Share

Bab 146

Kami baru akan menikmati waktu berdua, saat tangisan Fajar terdengar. Ia memang sedang tidur tadi, setelah bermain dan kenyang menyesap ASI.

"Maaf, anak soleh bangun itu, Mas. Aku lihat dulu, ya," pintanya, menghentikan aktivitas kami.

"Baiklah, Sayang. Gini amat ya, mau pacaran ada ditangisi anak," selorohku, yang segera disambut dengan derai tawa olehnya.

Gegas ia menuju kamar. Aku menyusul. Fajar telah menendang-nendang udara, sementara wajahnya mulai merah, mungkin karena tak segera mendapatkan apa yang ia mau.

"Anak solehnya Ibu sudah bangun, ya," sapanya, tapi tak segera dipegang.

Sang ibu seperti sengaja membiarkan ia menangis sejenak, sambil menciumi seluruh wajah dan lehernya. Tak ketinggalan ketiaknya juga diangkat lalu ia ciumi juga, seperti yang pernah ia lakukan padaku, dulu.

"Bau surga ini," cetusnya.

Dahiku terlipat mendengar ucapannya. Bagaimana bisa ia menyebut bau surga untuk bau bayi yang belum mandi
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status