Sosok yang tinggi besar dengan kalung tulang belulang itu terlihat berdiri menatap mereka berempat. Ekspresinya datar, namun sorot matanya memang tajam. Rambutnya panjang dan agak acak acakan. Pertama kali melihatnya tentu saja orang bisa terkejut dibuatnya.
“Pak Jogoboyo!” sapa Cantigi sambil tersenyum kepada sosok itu.
“Eh?” Rosie kaget sambil menelan ludah melihat ke arah Cantigi.
“Ros, Wan, beliau Jogoboyo di pondokan ini. Pak, ini teman kami, Rosie dan Awan,” kata Jhagad memperkenalkan.
Jogoboyo itu hanya mengangguk pelan dengan ekspresi yang tetap datar. Menatap satu per satu per satu ke arah Rosie dan Awan. Kemudian tersenyum tipis, tatkala melihat Awan.
“Ehm. Mohon maaf Pak, apakah teman kami ini juga boleh menginap di sini malam ini?” tanya Jhagad dengan sopan.
Sambil terus melangkah, Jogoboyo itu
Kali ini Awan tidak menimpali perkataan Jhagad. Karena Awan juga merasakan hal yang sama. Perasaan yang tidak bisa dijelaskan, ketakutan yang tidak diketahui pasti penyebabnya. Tapi itu ada, menghantui mereka sejak menginjakkan kaki di kawasan Hutan Terlarang.“Ayo! Ada banyak hal yang harus kita bagi bersama, tentang Jazlan dan Tegar. Cantigi dan Rosie mungkin juga akan khawatir kalau kita tidak kunjung kembali ke pondok!” ajak Jhagad kepada Awan.Awan tidak menjawab. Namun langsung melangkah mengikuti Jhagad yang sudah melangkah lebih dulu menuju pondok mereka. Tidak jauh, mungkin hanya beberapa ratus meter saja berjalan, mereka berdua pun sampai di depan pondoknya.“Wan, jangan beri tahu mereka tentang tempat ini dan Jogoboyo. Kau tidak ingin kondisi menjadi lebih merepotkan bukan?” bisik Jhagad kepada Awan sebelum memasuki pondok.Awan mengangguk. Tentu saja, Awan sebisa m
Tidak ada jawaban. Namun, bayangan samar sosok dalam kabut itu tiba tiba saja terlihat berhenti. Cantigi pun memberanikan diri melangkah mendekat. Tapi tiba tiba."Hah.. Hah... Hah.."Seseorang muncul, menarik tangannya dengan napas terengah engah sambil berkata, “Apa yang kau lakukan?”Cantigi pun menoleh, kemudian berkata, “Ish.. kau ternyata Gad, mengagetkan saja!”“Kau sebenarnya kenapa tiba tiba saja mengejar serigala?” tanya Jhagad kesal.“SSST…” ucap Cantigi sambil menunjuk ke arah di mana bayangan sebelumnya terlihat.Tapi sayang, bayangan itu pun sudah tidak terlihat lagi di sana. Benar benar musnah tanpa jejak, seperti serigala yang dikejar oleh Cantigi sebelumnya.“Kenapa?” tanya Jhagad tidak mengerti.“Tunggu! Tegar?” bukannya menjawab, Canti
Di dalam benteng tua, jauh di dalam kawasan Hutan Terlarang.HA..HA..HA.. HATJING…Jazlan tiba tiba saja bersin bersin. ‘Pasti ada yang sedang membicarakanku sekarang!’ gumam Jazlan dalam hati.“Kau tidak apa apa anak muda?” kata pendaki paruh baya kepada Jazlan.“Eh, iya tidak apa apa, Pak!” jawab Jazlan singkat.“Terima kasih, kau sudah baik sekali mau berbagi makanan dan minuman dengan kami, nak!” ucap pendaki paruh baya itu, penuh penghargaan kepada Jazlan.Jazlan pun jadi malu sendiri dibuatnya. Sambil tersenyum, ia menggaruk-garukkan kepalanya yang tidak gatal. Walaupun cuma sedikit, makanan dan minuman dari Jazlan sangat membantu para pendaki di dalam benteng tua itu. Sementara itu.“AAAAAAARGH!Terdengar suara teriakan dari arah lorong benteng tua. P
Saat berteriak, tiba tiba saja Jazlan teringat dengan ruang bawah tanah.‘Tunggu dulu, kalau tidak salah…” gumam Jazlan sambil menyentuhkan tangannya ke dinding lorong.Dan benar pintu ruang bawah tanah itu terbuka.KREEETSetelah derit lantai terdengar, Jazlan terjatuh, masuk ke dalam ruang bawah tanah sebelum Roman menerjang tubuhnya.BRUKNamun sayang, Roman pun ikut terjatuh ke dalam ruang bawah tanah itu. Dalam kegelapan Jazlan tidak terlalu jelas melihat. Hanya suara desisan saja yang terdengar.SSSSSSH….‘Astaga! Dia dekat sekali dengan posisiku’ gumam Jazlan sambil menutup mulut.Anehnya, dari jarak sedekat itu, Roman tidak menyerang Jazlan juga. Dari situlah Jazlan tahu, bahwa Roman mungkin tidak melihat atau merasakan kehadirannya. 
