Akhirnya ... semua selesai sudah, dengan peristiwa yang malah tidak aku duga sama sekali.Semua akan terungkap secepat ini, padahal sebelumnya aku sudah merencanakan beberapa hal, yang bahkan aku sempat memikirkan bagaimana jika rencanaku itu berhasil pasti akan seru. Tetapi tak masalah jalan Tuhan selalu lebih indah. Semua pasti datang di saat yang sangat indah. Teringat juga aku dengan wejangan yang diberikan oleh Bu Nana dan Pak Heri, saat mengantarkan pulang tadi."Nis, pokoknya kamu harus kuat ya. Jangan sampai tertipu bujuk rayu Asep lagi." Bu Nana berucap sambil MEMELUK Ais tadi.Pak Heri pun menimpali. "Benar Nisa. Seorang lelaki yang pembohong dan berselingkuh, sangat sulit untuk disembuhkan. Jika kamu sampai menerimanya, suatu hari, kemungkinan besar hal yang sama akan terjadi lagi."Benar, kurasa memang itu sangat benar sekali.Tetapi sebenarnya meski pun tak ada yang mengingatkan tentang hal itu, aku pun bukan perempuan bodoh yang akan kembali menerima pengkhianat dan p
Setelah Asep dan Bu Rika menyusun sebuah rencana untuk bisa mendapatkan Nisa lagi, pasangan ibu dan anak itu pun langsung menuju ke ruangan, menemui Eka yang baru saja melahirkan."Eka, bagaimana kabar kamu?" Bu Rika langsung bertanya pada menantu kesayangannya yang saat ini masih terbaring dan nampak sedikit lemas. Bayi Eka masih dibawa oleh perawat, karena ada yang harus diobservasi. Akan tetapi, Eka sedikit pun tak menoleh pada ibu mertuanya itu, dia malah menatap tajam pada Asep yang berjalan di samping Bu Rika."Kamu dari mana aja sih, Mas?!" Suara Eka lumayan melengking. "Dari semalam nggak pulang, kelayapan aja!"Nafas wanita yang baru saja melahirkan itu nampak naik turun, sepertinya dia begitu emosi. "Eka, jangan berteriak ya. Apa lagi kan kamu baru saja melahirkan, Nak."Saat Asep masih terdiam, Bu Rika mencoba memenangkan Eka.Bu Rika memang begitu suka pada Eka, dari pada Nisa. Padahal dari segi apa pun, Nisa justru memiliki banyak kelebihan. Tetapi hal tersebut tetap t
"Eka, ini anak siapa?" Asep langsung bereaksi saat melihat wajah putranya. "Kenapa dia begitu menjijikkan!"Asep yang tadinya ingin menggendong sang bayi, akhirnya mengurungkan niatnya. "Apa bayinya nggak ketukar, Sus?" Segera, pria berwajah pas pasan itu bertanya dengan wajah tak percaya. "Saya sendiri yang membantu persalinan Bu Eka, jadi tidak ada yang salah disini,Pak." Sang Suster nampaknya juga kurang bersahabat. "Ini bukan sinetron ya Pak, pakai acara anak yang tertukar untuk menaikkan rating."Tanpa berbicara lagi, si suster pun langsung pergi dari ruangan itu, meninggalkan Asep yang masih tertegun.Eka yang beberapa menit lalu sempat begitu emosi, kini malah lebih memilih untuk menunduk. Seperti tak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh suaminya itu."Asep, kamu ini kenapa sih?" Bu Rika mendekat setelah kepergian si suster. "Jangan nuduh macam macam ya, urusannya bisa panjang!"Bu Rika mengira jika sang anak masih emosi karena kejadian tadi. Tetapi ketika menengok ke
Ternyata, hidup sendiri itu begitu tenang. Sehari setelah mengembalikan semua pakaian para sampah itu, aku hanya terus bersih bersih saja. Bersama dengan Ais yang nampak begitu riang. Putriku yang dulu, benar benar telah kembali."Bu. Ais mau makan ayam rocket nanti, boleh?" ucap Ais siang ini."Tentu, Sayang. Sekarang kamu mandi dulu ya. "Putriku itu mengangguk sambil langsung berlari ke belakang.Hari ini memang hari minggu, kami masih beberes rumah sejak pagi. Sarapan tadi, aku hanya memasak menu simple, tetapi ternyata Ais begitu menyukainya dan begitu nikmat sarapan hanya berdua ini."Semoga selamanya aku bisa terus membahagiakan Ais," lirihku. "Semoga juga para pengkhianat itu tak lagi menganggu hidupku. Tak lagi kutanyakan bagaimana keadaan Ais dan bayinya, karena saat ini tak mau lagi aku berurusan dengan mereka. Yang penting surat cerai juga sudah diurus oleh pengacara ku sejak beberapa hari yang lalu. Dengan banyak bukti dan rekaman cctv yang kumiliki, aku yakin bisa ber
