku berangkat!"

Aku tak hilang akal, langsung kuambil kerudung, dompet dan ponselku. Lalu aku mencari tukang ojek sekitar rumah. Kang Ikbal berangkat pakai motor. Motor barunya model motor sport. Aku harus bisa mengejarnya dengan ojeg.

Beruntung ojeg yang kugunakan juga termasuk motor sport juga, sehingga bisa selalu berada di belakangnya. Ia menuju suatu perumahan elit di dekat pusat kota. 

Tak lama aku menguntit. Kemudian keluarlah suamiku dengan seseorang yang kukenal. Ya, dia orang yang selama ini membantuku. Ternyata ia mau suamiku juga.

Tapi tunggu, wanita itu tak sendiri. Ia bersama gadis kecil berusia sekitar tiga sampai empat tahun. Itu berarti? Mereka sudah menikah. Kang Ikbal menyembunyikan Susi di sini. Mereka tinggal di sini sekarang. Itu berarti Kang Ikbal kemungkinan tak pernah pulang.

Astaghfirullah. Runtuh juga pertahananku. Saat ini air mataku meluruh. Aku sangat sedih dan merasa dibohongi selama ini.

Selama ini akulah yang membiayai bisnisnya, selama ini pula aku yang menghidupi kehidupan suami, Ibu dan anak-anak. Tapi Susi pun orang kaya. Menurut Bi Ikah harta ayahnya habis oleh Susi. Itu berarti ada peran suamiku yang membuat harta Pak Haji Sanusi habis.

Mereka berganti kendaraan menggunakan mobil yang ada di rumah Susi. Motor yang dibawa Kang Ikbal diparkirkan di rumah itu.

"Bu, ini dihapus dulu air matanya!" ucap tukang ojek yang kutumpangi barusan.

"Iya, terima kasih." Saat melihat wajahnya, aku sadar kalau ia adalah Rahman. Dia adalah tetanggaku di kampung. Dulu ia memiliki seorang istri dan seorang anak. Aku tak sempat menyapanya, malah langsung memintanya untuk mengejar Kang Ikbal.

"Ayo kejar dulu yuk, Kang!"

Walau dalam keadaan menangis, aku tetap mencari tau tentang Kang Ikbal.

Ternyata tidak terlalu jauh dari perumahan tadi. Gerai batu akiknya berada di salah satu kawasan wisata di kota Bandung.

Mereka menuju parkiran di depan gerai batu akik, lalu masuk ke dalam. Mungkin saat ini sampai sini dulu aku menguntitnya.

Aku baru tersadar, orang yang kupercaya selama ini telah mengkhianatiku. Sekarang, aku harus mengamankan aset dan anak-anakku. Bagaimana kepemilikan rumah, mobil dan motor yang Kang Ikbal bawa tadi? Otakku berpikir keras, karena selama ini aku terlalu percaya pada mereka.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status