"Mas nggak sadar dan merasa kalau itu hanya Modus dia saja?" sungutku.Entah apa yang ada di pikiran Mas Ahmad kali ini, tidak biasanya dia membela wanita itu di depanku seolah-olah tidak mempunyai dosa karena sudah mengganggu rumah tanggaku. Aku benar-benar curiga dengan semua hal yang terjadi kali ini termasuk tentang keputusan suamiku yang mendadak seperti menyetujui wanita itu ada di sini."Insyaallah enggak, Mas tahu Minah dulu tidak sejahat itu. Dia tinggal di sini dengan cara memaksa karena dia takut dengan suaminya yang mungkin akan melakukan hal yang tidak tidak. Dia sangat senang saat suaminya memberikan uang kepada mas meskipun syaratnya cukup membuatku kata-kata dengan kamunya yang begini," jawab Mas Ahmad.Aku menangkup kedua pipi suamiku dan mengapa matanya dalam dalam. Mencari kebenaran dan kejujuran dari lelaki yang sudah aku nikahi 5 tahun ini. Selama ini susah dan senang kami jalani bersama-sama tanpa ada yang ditutup-tutupi tetapi kedatangan Wanita itu sungguh membu
Malam ini aku mendengar keributan di luar. Aku diminta untuk tetap di kamar karena mas Ahmad akan membahas tentang keberatanku menerima bantuan Minah. Aku mendengar Ibu yang misuh misu dan Mbak Mita yang membodohkan suamiku. Rasanya aku tak tahan dengan semua ini. Aku tak tega melihat suamiku sendirian di keroyok oleh keluarganya karena membelaku. Aku membuka pintu kamar, menemui keluarga suamiku yang sedang berdiskusi sengit dengan keluarganya.“Ini nih, biang si biang kurang ajar! Kamu itu sejak awal dinikahi Ahmad sudah bikin sial, Nina. Kamu udah bikin Ahmad nggak bisa kerja seperti dulu, udah bikin Ahmad menentang ibunya, kamu juga yang udah bikin dia seperti babu bagi kamu sendiri. Kurang ajar emang kamu!” sungut MBak Mita.“Mbak, nggak usah nyalahin Nina. Semua keputusan adalah mutlak keinginan Ahmad, Nina sama sekali nggak pernah mengajak pada keburukan,” ucap Mas Ahmad yang berusaha membelaku. “Oh nggak bisa, Ibu udah tahu kok kalau selama ini kamu udah kayak kebo dicucuk
“Ini serius, Pak?” tanyaku.“Iya, ayo!” ajak Pak Widodo. Aku merasa beruntung karena ada orang baik yang mau membantuku tanpa pamrih. Aku diantar sampai ke rumah sakit oleh Pak Widodo padahal jarak rumah sakit lumayan jauh dari tempatku tinggal. Namun, aku tidak mau menjadi orang yang tidak tahu terima kasih sehingga aku memberikan uang saat lelaki itu menolak dengan keras. Aku memasukkan uang untuk dalam bagasi depan motornya dan melambaikan tangan untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.“Kalau butuh ojek atau tumpangan boleh hubungi saya, saya bisa datang ke sini dan bantu kapan saja.”"Siap, Pak. Makasih banyak ya."Mungkin karena tidak enak, akhirnya pak Widodo meninggalkan nomor ponsel yang aku catat dan aku pun langsung masuk ke dalam rumah sakit untuk melihat keadaan suami dan juga Minah.Aku bertanya pada petugas kesehatan tentang keberadaan suamiku dan pasien dengan atas Minah. Namun, jam besuk pasien sudah berakhir sehingga aku tidak boleh masuk ke ruangan dan
Setelah melewati pertimbangan yang cukup matang akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti saran dari bank Asraf untuk beristirahat terlebih dahulu di ruangannya. Saat Aku diantar ke ruangannya tentu aku sangat kaget karena ruangan tempat bekerja dan istirahat Ashraf begitu besar adalah jauh dari ruangan dokter pada umumnya. Di tempat ini ruang periksa dan ruang beristirahat terpisah sehingga tidak ada yang tahu jika aku ada di sini.Bang Ashraf mengambilkanku air putih yang hangat. Dia sepertinya tahu kalau aku sedang tremor dan merasa kesal karena apa yang aku lihat tadi di ruangan Minah.“Abang tahu nggak kenapa wanita itu belum melahirkan sampai sekarang?” Tanyaku yang penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dengan Minah.“Hari ini aku masuk shift sore dan belum mengecek keadaan pasien yang masuk pagi tadi. Tadi jam prakteknya fildan jadi dia yang lebih tahu tentang kondisi mantan suami kamu itu,” jawab Bang Ashraf.“Oh, waktu itu dia juga pernah kontraksi palsu dan hampir memin
