Share

Pertemuan

Kepala Nadia seketika terasa pening melihat dua orang sahabat yang semakin intens membicarakan perjodohan dirinya.

'Kenapa gak tanya pendapat Nadia dulu si yah.' Batin Nadia dalam hati yang kelabakkan menerima kode 'persetujuan' yang diminta ayahnya. Ingin sekali Nadia mengirimkan kode penolakan pada sang ayah, namun seolah ayah selalu menghindar dari tatapan Nadia.

'Perjodohan jadi jalan yang terbaik untuk anak kesayanganku' Mungkin itu yang tergambar dari raut wajah Ayah yang saat ini terlihat lebih sehat dan bugar. Senyum dan tawa tak henti-hentinya menghiasai wajah ayah saat berbincang dengan teman lamanya itu. Topik pembicaraan tentang perjodohan Nadia dengan anak sahabatnya serasa jadi obat yang mujarab ketimbang obat yang selama ini diberikan dokter.

Nadia tersenyum tipis, ada rasa bahagia dihatinya melihat ayah yang beberapa hari terakhir terkulai lemas karena sakitnya, kini terlihat begitu bersemangat dan sehat.

'Mungkinkan perjodohan ini harus Nadia terima demi kebahagiaan ayah?'

'Umurku memang sudah 27 tahun, usia yang matang bagi perempuan untuk menikah bukan.'

'Gak ada salahnya mencoba perjodohan ini.'

'Tapi anak om Firman seperti apa wajahnya, cakep tidak ya. Dia bakal Nerima perjodohan ini tidak ya?' Nadia terus berdialog dengan dirinya sendiri. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Hingga terdengar pintu diketuk, dan sesaat kemudian terbuka. Menampilkan sosok laki-laki tampan dengan perawakan tinggi dan berisi. Membuat Nadia syok seketika.

"Nahh....Ini dia yang kita tunggu-tunggu dari tadi. Anak laki-laki yang satu-satunya om miliki. Gimana nak Nadia?"

Tubuh Nadia menegang, seketika dia bangkit dari duduknya. Menatap mata itu dengan penuh rasa kebencian. Nadia tak menghiraukan keberadaan ayah dan Om Firman disana.

"Tunggu... Kalian sudah selaing kenal?" Tanya om Firman entah kepada siapa.

"Iya pa, Ega sama Nadia satu kampus dulu." Ega yang menjawab. Kalimat biasa yang berefek besar bagi Nadia. Entah suara Ega yang dengan lancar mengucap nama 'Nadia' terdengar begitu menyayat di hati Nadia.

Nadia masih mematung dengan mata yang terpejam. ingatan-ingatan tentang pertemuan terakhirnya dengan Ega seolah ditarik kembali kedalam otaknya saat ini. Ternyata lima tahun bukanlah waktu yang cukup untuk Nadia melupakan kenangan buruknya bersama Ega.

Sedang Ega terlihat lebih santai. Berjalan melewati Nadia yang masih mematung, mendekat kearah Prasetyo dan Firman berada. Kemudian Ega mencium tangan Prasetyo dengan penuh rasa hormat.

"Hanega Eka Pratama om, panggil saja Ega." Ucap Ega dengan sangat lancar memperkenalkan diri yang dijawab anggukan pelan oleh Prasetyo.

"Papa sama om Pras teman semasa kuliah dulu Ga,. Papa gak nyangka bisa ketemu di rumah sakit ini." Kata om Firman dengan wajah yang penuh kebahagiaan.

"Om sama papamu ini malah sering dibilang kalau kami ini anak kembar, karena saking seringnya kemana-mana bersama. Padahal gak ada mirip-miripnya kan?" Kompak Prasetyo dan Firman tertawa terbahak-bahak mengenang masa-masa kuliah mereka.

"Gini Ga, kamu sama Nadia sudah saling kenal, kalian juga sudah berusia matang dan pantas menikah, papa sama om Pras berencana menjodohkan kalian. Giman menurutmu? Kamu mau sama Nadia?"

Ega tak menjawab, dia hanya melihat kearah Nadia yang tertunduk lesu. Pertemuannya kembali dengan Nadia yang tak terduga ini membuat situasi rumit.

"Kok diem aja nak Ega, Giman mau gak kami jodohkan dengan Nadia?" kini Prasetyo yang bertanya.

"Mau tunggu apa lagi Ga, umur sudah mo kepala tiga, finansialmu sudah okey kan. Tinggal nikah ini." Ucap Firman yang semakin membuat hati Ega kalut. Bingung harus menjawab apa.

"Kalian ini kompak banget, ditanya gak ada yang jawab malah diem aja." Prasetyo terlihat tak sabaran menunggu jawaban anak laki-lakinya dan anak perempuan sahabatnya itu.

"Iya ni, Nadia juga kenapa diem aja Nduk. Diam tandanya setuju lho." Lebih parah lagi, Prasetyo malah dengan enaknya mengartikan diamnya Nadia dengan sebuah persetujuan.

"Ega setuju pa, om."

"Apaaaa...." Mata Nadia terbelalak mendengar ucapan Ega yang singkat dan tiba-tiba itu.

" Iya, Aku setuju dijodohkan sama kamu, nikah sama kamu." Tambah Ega lagi sambil melihat kearah Nadia yang masih syok.

"Apaaaa...."

"Nadia jangan apa-apa aja Nduk, jawab juga setuju gitu. "

"Yah.... jangan paksa Nadia seperti ini." Pinta Nadia memelas.

"Nak Ega sudah setuju dijodohkan sama kamu, trus apa lagi? Ayah akan sangat bahagia jika kamu mau segera menikah apalagi dengan anak sahabat ayah." Skakmat, kalimat yang keluar dari mulut Prasetyo membuat Nadia kalah telak membuat Nadia terdiam seketika. Hal ini bukan sekedar tentang perjodohan, tapi tentang kebahagiaan ayah Nadia yang sedang dipertaruhkan.

Memang selama ini Prasetyo selalu mendesak Nadia untuk segera menikah. Namun Nadia selalu beralasan dan bisa mengelak. Padahal umurnya sudah menunjukkan kesiapan untuk menikah bukan.

"Demi kebahagiaan ayah nduk. Ayah akan sangat lega sekali kalau kamu sudah menikah. Rasanya beban dipundak ayah akan terangkat bila melihatmu segera menikah. Apalagi ayah sudah sakit-sakitan kayak gini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status