"Apa ada yang aku ambil paksa darimu? Coba katakan, seberapa jahat aku menjadi seorang sahabat?"Emosi saat ini mulai menelusup dalam hati. Hatiku begitu sakit mengingat jika Eka adalah satu satunya teman yang aku punya. Teman yang bahkan sudah kuanggap sebagai saudara. Tempat berkeluh kesah segala hal, bahkan sampai kehidupan pribadi. Itu lah kesalahan terbesar yang pernah aku lakukan. Seharusnya aku tak pernah menceritakan tentang rumah tanggaku pada orang lain. Karena memang celah itu akan selalu ada bagi mereka yang sudah memiliki niat jahat. "Halo Eka. Apa kamu masih disana?" Kukeraskan sedikit suaraku, karena dari tadi tak ada jawaban dari seberang. Takutnya dia tadi tak mendengar suaraku. "Ya. Aku masih disini." Si pelakor itu menjawab dengan begitu lirih. Sungguh penasaran aku, seperti apa raut wajahnya saat ini. Bukankah dia masih ada di rumah sakit, apa mungkin saat ini dia juga sedang bersama dengan Mas Asep dan ibunya?"Katakan, kenapa kamu bilang aku jahat? Aku pe
"Wow, mantap Eka. Sungguh aku salut sama kamu yang bisa merebut suami sahabatnya sendiri. Tapi ... aku tak meminta kembali Mas Asep kok, aku ikhlas sekali dia bersama kamu. Karena sampah memang cocok dengan sampah!"Mengucapkan kalimat itu, ada rasa plong meski hanya sedikit. Aku sungguh penasaran, bagaimana reaksi wajah Eka, setelah aku mengucapkan hal ini.Nadaku tak terlalu tinggi sebenarnya, hanya saja, mungkin penuh dengan penekanan.Hanya mengambil perhiasan emas, yang seharusnya malah menjadi hakku, dia meradang dan mengancam. Apa dia lupa, jika apa yang dia curi dariku lebih besar?Dasar pelakor tak tahu diri."Halo Eka ... kamu masih ada disana kan?" Beberapa saat tak ada suara, sunyi. Sehingga harus bertanya lagi. "Ya." Begitu lirih dan singkat apa yang dikatakan oleh Eka tersebut."Sepertinya emosi kamu sudah turun ya, Ka? Hemmm." Sengaja kukatakan hal itu. "Sudah nggak minta perhiasan itu lagi kan? Karena kamu sudah dapat sumbernya langsung."Mungkin seharusnya kuakhi
"Ambil saja. Aku tak ingin merebut kembali. Nikmati juga seperti 'manisnya' menjadi istri seorang Asep. Apa yang kamu lihat, tak selalu seperti yang sebenarnya terjadi. Jujur, aku malah senang kamu mengambil suami benalu itu. Selamat ya, Ka, atas keberhasilan kamu."Setelah mengatakan kalimat panjang lebar itu, tanpa menunggu jawaban dari Eka, aku pun langsung mengakhiri panggilan secara sepihak.Kembali memejamkan mata sembari menarik nafas dalam. "Kuat, Nisa. Kamu harus selalu kuat demi Ais!"Lirih terucap kata kata itu, penyemangat diri sendiri. Aku begitu faham siapa Eka, dia orang yang gampang terobsesi dan sulit menerima sebuah kenyataan. Jadi bisa dipastikan, tentu dia tidak akan pernah tinggal diam. Aku tentu harus semakin waspada. Kekalahan awal ini, bisa membuat dia begitu meradang.Tapi, aku yakin pasti bisa. Tak boleh lengah lagi, karena orang jahat ada dimana mana."Bu, ibu kenapa?" Suara Ais yang disertai dengan elusan di telapak tangan, membuatku sontak membuka mata."N
" Aku minta maaf, aku khilaf, Nis. Sampai kapan pun aku tak ingin berpisah dengan kamu. Sungguh aku sangat mencintai kamu. Hukum aku seberat mungkin, asal kita bisa tetap bersama."Sudah bisa diduga apa yang ingin dia katakan. Sepertinya dia belum puas berbincang saat kamu berada di rumah sakit kemarin. Berarti dugaanku tadi salah dong. Aku kira Eka sedang bersama Mas Asep. Apa ... hubungan mereka jadi renggang karena kelahiran bayi itu?Tak tahu juga sih, trio sampah itu pasti punya beribu cara licik untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan. Tetap aku harus waspada."Aku sungguh menyesal, Dek." Dia kembali berucap, wajahnya masih nampak pias.Menghadapi tukang sandiwara seperti ini, kita tentu harus lebih pintar.Mendengus kasar. "Sudah lah, Mas. Apa pun yang kamu katakan, nggak akan pernah merubah keputusanku."Enak saja, luka begitu dalam yang sudah dia beri, hanya diganti dengan sebuah kata maaf? Tidak semudah itu Ferguso!Mas Asep masih diam sambil mengigit bibir bawahnya. Me