Share

Bab 13

Karina mengangguk dan dengan gugup menggenggam ujung bajunya. Bajunya yang basah membuatnya merasa tidak nyaman. "Nggak baik aku berlama-lama di sini, terima sudah menyelamatkanku, aku nggak akan muncul di hadapanmu lagi."

Rafael tampak sedikit kesal. Mungkin karena trik yang digunakan Karina tidak seperti pada umumnya, dia jadi tidak bisa menebak apa yang sedang dipikirkan Karina. Atau mungkin karena Karina yang saat ini basah kuyup terlihat seperti menggodanya, membuatnya tidak bisa tenang.

'Apa sebenarnya tujuan wanita ini? Benarkah hanya kebetulan muncul di depanku? Tapi kenapa dia bisa berada di sini dan dengan kebetulan bertemu denganku? Perumahan ini hanya ada orang-orang kaya, perlu sekitar 20 menit berkendara kalau ingin ke perumahan biasa. Kalau dia nggak ada motif tersembunyi, kenapa dia muncul di sini?'

'Kalau dia ingin menarik perhatianku, aku bisa ucapkan padanya selamat, kamu sudah berhasil!'

"Kalau kamu ingin bersamaku, sebaiknya kamu nggak bermain trik jual mahal lagi."

"Apa?" Karina tertegun, memalingkan wajahnya dan berkata, "Tuan, seperti kamu sudah salah paham?"

"Salah paham?" Bibir tipis seksi Rafael melengkung tersenyum. Rafael semakin mendekati Karina, mengangkat dagunya dan berkata dengan nada seperti menggoda, "Kamu berani bilang kamu di sini bukan karena ingin bertemu denganku?"

Aroma unik Rafael seakan-akan bisa membuat orang mabuk cinta. Wajah Karina memerah, dia segera mendorong Rafael menjauh dan mundur dua langkah. Karena tiba-tiba bergerak, rasa sakit dari kaki yang terkilir pun kembali. Karina meringis kesakitan sebentar lalu menahannya dan berkata, "Tuan, kamu sudah salah paham. Aku nggak pernah berpikir untuk menemuimu. Aku datang ke perumahan ini juga bukan untuk bertemu denganmu, jadi tolong bukakan pintunya."

"Hei, kamu nggak ngerti bahasa manusia? Kamu nggak tahu cuaca sekarang seperti apa?" ujar Rafael dengan suara rendah.

Karina memandang ke luar jendela dan berkata dengan tenang, "Aku tahu, tapi aku nggak ingin berada di sini."

"Oh, kamu kecanduan berakting?" Rafael menatap Karina dengan acuh tak acuh. Dia lalu menekan tombol di remote di tangannya dan pintu terbuka secara otomatis.

Begitu pintu terbuka, suara deru angin terdengar dan percikan air masuk ke dalam. Jika dibandingkan dengan rumah yang hangat ini, kondisi di luar bagaikan neraka.

Rafael duduk di sofa, menyilangkan kakinya dengan elegan. Dia memandang Karina dengan tatapan seperti seorang kaisar dan berkata tanpa ada sedikit pun kelembutan, "Silakan kalau kamu ingin pergi dan jangan pernah muncul lagi di hadapanku."

Karina melirik Rafael sebentar, tanpa berpikir panjang dan sambil menahan rasa sakit yang menyiksanya, dia berjalan ke arah pintu tanpa ragu-ragu.

Begitu dia tiba di depan pintu, angin kencang beserta air hujan menerpa wajahnya. Karina semakin basah kuyup dan semakin menggigil. Pada saat ini, Rafael bangkit, berjalan sampai ke hadapan Karina. Ekspresi dan suaranya terdengar berbahaya, "Kamu sudah puas berakting?"

Karina yakin, pria di depannya ini sudah salah paham mengenai dirinya.

Karina menatap lurus Rafael dan berkata, "Tuan, sekali lagi kuberi tahu bahwa pertemuan kita hanyalah sebuah kebetulan. Aku nggak akan tinggal di rumahmu dan nggak punya niat lain. Menurutku, sama sekali nggak perlu berurusan dengan orang asing yang terus-menerus meremehkanku."

Setelah mengatakan itu, dia berjalan melewati Rafael dan menerobos angin beserta hujan yang masih mengamuk itu tanpa ada sedikit pun keraguan.

Di tengah cuaca yang bisa membuat pohon-pohon tumbang, sosok mungil Karina yang penuh tekad itu sangat mencolok. Seolah-olah sebesar apa pun rintangannya, dia tidak akan menghentikan langkahnya.

"Berengsek!"

Rafael meninju dinding di sebelahnya. Sorot matanya meredup hingga menjadi hitam pekat. Ketika dia melihat sosok Karina menghilang di tikungan, suasana hatinya seketika menjadi sangat muram. 'Dia yang ingin mati, jadi untuk apa kupedulikan!'

Rafael tidak berniat mengejar Karina. Lagi pula, Karina yang bersikeras pergi di tengah cuaca ekstrem seperti ini. 'Biarkan saja dia menyiksa dirinya sendiri,' pikir Rafael.

Dia melirik ke langit yang dipenuhi dengan awan gelap sejenak, berbalik dan hendak masuk ke dalam rumah. Namun, begitu membalikkan badannya, raut wajah Rafael berubah drastis dan tubuhnya membentur ke dinding dengan keras. Keringat dingin mulai bermunculan di dahinya. Sekujur tubuhnya mulai gemetar tak terkendali. Dia terlihat seperti sedang menahan rasa sakit yang luar biasa.

Rafael merasa sulit untuk bergerak. Dia memeluk dirinya sendiri dengan erat sambil berjalan menuju sofa, selangkah demi selangkah. Dia ingin mengambil tas kerja yang tergeletak di atas sofa, tetapi sebelum dia dapat menyentuhnya, dirinya sudah terjatuh ke lantai dengan keras.

Dia terus menggigil, seakan-akan sedang berada di Kutub Selatan tanpa selesai pakaian pun atau mungkin lebih buruk dari situasi ini.

"Dingin sekali, di ... ngin ...." Kesadaran Rafael berangsur-angsur kabur. Dia terus bergumam, memeluk dirinya sendiri sambil meringkuk di lantai, terlihat seperti anak kecil yang tidak berdaya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status