Share

SATU

Seorang gadis berpakaian putih abu-abu tengah berlari tergesa-gesa berusaha memasuki area sekolahnya. Di kejauhan, dia sudah melihat teman-temannya yang terlambat berbaris rapi menunggu hukuman dari Pak Karyo, dia adalah guru BK tergalak dari yang lainnya. Iya, ada guru BK lainnya, beliau bernama Pak David. Pak David eksis di SMA Nusantara, wajah tampan dengan sikapnya yang ramah dan sedikit dingin membuat para murid gelapapan bukan main.

Kedua mata Arindha terus bergerak mencari jalan terbaik untuk kabur dari hukuman. Kaki Arindha mulai melangkah ke belakang secara perlahan. Tetapi..

Krekk

“Arindha!!” bentak Pak Karyo keras sambil meririk tepat di arahnya.

"Sial."

Alisnya berkerut, wajah tertekuk, ia hanya bisa menerima nasibnya dan berjalan mendekati Pak Karyo dan sekumpulan teman-temannya yang terlambat. “Nggak bosan bapak hukum? kamu kira ini TK yang masuknya jam setengah delapan, hah?” cetus Pak Karyo.

“Mm-maaf Pak, say-”

“Maaf-maaf !! Saya bosan dengar maaf dari kamu! Ingat, ini SMA Nusantara. SMA terbaik se-Jakarta, jangan main-main kamu!” potong Pak Karyo dengan nada yang sangat tinggi.

“Minggu lalu saya enggak telat kok pak, baru ini,” bela Arindha pada dirinya.

“Minggu lalu aja bisa tidak telat, kenapa sekarang telat?” adu Pak Karyo dengan suara kerasnya.

Deg!

Kata-kata Pak Karyo membuat hatinya bergetar, ada benarnya perkataan itu tapi, Arindha juga tak ingin terus merepoti sahabatnya. Iya, minggu lalu dan sebelumnya Arindha selalu datang tepat waktu, baru minggu ini dia terlambat di setiap harinya.

Rico, dia adalah makhluk yang selalu menolognya, sampai dengan semua kebaikan yang Rico berikan membuat Arindha merasa buruk dan merasa selalu bergantung padanya, walupun pada kenyataannya Arindha juga masih membutuhkan bantuan Rico.

Arindha hanya mengangguk mendengar ucapan Pak Karyo, walaupun di hati kecilnya dia sangat kesal dan bosan dengan omelan beliau.

Setelah Pak Karyo menyelesaikan ceramah paginya, Arindha berbaris dengan siswa lainnya yang terlambat.

“Sstt… pintu belakang,” bisik seorang siswa yang sering disebut-sebut sebagai preman sekolah pada kedua temannya.

Pendengaran Arindha yang masih waras mendengar bisikan preman SMA Nusantara, iya preman.

Namanya Alex, dia adalah ciptaan Tuhan yang selalu membuat keributan, baik diluar maupun dalam sekolah. Berkelahi bukan hanya sekedar hobi, tapi rutinitasnya. Entah mengapa Vino dan Jio malah berteman dekat dengan preman itu.

Mata elang Arindha tak bodoh mengartikan gerak gerik ketiga laki-laki yang sama terlambatnya dengannya. Arindha melirik dan mendengar dengan serius ke asal suara itu.

“Sekarang?” tanya laki-laki yang terkenal dengan ketampananya, dia bernama Vino. Dia adalah idola semua perempuan di SMA Nusantara, Arindha salah satunya.

“Okay, sesuai aba-aba. Hitungan ke tiga, kita langsung lari berpencar, titik kumpul kita di tembok gedung belakang sekolah deket basecamp,” kata teman Vino yang bernama Jio sembari melihat jam di tangan kanannya, Arindha mengenalnya karena dia anggota OSIS walau kadang Arindha juga sangat membencinya karena gampang tersulut emosi.

Alis Arindha mengerut. “Oh, jadi mereka mau kabur dari hukuman pak Karyo. Aku harus ngikutin mereka, kalo enggak bakal bersihin wc lagi, keinget baunya iyuhh,” batin Arindha yakin.

Semua kaki siswa laki-laki itu telah siap berlari sekencang mungkin, mereka juga sudah memasang mata elangnya agar lolos dari kejaran Pak Karyo.

“Satu, dua, tiga.. lari!” teriak salah satu siswa laki-laki itu.

Ketiga siswa tadi lari seperti kuda yang di pacu, Arindha yang ikut menguping pembicaraan mereka, ikut berlari secepat yang dia bisa.

“Hei! jangan lari kalian!” bentak Pak Karyo sambil berlari mengejar Alex, Vino, Jio dan Arindha.

Mereka terus berlari agar tidak tertangkap oleh pak Karyo sekaligus tidak mendapat hukuman tambahan karena lari menerobos gedung belakang sekolah.

Ditengah perjalanan, mereka ketiga laki-laki itu berpencar, Arindha yang melihatnya langsung gelagapan.

Dia bingung, jalan siapa yang akan dia ikuti. Arindha berhenti dengan napas yang tersenggal-senggal sembari memegang perutnya yang mulai nyeri.

“Hei, t-tunggu,” ucap Arindha sambil melihat laki-laki di depannya yang sudah mulai menjauh.

“Lari!” teriak Alex dari kejauhan.

