Share

Perdebatan

"Ayah, Om Firman, Nadia minta waktu sebentar untuk ngobrol berdua sama Ega, boleh."

"Oohh...tentu, boleh."

Tanpa menoleh, Nadia melangkahkan kakinya cepat-cepat keluar dari bangsal dimana Ayahnya dirawat. Diikuti oleh Ega dengan langkah yang lebar mengimbangi Nadia yang sudah menghilang dibalik pintu.

"Liat mereka Pras...Cocok kan?"

Kedua sahabat itu kompak tersenyum. Membayangkan dimasa depan nanti bisa berbesanan.

-----

Nadia sudah duduk di sebuah bangku panjang taman dibawah pohon besar yang rindang itu. Bukannya menyusul, Ega malah seketika menghentikan langkahnya. Ia terus melihat ke arah punggung Nadia yang terlihat jelas karena rambut panjang yang Nadia miliki dulu telah ia pangkas sepundak. Membuat Nadia terlihat lebih segar dan dewasa.

Setelah puas memandangi punggung Nadia, Ega melangkah kembali mendekat ke arah dimana Nadia berada. Kemudian Ega duduk disamping Nadia yang memandang lurus kedepan. Ega engan untuk memulai pembicaraan. Bukankah Nadia yang berinisiatif meminta izin pergi dan ngobrol dengan Ega tadi. Jadi lebih baik Ega menunggu Nadia untuk memulai.

"Tolak perjodohan kita Ga." Pinta Nadia tanpa melihat kearah Ega.

"Kenapa? Alasannya apa?"

"Ya karena aku gak mau nikah sama kamu Ga." Nada bicara Nadia seketika meninggi. Dan kini Nadia dan Ega saling menatap.

Tak ada tanggapan dari Ega. Ega begitu tenang menghadapi Nadia kali ini. Dia hanya terus menatap dalam kedua mata Nadia yang kini mulai berkaca-kaca.

Nadia membuang muka, menghindar dari tatapan Ega yang selama ini dia takuti. Tatapan yang kala itu mampu meluluhkan hatinya, namun disaat yang sama tatapan itu seolah belati yang mengiris-iris hati Nadia.

Sekuat apapun Nadia menyembunyikan, nyatanya masih terdengar isakkanya oleh Ega. Mendengar itu, kenapa tiba-tiba hati Ega merasa sakit. Namun Ega tak bisa berbuat apa-apa. Dia dengan sabar menunggu apa yang akan Nadia katakan kemudian.

"Kamu tau kan Ga, kita punya masa lalu yang gak baik. Jadi aku mohon tolak aja perjodohan kita. " Nadia Ter engah-engah, seperti menahan beban berat yang menghimpit pundaknya.

"Aku gak bisa berbuat apapun, bila ini sudah menyangkut kebahagian ayahku, aku harus bagaimana. Bila nanti ak menolak perjodohan ini, bagaimana hancurnya perasaan ayahku. aku gak bisa bayangin itu Ga." Nadia mulai menangis dengan leluasa di depan Ega tanpa memalingkan wajahnya seperti tadi. Membuat dada Ega semakin sesak.

"Jadi aku mohon Ga, kamu yang nolak perjodohan ini. biar aku tinggal menghindar saja." Pinta Nadia dengan suara parau.

"Kalau aku gak bisa, Giman?"

"Maksudmu?"

"Aku sudah terlanjur menerima pertunangan itu didepan papaku dan om Pras, mana bisa aku sekarang menolaknya. Aku gak mau menjilat ludahku sendiri." Kini Ega yang memalingkan wajah. Menghindari tatapan Nadia yang penuh permohonan itu.

Hening. Nadia tertunduk memandangi kedua kakinya sendiri. Ia masih terisak, seolah putus asa dengan keadaan.

"Ega... aku bener-bener gak mau pertunangan ini terjadi. Aku gak mungkin bisa nikah sama kamu."

"Kenapa? Bukannya dulu kamu menginginkannya?"

"Bukannya dulu kamu nolak aku dengan sangat kasar Ga. Lalu kenapa sekarang....ahhh...kamu hanya ingin mempermainkan aku mungkin." Nadia tersenyum, senyum yang dipaksakan.

"Kamu ingin semakin menghancurkan ku kan Ega."

Nadia menangis sejadi-jadinya. Airmatanya deras membasahi pipinya.

Ega tertegun mendengar ucapan Nadia. Lidahnya kelu tak mampu berkata-kata. Melihat Nadia sehancur ini membuat Ega merasa orang paling buruk didunia.

"Maaf Nad."

Nadia menoleh mendengar Ega mengucap maaf.

"Aku minta maaf, dan aku ingin memperbaiki semuanya mulai sekarang."

"Heehhhh..... apa kamu bilang Ga, mau memperbaiki semuanya." Mata Nadia memerah menatap Ega penuh amarah.

"Terlambat Ga, semuanya sudah hancur. Aku sudah hancur, dan aku kehilangan hidupku."

"Maka dari itu Nad, kasih aku kesempatan untuk memperbaikinya." Pinta Ega lagi.

"Kesempatanmu sudah hilang di hari itu Ga. Dan aku udah gak bisa berbuat apa-apa lagi. Mana bisa aku memberimu kesempatan bila yang ingin kau perbaiki sudah hilang untuk selamanya."

"Maksute kamu apa?"

"Jangan bilang kalau...." Pikiran Ega sudah kaca balau, membayangkan kemungkinan buruk yang sempat menghantuinya selama ini.

"Iya Ga, aku kehilangan dia sebelum aku bisa memeluknya. Sebelum aku bisa menggendongnya. Aku kehilangan dia untuk selamanya Egaa.... Dan itu semua karena keegoisanmu saat itu. Kamu jahat banget Ga, kamu jahat banget." Nadia meraung sambil terus memukul-mukul dada Ega yang terpaku.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status