Setelah menutup pintu bawah tanah, mengunci Roman di dalamnya, Jazlan mulai berjalan, menuju tempat di mana para pendaki berkumpul. Suasana di dalam benteng tua malam itu sungguh sangat mencekam. Para pendaki berlarian.“Sial, di luar sana lebih terang, mahluk itu pasti leluasa menyerang!” ujar Jazlan setelah mengintip kondisi di ujung lorong.Tidak seperti di dalam lorong yang remang remang, di luar lorong cahaya cukup terang dengan api unggun kecil yang dibuat para pendaki untuk menghangatkan diri. Mahluk Haus Darah pun dengan mudah berlarian ke sana kemari menyergap siapa saja di dalam benteng.“LARIII!” teriakan para pendaki parau sambil berlarian mencoba menyelamatkan diri masing masing terdengar menggema di dalam benteng.‘Ayolah Lan, jangan menjadi pengecut!’ gumam Jazlan berusaha memantapkan diri untuk keluar dari lorong.Beberapa
Sayang teriakan Riki tidak membuat Jazlan sadar dari keterguncangan jiwanya karena membiarkan orang lain meninggal begitu saja di depan matanya. Sementara satu per satu tumpukan barang mulai terjatuh ke bawah.BUK.. BUK.. BUK..Riki pun tidak punya pilihan lain kecuali melempar headlamp miliknya hingga mengenai tubuh Jazlan. Akhirnya Jazlan pun menoleh ke atas.“Aduh! Sakit tahu!” keluh Jazlan kesal.“Cepat naik! Kau mau jatuh ke bawah dan jadi mangsa mahluk mahluk itu, hah?” ujar Riki tidak kalah kesal.“Eh, jatuh?” tanya Jazlan masih belum sepenuhnya sadar.“Cepat naik, jangan diam saja di situ!” teriak Riki sekali lagi.Nahaz, ketika Jazlan mulai menyadari keadaannya saat itu, tumpukan barang barang sudah mulai merosot ke bawah. Tubuh Jazlan pun ikut terseret ke bawah. Sedangkan di bawah
“Kalau dari cipratan noda darah di dindingnya justru lebih terlihat seperti tempat pembantaian manusia,” jawab Jazlan.“A..apa? Pem.. ban .. taian katamu?”Jazlan hanya mengangguk. Begitu pun Riki. Suasana hening sejenak.“Satu pertanyaan, kenapa kalian sampai masuk ke ruang bawah tanah itu?” tanya seorang pendaki.“Entah kalian akan percaya atau tidak. Aku tidak sengaja menyentuh bagian dinding lorong hingga membuat pintu ruang bawah tanah itu terbuka. Kami bertiga langsung terjun ke ruang bawah tanah itu begitu saja. Pun tidak sengaja membuka pintu ruang rahasianya. Semua benar benar secara kebetulan terjadi begitu saja,” terang Jazlan.“KEBETULAN KATAMU? Semua kekacauan ini gara gara kalian!” bentak salah satu pendaki emosi, sambil meninju wajah Jazlan.BUKTubuh Jazlan pun te
“Aku sebenarnya tidak terlalu yakin, tapi sepertinya cukup layak untuk dicoba. Daripada terjun ke bawah begitu saja. Kalian pun tidak perlu ikut turun, bantu aku mengalihkan perhatian Mahluk Haus Darah dari sini saja,” ujar Jazlan.Para pendaki termasuk Riki saling lihat, dengan ekspresi penuh tanya. Sementara itu, Mahluk Haus Darah masih berkeliaran di sekitar benteng, sambil mendesis.SSSSSSSSHHHHHH“Mengalihkan perhatian? Bagaimana caranya?” tanya seorang pendaki.“Jadi begini, karena mereka sepertinya peka terhadap suara. Tolong lemparkan batu batu seperti ini, atau benda apa saja ke arah yang jauh dari pintu gerbang benteng ini. Selagi Mahluk Haus Darah itu menjauh, aku akan turun ke bawah dan mulai menutup pintu gerbang benteng,” urai Jazlan menjelaskan rencananya.“Kau yakin rencana ini akan berhasil? Apa tidak sebaiknya kita menun