Sebenarnya aku bingung mau bagaimana dan mau ke mana setelah memberikan ancaman kepada wanita ulat bulu itu. Namun, kembali ke rumah seperti menabuh kendaraan perang sendirian sedangkan aku tidak punya kekuatan apapun sekarang. Amarah yang memuncak itu membuatku terdiam sambil mengetuk-ngetuk tangan di atas meja. Gimana, apa dan kenapa Mas Ahmad berjanji menikahi wanita itu tanpa sepengetahuanku.Aku memutuskan untuk membeli makanan di luar rumah sakit. Aku Masih memikirkan Bagaimana cara untuk membuat semua orang itu tidak memaksaku untuk melepaskan Mas Ahmad. Aku harus mengisi amunisi biar otak ini bisa bekerja dengan cepat. Aku memesan makanan opor ayam 2 porsi agar aku benar-benar kenyang dan bisa berpikir dengan baik. Ketika ada masalah rugi kalau sampai mengorbankan perut untuk ikut disiksa dan aku memutuskan untuk makan dengan porsi banyak agar benar-benar puas dan lega."Aku pikir kamu pergi ke mana," sapa Bang Asraf. Dia sudah berganti pakaian menjadi kemeja dan bukan lagi pa
Kami sudah memasuki area perumahan elit yang berjajar rapi bangunan-bangunan tinggi dan megah. Hal yang membuatku tidak mungkin bermimpi dan berangan-angan untuk memilikinya saat ini dan aku hanya bisa mengucapkan shalawat Siapa tahu suatu saat nanti bisa memiliki salah satu di antara jejeran rumah-rumah mewah.Aku melihat mobil berhenti di sebuah rumah berlantai 2 dan bercat kuning gading. Suamiku tampak turun terburu-buru. Aku jadi penasaran Sebenarnya apa yang suamiku lakukan di dalam sana."Rumah siapa itu?" tanyaku lirih."Pak Sendy, pengusaha yang amat disegani di perumahan ini."Jawaban dari Bang Ashraf membuatku menengok pada lelaki yang sepertinya tahu sesuatu tentang rumah itu."Abang kenal?" "Dia salah satu teman dari ayahku, sekarang sedang sakit. Aku akan masuk ke dalam demi kamu," ucap Bang Ashraf membuatku bingung."Kayaknya nggak usah deh, bang. Terlalu monoton jika kita menampakkan diri langsung di depan mereka. Memang ada yang gak beres ini, tapi kita nggak usah bla
"Barang-barangku yang terserah aku lah. Kamu lapar 'kan? Nih! Mbak bawakan nasi padang buat kamu."Aku sudah menyiapkan nasi Padang karena aku memang tadinya mau memakannya setelah sampai rumah baruku. Namun, Melihat adik iparku yang kelaparan sepulang sekolah tentu aku tidak tega. "Nggak mau! Mbak mau ke mana bawa barang semua ini?""Pindah, di sini nggak betah!" jawabku.Jani terlihat bingung."Udah, nggak usah nangis. Kamu masih punya kakak dan juga Ibu, kamu bisa minta makan sama mereka dan uang saku sama mereka. Bilang sama mereka kalau misalnya ditanya tentang Mbak, Mbak pamit dulu. Kalau misal Mas Ahmad cariin Mbak, bilang aja suruh jelaskan sama Ibuku," ucapku.Aku ingin lihat, seberapa kuat lelaki itu bertemu dengan keluargaku di kampung halaman. Meskipun aku tidak berada di sana tetapi aku ingin Mas Ahmad yang lebih dulu memberitahu tentang masalah ini. Jika aku yang mengatakannya pasti akan menjadi masalah yang besar di awal ini seperti yang Bang Ashraf ucapkan."Mbak m
Aku memasak menu makan malam di rumah baru Bang Ashraf yang cukup nyaman ini. Aku menyajikannya di karpet yang sudah digelar dan Bang Ashraf pun terlihat sudah menunggu."Masak ini dulu deh, belum bisa masak yang berat-berat karena sudah keduluan beban hidup yang berat daripada masakannya," ucapku membuat Bang Ashraf terkekeh."Abang yakin semua yang kamu masak selalu enak. Markidang, mari kita Madang," jawab Bang Asraf.Ada ada saja. Markidang, mari kita Madang dan menikmati menu makan malam berdua dengan mantan. Dosa belakangan, soalnya kalau sedang seperti ini rasanya sulit untuk menerima kebaikan orang lain. Jika nanti Bang Ashraf punya niatan buruk maka aku bisa kembali ke rumah orang tua tetapi masalahku jelas sudah tidak begitu memuncak seperti ini. Bang Asraf hanya aku jadikan tempat singgah sementara untuk menenangkan diri. Terdengar sangat jahat memang tetapi aku memang butuh bantuan seseorang untuk membantuku menyelesaikan masalah ini. Selain meminta bantuan kepada sang pen