Share

Hamil Anak Mas Damar

LELAKI YANG KAU PAMERKAN ITU SUAMIKU

Bab 4

Tawa Desi pecah, “Segitunya kamu iri sama aku. Udah nggak usah ngarang cerita, kamu itu kebawa sama sinetron ikan terbang yang kamu tonton. Mending kamu dengerin aja kisah cinta aku sama Mas Pras.”

Aku mengalah, “Katakan, seperti apa lelaki yang kamu pamerkan itu. Sehebat apa dia?”

“Ja-”

“Mami!”

Aku tersentak mendengar Aslan berteriak memanggil, buru-buru aku keluar untuk melihatnya. Takut dia terluka atau jatuh.

Langkahku terhenti saat melihat Aslan berdiri sambil memperhatikan anak kecil seusianya yang berlari menjauh.

“Aslan kenapa, Bi?”

“Itu dia mau kapal-kapalan?” Bibi mengarahkan telunjuknya pada baskom berisi air yang berada di teras.

“Oh, yang bunyi itu 'kah?”

“Iya.”

“Beli dimana itu, Bi.”

“Di pasar banyak. Kamu nggak pernah kasih anak kamu mainan apa? Biar nanti aku yang beliin, kasihan banget anaknya nggak dikasih mainan.”

Perkataan Desi itu seolah-olah aku ini tidak mampu meski hanya sekedar membelikan mainan.

“Aslan, sini, Nak.” Aku berjongkok mensejajarkan dengan tubuhnya. “Besok Papi datang, kita beli bareng Papi di pasar ya.”

“Lagaknya, keturunan kampung aja manggilnya pake papi-mami segala,” cibir Desi.

Manusia satu ini sepertinya mulutnya gatal jika tidak menghina orang sedetik pun.

“Eh, asal ngomong aja kamu, Des. Asal kamu tahu ya, Una itu-”

Aku menggeleng menatap bibi berharap dia tidak mengatakan apapun.

“Ayo Aslan masuk. Besok Mami kamu beliin tuh kapal-kapalan sama pabriknya sekalian,” celetuk Bibi sambil menggandeng Aslan masuk.

“Des, kalau nggak ada lagi yang mau diomongin aku masuk dulu ya. Capek mau istriahat.”

“Besok aku kesini lagi, belum selesai cerita soalnya.”

Telingaku saja masih panas karena mendengar dia terus mengoceh, kasihan sekali telingaku jika besok mendengar suara Desi lagi.

Mengetahui fakta ini membuatku tidak akan tenang  mungkin saja tidak bisa tidur malam ini Tapi tubuhku rasanya sangat lelah dan pegal karena saat sampai tadi tidak langsung istirahat malah banyak mengobrol dengan Bibi.

“Na, udah tahu Desi kayak gitu. Masih aja kamu mau diajak ngobrol.”

“Nanti kalo aku diem aja dibilang sombong, Bi. Nggak apa-apa, sesekali ini juga aku pulang kampung.”

“Terus Papinya Aslan nggak jadi kesini?”

“Jadi, Bi. Kalo nggak ada halangan besok pagi udah sampai disini.”

Aku tidak akan mengampuninya jika besok pagi tidak kulihat batang hidungnya.

“Hati-hati, jangan sampai Damar dideketin Desi.”

Aku mengernyit tidak mengerti, “Maksudnya apa, Bi? Emang Desi kenapa?”

“Dia itu pernah ketahuan ngamar sama Pak Kades,” bisiknya.

“Bukannya dia mau nikah. Masa dia gitu sih?”

“Kamu nggak tahu aja si Desi gimana karena baru sekarang pulang. Skandalnya banyak, ini aja dia nikah karena nabung duluan.”

“Ya namanya orang mau nikah harus punya tabungan lah, Bi. Masa iya nggak punya uang sama sekali.”

Bibi geleng-geleng kepala, “Aduh … Una, Una. Bukan itu maksud Bibi. Si Desi itu udah bunting makanya mau cepet-cepet dinikahin.”

Desi … hamil.

Lututku langsung lemas, dadaku seperti dihimpit batu besar, sesak. Hatiku remuk redam mendengarnya.

Apa dia benar-benar hamil anaknya Mas Damar?

Bersambung ….

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status