Arindha memaksakan kedua kakinya untuk berlari mengikuti Alex, dia terus berlari mengikuti jalan yang dipilih laki-laki yang tak jauh di depannya.

Arindha kembali berhenti, tangannya kembali memegang perutnya yang mulai kram. “T-tunggu, berhenti bentar!” lirih Arindha pada Alex dengan wajah melas.

Suara itu membuat syaraf di otak Alex mentransfer sinyal agar berhenti, kaki Alex menuruti sinyal itu sampai badannya hampir terjungkal ke depan.

“Sial, kenapa harus sekarang!” cetus Alex sambil melihat Arindha yang berdiri tak berdaya, “Tapi, kenapa harus di tolong?” imbuh Alex sembari menyipitkan mata ke tembok yang sudah tidak jauh lagi.

Brukk

Arindha terjatuh, tubuhnya sudah tidak kuat berdiri dan berlari, apalagi melompati tembok gedung belakang sekolahnya. 

“Lex, cepetan,” bujuk Jio yang melihat Alex tak jauh di depannya.

Kaki Alex mulai melangkah menuju teman-temannya yang hanya beberapa meter di dekatnya. Tiba-tiba, hati nurani Alex menolak keras pikirannya yang akan meninggalkan seorang gadis sendiri tak berdaya. Dia merasa seperti pengecut. Iya, pengecut yang meninggalkan perempuan lemah di belakangnya.

Hening

Alex mematung dalam lamunannya, dia berpikir sampai berdebat keras dengan pikiran dan hati nuraninya. Tak lama kemudian, Alex menoleh, membalikkan badan dan berlari ke arah Arindha yang berusaha berdiri tegak.

“What, Alex?” kata Jio tak percaya dengan temannya yang malah membalikkan badan dan berlari menghampiri Arindha.

Mata Arindha menyipit, tak percaya melihat ada sesosok laki-laki yang akan menghampiri dan menolongnya.

Alex berlari dengan gagah dengan seragam yang cocok disebut preman menghampiri Arindha, Arindha hanya bisa berdecak kagum. Tak disangka, laki-laki berandalan SMA Nusantara yang terlihat dingin dan suka berbuat onar akan menolongnya.

Hening, Alex dan Arindha hanya berhadapan dan bertatapan satu sama lain.

Dari kejauhan, batang hidung Pak Karyo mulai terlihat, Alex menggandeng tangan Arindha dan berlari bersama. Aneh, rasa sakit Arindha seketika hilang setelah Alex datang. Sesekali, Arindha menatap dalam wajah putih bersih laki-laki yang menggenggam erat tangan kecilnya.

Alex yang merasa cemas, sesekali melihat wajah perempuan yang di tolongnya. Namun, rambut cokelat yang terjuntai rapi, dengan jepitan kecil berbentuk pita disamping rambut cokelat itu berhasil membuat simpulan senyum di wajah dingin itu.

“Hei, jangan kabur kalian!” bentak Pak Karyo yang berusaha mengejar Alex dan Arindha.

Jio dan Vino yang melihat Alex dan Arindha berlari ke arahnya, segera melompati tembok bersama-sama.

“Naik di pundakku, cepet!” tegas Alex sambil membungkukkan tubuhnya.

“I-iya,” kata Arindha sedikit ragu.

“Pegang tanganku,” ucap Jio sambil mengulurkan tangannya dibalik tembok.

Arindha berhasil melewati tembok itu dengan semua pertolongan ketiga laki-laki itu, tetapi Alex justru tertangkap basah oleh Pak Karyo.

“Mau lari kemana kamu?” cetus Pak Karyo sambil menatap Alex dengan wajah sengit dan terengah-engah.

“Tenang pak, saya menyerah. Ini tangan saya,” kata Alex sambil mengulurkan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya meraih korek di saku seragam putihnya.

Seketika mata Pak Karyo melihat ke tangan Alex dan Alex pun menghidupkan korek gasnya dengan cepat di dekat mata Pak Karyo.

Sseeettt

                                          **

Brukk

Kaki Alex dengan cekatan melompati tembok di depannya.

“Kok bisa? Pak Karyo kan -”

“Berhasil bro?” tanya Jio cepat memotong pertanyaan Arindha.

“Humm, kali ini gue beruntung. Ayo cepatan, keburu sadar!” titah Alex sambil berjalan mendahului teman-temannya.

Arindha celingukan, dia masih bingung apa yang sebenarnya terjadi. Dia berjalan cepat mengikuti Alex dan temannya. Arindha hanya bisa mengamati dan mendengarkan percakapan mereka agar mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.

“Nanti harus latihan lagi Lex. Siapa tahu, besok-besok bisa nge-hipnotis Mr. Karyo, hahahaha,” ucap Vino sambil meledek Alex.

Kepala Arindha mengangguk beberapa kali.

“Oh, pantesan bisa kabur,” batin Arindha.

Mereka telah tiba di persimpangan kelas IPA dan IPS, Alex berhenti dan membalikkan badannya ke arah Arindha.

“Lain kali, kalau mau telat makan dulu,” celoteh Alex dengan ketus.

“Namanya telat ya mana sempet makan. Btw makasih, tadi udah nolongin aku,” kata Arindha sambil menatap Alex, Jio dan Vino.

“Heum,” jawab Alex singkat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status